author's note:
hii!! maaf ya baru update sekarang. semisal kalian udah lupa sama alur cerita ini, bisa baca ulang dulu dari prolog ya karena cerita ini latarnya di tahun 2019!!dan kalau kalian ga keberatan, boleh dong tinggalkan vote dan komentarnya biar aku semangat update? hehehe thank u!! selamat membaca!! <3
🏙️🏙️🏙️
Cuaca siang ini di Jakarta rasanya cukup untuk membakar kulit gue yang sudah terlapisi tabir surya. Entah karena semalam kota ini diguyur hujan deras, tetapi hari ini Jakarta benar-benar panas! Air mineral yang gue bawa dari rumah pun sudah habis, membuat gue terpaksa melangkahkan kaki menuju lobi fakultas untuk mengisi botol minum gue.
"Ames, lo ngerasa gak sih kalau Hakim kayaknya lagi ngejauhin kita?" tanya Maura yang menemani gue pergi ke lobi fakultas.
"Masa sih? Kok gue gak merasa ya," sahut gue yang sebenarnya tidak terlalu peduli dengan pertanyaan Maura.
Maura berdecak pelan, bibir mungilnya mengerucut. "Ih, berarti dia cuma ngejauhin gue, ya?"
"Iya mungkin." Singkat, jelas, dan padat. Begitulah respons gue atas ucapan Maura. "Ra, lo tuh nyadar gak sih kalau Hakim suka sama lo sejak semester dua? Mungkin dia ngejauhin lo karena lo gak peka-peka. Jadi, dia mau move on dari lo."
Terkejut, mulut Maura terbuka lebar karena tak menyangka kalimat itu keluar dari mulut gue. "Hakim suka sama gue? Lo serius, Ames?"
Gue hanya mengangguk pelan menanggapinya. Maura histeris, ia lalu berlari menuju parkiran motor, berusaha mengejar Hakim yang sudah lebih dahulu berpamitan kepada kami untuk pulang.
"AMES, GUE MAU KETEMU HAKIM DULU, YAA!" teriak Maura sembari berlari. Melihat tingkah Maura, gue cuma bisa tekekeh. Kedua teman gue itu memang saling menyukai, tetapi tidak ada satu pun dari mereka yang berani untuk menyatakan perasaannya. Lika-liku hubungan anak muda, begitulah pikir gue.
Usai mengisi botol minum di lobi fakultas, gue merenung sejenak di kursi lobi, kemudian melirik sekilas ke arah jam tangan yang melingkar di tangan kiri gue. Masih terlalu awal untuk pulang ke rumah dan gue sedang tidak diburu oleh tugas malam ini. Gue kembali merenung, memikirkan kemana tujuan gue selanjutnya.
"Beli es krim di Ragusa aja kali, ya," ucap gue bermonolog, "mumpung cuaca lagi panas gini, makan es krim pasti enak!"
Gue membuka aplikasi ojek online dan memesannya untuk mengantar gue ke tempat tujuan, yakni Ragusa Es Italia! Lokasinya tidak begitu jauh, hanya akan memakan waktu sekitar 30 menit dengan motor dari kampus gue.
Di Jakarta, jauh dan dekatnya perjalanan diukur dengan waktu, bukan jarak!
Tak sampai sepuluh menit menunggu, ojek online yang gue pesan pun tiba. Sang pengemudi motor langsung menancapkan gasnya menuju destinasi tujuan. Namun, seperti hari-hari lainnya, Jakarta di siang hari memang selalu macet! Bising suara klakson dan teriknya matahari yang menyengat membuat gue mengeluh tiada henti.
"Kak, mau lewat jalan tikus gak?" tanya sang driver.
"Saya ngikut aja, Mas," jawab gue seadanya.
Kami pun melewati jalan-jalan kecil yang mengitari daerah pemukiman penduduk. Akan tetapi, netra gue menangkap sosok yang tidak asing di seberang jalan. Rupanya, sosok tersebut juga menyadari kehadiran gue. Ia melambaikan tangan, kemudian secepat kilat menghampiri gue dan mengikuti gue dari belakang.
"Opi! Kenapa kamu ada di sini?" Gue bertelepati dengan Opi sebab tidak mungkin gue berbicara langsung padanya, bisa-bisa driver ojek online nanti mengira gue gila.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hey Jakarta [CITY]
Ficción General[Reality World] 17+ Tiap insan yang lahir di Bumi tentu memiliki pesonanya masing-masing, tetapi mereka tidak dapat memilih di mana mereka akan dilahirkan. Jakarta bukan hanya sekadar tempat Tuhan menapaskan hidupnya, menjelajah lebih jauh dari itu...