3. Sore di Taman Suropati

908 215 28
                                    

"Kapan ya hujan duit," keluh gue yang kini tengah duduk manis di bangku taman. Menatap ke arah langit yang cerah, gue melantunkan sebuah doa yang mustahil terjadi. "Ya Tuhan, Ames mau hujan duit biar bisa check out keranjang Shopee."

Menikmati embusan angin sore di Taman Suropati adalah pilihan yang baik untuk menenangkan diri. Biasanya sore hari seperti ini banyak orang yang datang ke taman, entah untuk berolahraga, piknik, foto-foto, atau sekadar melihat-lihat saja.

Beberapa burung merpati beterbangan, gue tersenyum melihat betapa leluasanya mereka mengudara di atas sana. "Enak ya jadi merpati, bisa terbang ke sana-sini, kalo capek tinggal pulang."

Sejak minggu lalu, gue merasa stres dan lelah. Banyak sekali hal yang membuat gue tertekan akhir-akhir ini, tetapi sumber utamanya adalah karena kontrol energi gue yang memburuk. Entah apa penyebabnya, gue mulai kesulitan untuk mengontrol energi yang gue habiskan dalam sehari.

Rasanya tubuh gue sangat mudah lelah, pikiran gue pun kacau, ambisi yang dahulu membara perlahan meredup. Gue menghela napas, kemudian mengedarkan pandangan gue ke sekitar, melihat orang-orang yang tengah berfoto ria di dekat Monumen ASEAN.

Oh iya, di Taman Suropati terdapat enam monumen dari mancanegara. Monumen-monumen tersebut dikenal sebagai Monumen ASEAN. Alasan pembangunan monumen ini adalah untuk meningkatkan rasa persatuan negara-negara di ASEAN, khususnya pada bidang seni patung. Keenam monumen itu berasal dari Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, dan Brunei Darussalam. Masing-masing patung memiliki maknanya tersendiri. Gue cukup tahu tentang Monumen ASEAN karena sempat mencari tahu tentang hal tersebut di Google ketika gue pertama kali menginjakkan kaki di taman ini.

Di hadapan gue saat ini ada beberapa anak kecil yang tengah memberi makan burung merpati. Mereka terlihat begitu senang memberi makan burung-burung itu. Sejenak gue berpikir, sungguh mudahnya anak kecil merasa senang hanya karena memberi makan burung merpati. Gue juga mau kembali ke masa kecil, masa di mana gue tidak perlu memikirkan banyak hal yang membuat gue tertekan.

"Jangan bengong gitu, Neng. Gak baik, lho." Sesosok makhluk tiba-tiba saja ikut duduk di samping gue. Dari rupanya, makhluk ini nampak seperti seorang paruh baya.

"Gak bengong, cuma lagi meratapi masa depan aja," jawab gue dengan helaan napas. Karena tak ada orang yang duduk di dekat gue, makanya gue berani menanggapi perkataan makhluk tersebut.

"Masa depan jangan diratapi, Neng, tapi direncanakan."

Mendengar balasannya, gue hanya mengangguk pelan. Dirinya benar, masa depan bukan untuk diratapi, tetapi untuk direncanakan. Untuk apa meratapi hal yang masih dapat kita ubah?

"Neng, saran saya mah kalau Eneng lagi capek, mending istirahat. Jangan paksa diri Eneng, kasihan itu badan masih muda," celotehnya yang membuat gue mengernyitkan dahi. Baru kali ini gue ketemu sama makhluk halus sepeduli dia?

"Makasih ya," kata gue singkat. Setelahnya, makhluk itu menyengir dan pindah untuk menghampiri pengunjung lainnya. Gue memejamkan mata, menghirup dalam-dalam udara taman yang cukup asri karena tidak terlalu tercampur polusi.

Yes, I wanna do a retrocognition.

Gue membuka mata, mendapati sebuah pemandangan baru yang belum pernah gue lihat sebelumnya. Walaupun gue sudah pernah beberapa kali berkunjung ke Taman Suropati, gue belum pernah melakukan retrokognisi di tempat ini.

Tahun 1920, inilah tahun yang gue tuju. Gue melakukan retrokognisi kali ini secara sengaja sehingga gue bisa menentukan tahun berapa yang akan gue lihat. Netra gue mengedar, mengamati dengan jeli tiap aspek dari Taman Suropati pada tahun ini.

Berdasarkan penglihatan gue, taman ini benar-benar terlihat berbeda! Kalau di masa depan taman ini nampak asri dengan pepohonan, bunga-bunga, dan air mancur, kini yang gue lihat cukup berbanding terbalik dengan yang ada di masa depan. Tak banyak tanaman yang ditanam di sini, bahkan mungkin pohon-pohon besarnya pun dapat gue hitung jari.

Hey Jakarta [CITY]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang