BAB 8

201 40 3
                                    

□■□■□■□■□

Naruto datang terlambat ke sekolah, mungkin saja menjadi sesuatu yang biasa. Namun datang dengan babak belur, tidak pernah dibayangkan oleh banyak orang di kelas itu akan terjadi pada pemuda tersebut.

Orang pertama yang berani menghampiri, menanyakan kondisinya adalah Sasuke Uchiha. "Kau baik-baik saja? Mukamu kenapa bisa sampai seperti ini?" sebelum duduk di kursinya, Naruto menghela napas, menunjukkan betapa kesal dia pagi ini karena ulah seseorang. "Kau dihajar anak dari sekolah lain?"

"Anak perempuan dari sekolah lain," Naruto bergumam, dia hanya tidak mau dipermalukan oleh segelintir orang tak menyukainya di kelas itu. Walaupun tidak ada yang menunjukkan secara terang-terangan, sudah sepantasnya anak menyebalkan seperti dia dibenci dengan alasan yang tidak masuk akal sekalipun. "Gadis Instagram itu memukul agar aku cepat keluar dari apartemennya."

"Apa?"

"Tidak usah tanya lagi," tukas Naruto, Sasuke kemudian duduk dengan tenang. "Suasana hatiku semakin buruk, aku akan buat perhitungan dengannya. Kau tahu, jika seseorang tidak menyukai tingkahmu, buat mereka jadi lebih tidak suka."

"Aku lihat penampilanmu masih sama," Sasuke mencermati, kaus yang dikenakan pemuda itu terlihat masih baru. "Sebelum memakainya, kau harus mencabut benda ini dulu," dia hampir tertawa ketika harga kaus masih tertera di bagian leher Naruto. "Kau pasti benar-benar kesal pagi ini, sampai hal sekecil ini pun kau melewatkannya."

Tidak ada yang tidak kesal diusir secara tidak hormat seperti itu. Walaupun begitu, dia sadar akan kesalahan yang diperbuatnya, datang di waktu yang kurang tepat, belum lagi tanpa undangan. Gadis mana pun kecuali Hinata Hyuuga mungkin tidak mempermasalahkan, Naru hanya belum bisa membedakannya, dan menyamaratakan dengan semua anak perempuan yang ditemuinya.

"Ini memang salahku."

Sasuke menoleh, takut salah mendengar. "Apa?"

"Aku mengajaknya melakukan seks," pelipis Sasuke berkedut. "Ini semua salahku," tapi wajah Naruto tidak menunjukkan penyesalan. Pemuda itu menahan tawannya. "Tapi aku sedikit terhibur dengan wajah jijiknya. Dia pasti mengira kalau aku sudah gila."

"Kau memang gila," ujar Sasuke. "Kau kurang baik dalam hal merayu."

□■□■□■□■□

Setelah apa yang terjadi tadi pagi, laki-laki itu masih punya niat untuk datang kembali ke tempat tinggalnya malam-malam begini.

"Apa kau tidak lelah? Pulanglah ke rumah, lalu istirahat. Sepertinya kau belum tidur. Jika memang ingin membuat keributan, jangan datang ke rumahku."

"Sudah aku bilang padamu, kalau aku tidak punya tempat untuk tidur. Biarkan aku menginap semalam saja. Aku bisa membayar sewanya kalau kau mau. Tolong aku ya."

"Pergi ke motel kalau begitu," kata Hinata, dia bersedekap, menghalangi Naruto untuk masuk ke dalam. "Jangan membuat keributan, atau aku bakal teriak sekarang! Keamanan akan segera datang kemari untuk mengusirmu."

"Apa kau benar-benar sanggup melakukannya?"

Mata Hinata memicing. Pemuda itu mencoba memprovokasi dirinya, dan sepertinya lelaki itu tahu kalau semua ancaman itu hanya omong kosong belaka. Hinata semakin goyah, tetapi dia tidak boleh menyerah dengan tujuannya.

"Naruto Uzumaki."

"Apa?"

"Aku belum memperkenalkan diriku secara resmi, 'kan?" Naruto mengulurkan tangannya, dia berusaha berdamai dengan Hinata. "Hinata, aku benar-benar ingin mengenalmu lebih dalam. Apa tidak boleh? Kalau memang kau tidak ingin berpacaran denganku, kita bisa mulai dengan berteman baik."

ORANGE: Hard to LoveWhere stories live. Discover now