BAB 15

109 16 0
                                    

□■□■□■□■□

Tamu yang selalu datang tepat mendekati makan malam tidak lain adalah Naruto. Dengan langkah yang mantap Hinata mendekati pintu apartemennya, lalu mendorong pintu itu hingga menemukan Naruto lagi-lagi membawa banyak kantong belanja yang isinya siap memenuhi lemari esnya.

"Sudah aku bilang, kau tidak perlu melakukannya."

"Aku belanja untuk makan malam kita berdua yaitu carbonara." Hinata terperangah, dia tidak yakin harus membuat makan malam barat untuk kali ini, karena sejujurnya dia tidak terlalu bisa memasaknya. "Biar aku saja yang melakukannya. Aku tahu kau tidak bisa memasak itu untuk kita."

"Kau benar, aku tidak bisa membuat spageti. Aku hanya ingin mengisi perut dengan masakan rumahan yang sederhana," ujar Hinata agaknya tersinggung ketika Naruto meragukannya. "Lalu, kau bisa memasak? Sejak kapan? Kau tidak pernah menunjukkannya padaku."

"Karena kau tidak pernah memaksaku untuk memasak."

"Ya, karena kupikir kau akan menghancurkan dapurku," Naruto mengangkat belanjaannya, Hinata lupa mereka masih berdebat di depan pintu. Jika terlalu lama melakukannya, sudah pasti tetangga menyebalkan itu akan memperingatkannya dengan suara keras. "Oh, baiklah, masuk."

"Apa kau tidak suka spageti, Hinata?"

"Uhm, aku suka."

"Aku tahu. Kau suka semua makanan. Aku suka gadis sepertimu," Naruto berlutut di depan lemari es, segera setelahnya memasukkan seluruh bahan makanan itu ke dalam sana. "Aku suka punya pacar yang tidak menyia-nyiakan makanan."

"Sudah aku bilang, kita belum berpacaran."

"Kau yakin? Bagaimana dengan tadi pagi? Kau mengakui itu kepada Neji," Hinata memutar bola matanya, tampak jengah mengingatnya. "Kau akan mengatakan padaku bahwa itu demi menyelamatkanku dari amukan Neji? Oke, itu lucu sekali. Terlihat seperti aku tidak mampu mengatasinya."

"Kau ingin bertengkar denganku sekali lagi? Seperti tadi pagi?"

Naruto berdiri, dia tersenyum lebar. "Tidak. Aku tidak cukup berani untuk memulai pertengkaran. Aku tidak punya tenaga, karena aku butuh makan malam sekarang. Jadi, pergi nonton sesuatu di televisi, aku akan menyiapkan makan malam untuk kita."

"Kau serius? Kau tidak mengizinkan aku melihat bagaimana kau memasak spageti? Aku bisa menjadi asisten yang baik," Hinata terdengar memohon, karena dia bukan gadis yang suka berdiam diri sementara orang lain membuatkan sesuatu untuknya. "Aku tidak membuatmu panik. Tidak akan ada komentar tidak penting nanti. Aku janji."

"Baiklah, kau bisa membantuku."

Naruto tidak ragu untuk mengenakan apron milik Hinata. Pemuda itu mengikat tali apron dengan sangat baik ke tubuhnya.

"Kau benar-benar cocok mengenakan apron itu. Aku baru membelinya kemarin," Hinata agaknya menyesal karena dia harus memilih motif bunga, tak sekalipun terpikirkan bahwa Naruto suatu hari nanti akan mengenakan apronnya untuk memasak makan malam mereka seperti hari ini. "Aku akan membeli yang polos lain kali." Pemuda itu hanya menanggapinya dengan senyuman.

"Lihat baik-baik, bagaimana caraku memasak carbonara untuk makan malam kita."

Dapur yang dimiliki oleh apartemen sejenis studio tidak besar. Apartemen seperti itu hanya memiliki meja dapur dan dua kabinet dilengkapi dengan pengisap asap.

Di bawah pengisap asap terdapat kompor yang sudah dilengkapi oleh pemanggang, dan semuanya memang tidak terlalu besar. Ini tak seperti dapur di rumah ayahnya atau rumah kakeknya, pun tidak sebesar dapur di apartemen milik Sasuke. Walaupun begitu, Naruto tidak merasa terganggu dengan pergerakan yang minim. Dia masih bisa memasak dengan nyaman di sana bersama Hinata.

Bacon setengah beku itu dikeluarkan dari pembungkus, lalu direndam ke dalam wadah berisi air. Sebelum digunakannya sebagai salah satu bahan utama membuat carbonara, dia perlu mendiamkan setidaknya lima menit menunggu bacon tersebut melunak.

Setelah direndam, Naruto mengambil bacon, mengirisnya berbentuk persegi. Hinata tidak menyangka bahwa Naruto cukup mahir menggunakan pisau. Dia tahu bagaimana caranya mengiris bacon.

"Apa kau suka keju?"

"Ya, tambahkan lebih banyak."

Sebelum memulai, dia perlu menyiapkan telur dan keju pecorino, sebagai bahan utama untuk carbonara selain pasta. Di atas teflon yang dipanaskan menggunakan api besar, Naruto segera memasukkan bacon yang sudah dipotong ke dalamnya, hingga lemak-lemak alami yang keluar dari bacon membuat Hinata tersenyum.

"Aku perlu menggoreng sampai agak garing."

Di atas kompor lainnya, panci yang mendidih itu membuat Hinata melongok.

"Bisa bantu aku? Masukkan pasta ke dalam sana, karena airnya sudah mendidih," Naruto menyerahkan satu sendok garam kepada Hinata. "Jangan lupa masukkan ini dulu ke dalam panci sebelum kau merebus pastanya."

Hinata melakukan apa yang diperintahkan oleh Naruto. Dia senang bisa membantu, dan berharap suatu hari nanti dia bisa membuat carbonara untuk mereka berdua. "Aku perlu berapa menit untuk merebus pastanya?"

"Satu menit saja, biarkan masih tetap mengeras nanti, lalu tiriskan."

Naruto perlu memisahkan putih telur dan kuning telur di wadah yang lain. Ketika kuning telur sudah dipisahkan, dia menambah keju pecorino ke dalam sana, lalu mengaduknya hingga rata sampai menggumpal seperti adonan. Ia pun segera memerintahkan Hinata untuk mengambil satu gelas air bekas pasta, dan dia juga meminta gadis itu untuk segera meniriskan spageti agar tidak mengembang di dalam panci.

Setelah ditiriskan, tanpa menunggu, Naruto segera melempar pasta itu ke atas teflon di mana bacon sudah mulai garing, lalu menambah air bekas pasta tadi. Suara penggorengan semakin membuat Hinata tidak sabar untuk menikmati.

"Aku semakin lapar sekarang."

"Tunggu, sebentar lagi."

Adonan dari telur dan keju, dimasukkan ketika seluruh lemak-lemak dari bacon bercampur dengan pasta. Ketika semua bumbu itu merata, Naruto segera menambahkan lada ke dalamnya.

"Ambil dua piring untukku," pinta Naruto sembari dia mengusap kepala Hinata, meminta gadis itu untuk bersabar.

Hinata menyiapkan dua piring di atas meja, sementara Naruto mengangkat teflon tersebut dari kompor. Dia menghidangkan sesuatu yang membuat Hinata terperangah, dan memberikan porsi paling besar untuk gadis itu yang jauh lebih antusias ketimbang dirinya. Untuk sentuhan terakhirnya, Naruto perlu menaburkan peterseli kering di atas pasta tersebut.

"Ya ampun, ini kelihatan sangat enak."

"Aku tidak pernah gagal memasak sesuatu, Hinata," Hinata melirik Naruto dengan tidak yakin, dia perlu mencicipinya, tetapi Naruto menghalangi. "Jika kau menyukainya, apa kau mau memberikan ciuman selamat makan untukku nanti?"

"Kau yakin carbonara buatanmu akan memuaskan rasa laparku?"

"Kenapa tidak?" Hinata tertawa. "Aku mulai bisa memasak saat aku memutuskan untuk lari dari keluargaku. Aku belajar hidup mandiri sepertimu mulai saat itu," Naruto menghela napas. "Namun, beberapa orang tidak setuju, dan tetap memberikan fasilitas, yaitu kakekku. Kapan-kapan aku akan memperkenalkannya padamu."

"Sebagai apa?"

"Uhm, apakah aku harus bilang padanya hubungan tanpa status?" Hinata merasa akan ada kesalahpahaman semakin besar di dalamnya jika dia tidak segera meyakinkan dirinya sendiri mengenai hubungannya dengan Naruto. Kejadian malam itu masih membekas, dan bagi Hinata, itu sesuatu yang tidak boleh terulang kembali. "Hinata."

"Katakan padanya bahwa aku pacarmu."

"Sungguh?" semangat itu meluap dari diri Naruto. Ia tak mau menutupi bahwa dia bahagia mendengarnya. "Jika kau menyukai masakanku, berarti kau siap menjadi pacarku."

Hinata tersenyum lebar, dia segera menikmati carbonara tanpa menunggu sang koki yang memasaknya mempersilakan. Dan tidak disangka-sangka, masakan itu mampu membuat Hinata melebarkan kedua matanya ketika satu suap spageti masuk ke mulutnya. "Enak! Enak sekali!"

□■□■□■□■□

BERSAMBUNG

ORANGE: Hard to LoveWhere stories live. Discover now