•
Vika tersadar jika ia tertidur dengan posisi Claude memeluknya. Kejadian kemarin sore masih teringat jelas di kepalanya. Bagaimana pengakuan Claude jika dia tak ingin Vika pergi dari sisinya itu membuat gadis bermanik abu hitam itu memerah.
Lagipula untuk gadis berusia genap tujuhbelas tahun itu adalah pernyataan cinta pertamanya. Jadi Vika tak tau harus bagaimana menyikapi pernyataan cinta itu.
Tangannya mengusap surai pirang yang bersandar di dadanya itu. Bergerak pelan-pelan agar sang pria tak terganggu oleh nya. Vika mendududukkan dirinya disamping kasur besar milik Claude itu. Manik abu hitam nya menerawang sekitar kamar milik raja tiran itu.
Gadis itu mulai heran karena tak melihat lukisan mantan tunangan di sekeliling kamar milik Claude. Padahal itu masih ada di skenario cerita utama sibap yang Vika baca. Lukisan milik Penelope masih ada sampai hati milik Claude mencair ketika menghabiskan waktunya bersama Athanasia.
"Kok ilang?"Batin Vika heran.
Vika mulai beranjak dari kasurnya pelan, ia beranjak menuju sofa yang berada disamping kasur milik Claude. Gadis itu mendudukkan dirinya disalah satu sofa, maniknya kembali menerawang seisi kamar. Mungkin jika diamati kamar Claude sedikit aesthetic, terdapat beberapa guci dan ada juga sebuah sofa tidur yang menjorok kedalam dengan kelambu disekitarnya.
"Across my memories."Bisik Vika sambil menyentuh lengan single sofa yang berasa ditengah-tengah kamar Claude itu.
Vika meletakkan dua telunjuknya didahi. Mencari sinyal untuk menyambung Spiritual Communication Array* dengan Lucas dan Calvin. Manik abu hitamnya melirik Claude yang tak beranjak dari posisi tidurnya. Ia pun mulai berjalan dan keluar dari kamar Claude, melangkah menuju kamar nya sendiri. Yang sebenarnya agak jauh dari kamar duda blonde itu.
"Punten?"Ucap Vika di Spiritual Communication Array.
"Mangga."Jawab Calvin spontan membuat Vika tertawa kecil. Lucas hanya geleng-geleng didalam Spiritual Communication Array.
"Tumben."Ujar Lucas yang terdengar sedang grasak-grusuk diujung sana.
"Aku butuh sesuatu untuk menyembuhkan Dark magic yang masih menyelubungi core spiritual milik Claude."Ujar Vika sambil bergegas berlari menuju kamar nya. Untungnya koridor diluar kamar Claude sepi dengan penjagaan, jadinya Vika tak ditanyai pertanyaan mengintimidasi oleh para pengawal kerajaan.
"Unalive aja si Kuro jejadian itu."Ujar Calvin yang membuat Vika mendelik.
"Hey, aku ingin Anastacius memiliki happy endingnya ya. Kita tak boleh membunuhnya begitu saja."Ujar Vika. Ia melirik sekitar jika ada seseorang. Tangannya menyentuh knop pintu kamarnya dengan lingkaran putih bersinar silau.
Cklek.
Vika menutup pintu kamarnya. Mendapati ia berada di dalam ruangan yang mirip dengan ruang kerja milik Calvin. Calvin yang merasakan keberadaan Vika pun menengok kearahnya.
"Tumben."Ujarnya lagi.
"Ya, tumben. Emang harus tumben kalo mau selamat dulu."Ujar Vika yang langsung melesat kearah rak buku yang berisi buku tentang Dark Magic. Tangannya terangkat membuat buku yang terpilih melayang ke udara, membacanya satu persatu dengan cermat di bab dimana Dark Magic bisa ditangani.
"Kau bisa bertanya Lucas lho. Lagipula penyihir menara itu pasti tau bagaimana cara menghilangkan Dark Magic itu."Ujar Calvin lagi sambil menatap majikannya yang sangat terburu-buru.
"Oke, aku sangat membutuhkan penyembuhan ini. Jantung Claude terlihat sangat parah, ada duri hitam yang mengikatnya disana. Aku tak bisa duduk dan berdiam saja."Ujar Vika sambil menatap Calvin yang menatapnya bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐲𝐨𝐮 𝐚𝐧𝐝 𝐢 ; 𝑪𝒍𝒂𝒖𝒅𝒆 𝒅𝒆 𝑨𝒍𝒈𝒆𝒓 𝑶𝒃𝒆𝒍𝒊𝒂
Фанфик╰─▸ ❝ 𝑃𝑎𝑠𝑡 𝑤𝑖𝑙𝑙 𝑏𝑒 𝑝𝑎𝑠𝑡 𝑎𝑛𝑑 𝑡ℎ𝑒 𝑓𝑢𝑡𝑢𝑟𝑒 𝑖𝑠 𝑎𝑛𝑜𝑡ℎ𝑒𝑟 𝑑𝑎𝑦. ❞ 𝑪𝒍𝒂𝒖𝒅𝒆 𝒅𝒆 𝑨𝒍𝒈𝒆𝒓 𝑶𝒃𝒆𝒍𝒊𝒂 × 𝑹𝒆𝒂𝒅𝒆𝒓