20. UKS.

152 18 2
                                    

HAPPY READING

Kamu nggak harus menjadi terang untuk menyinari gelapnya malam seseorang.





Dimeja makan pagi ini,semuanya berkumpul lengkap dengan opa-oma dan kakek-neneknya yang beberapa hari lalu sedang berada di luar negeri.

Semuanya terasa lengkap, kecuali satu orang yang semenjak kemarin belum ia lihat batang hidungnya.

Raina duduk duduk berhadapan dengan papahnya dan di samping kiri-kanannya terdapat Evano dan juga Abi yang mengapitnya.

" Kemarin kamu kemana aja nak. Katanya semua orang rumah nyariin kamu." Tanya sang kakek yang sedari tadi memperhatikan cucunya.

" Pergi bareng Rainner." Ujarnya tanpa menatap mata sang kakek, ia kembali melanjutkan makannya yang sempat tertunda tadi.

" Kalau mau pergi lagi harus bilang-bilang yahh. Biar kita tau kamu perginya kemana." Ujar Abi di sebelahnya, pria itu mengangkat tangan lalu mengelus kepala adiknya.

Tak terasa waktu sudah berjalan cepat, Raina sudah mengunyah habis makannya.

Ia melirik Gavin dari tempat pria itu berada. Gavin menunjuk-nunjuk dirinya sendiri lalu berkata tanpa mengeluarkan suara.

" Ke sekolahnya bareng gue." Ujarnya yang di mengerti Raina. Gadis itu mengangguk tanda mengiyakan ajak Gavin.

"Bentar lagi udah mau jam 7.00,kamu berangkatnya bareng papah sama mami yah... Biar bareng sekalian." Pinta Romy berharap agar anaknya mau di antar olehnya.

Ia menatap kedua orang yang ada didepannya. Jika di antar oleh Romy ia masih bisa mau. Tapi harus ada Bela ibu tirinya, kayaknya masih pikir-pikir dulu. Ia masih menaruh dendam pada wanita di depannya.

" Nggak, gu-ah..saya bareng kak Gavin." Hampir saja ia mengunakan lo-gue di hadapan banyak orang tua di sini.

"Kenapa nggak bareng papah sama mami aja sayang. Kan kita searah, lagipula kasihan ka Gavin yang harus bolak-balik nganter kamu." Ujar Bela lembut.

Raina mengeram kesal pada wanita di depannya ini. "Saya bilang nggak ya nggak. Nggak budek kan?" Tanya Raina di akhir kalimat, membuat wanita itu terdiam.

" Ayo Rain. Kita berangkat." Ujarnya Gavin memecahkan suara hening di ruang makan. Ia berdiri menarik tangan adiknya lembut lalu berjalan keluar rumah tanpa kata pamit pada mereka.

Semenjak dulu mamahnya pergi. Gavin tak lagi memberikan sebuah kecupan untuk keluarga sebelum pergi beraktifitas.

Rutinitas yang selalu di ajarkan Mona sedari dulu.

Dulu Gavin sangat bersemangat jika sebelum berangkat ke sekolah, harus dirinya lah yang pertama mencium papah-mamah dan kakak-kakanya. Kebiasaan yang tak lagi Gavin lakukan saat Mona telah pergi dari hidupnya.

Di pertengahan jalan Gavin tak henti-hentinya melontarkan senyumnya pada Raina yang sesekali mencuri pandang pada gadis itu.

" Jangan pacaran dulu yah dek, rasanya gue nggak rela lo cepat-cepat di ambil orang." Ujarnya.

" Cih dasar egois, lo aja udah punya  pacar. Masa gue nggak boleh." Tungkas Raina yang tak setuju perkataan Gavin.

" Lah gue kan udah gede. Boleh pacaran dong, lo mah masih kecil, karena cinta itu nggak selamanya indah dekk." Ujarnya mendramatis situasi.

" Halah,lo aja pacaran tuh sama anak SMA, ingat umur woyy." Ejek Raina, membuat Gavin terdiam mencari alasan.

" Udahlah. Tuh cewek lu udah nunggu." Ya benar Raina dan Gavin masih menjemput Andin di rumah gadis itu.

RAINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang