22. tidak tau.

138 17 0
                                    

Happy Reading

Percayalah pada dirimu, tidak semua orang benar. Yang tau tentang dirimu, ya kamu sendiri.


Rainner berjalan gontai di Koridor sekolah, badannya terasa remuk, baju yang acak-acakan dan beberapa lebam di wajahnya.

Lawannya kali ini sama-sama kuat,tapi sudah ia pastikan pria itu sudah masuk rumah sakit dengan keadaan kritis.

Tak dapat di pungkiri bahwa ia merasa puas dengan itu semua.

" Raina. " Liriknya menatap seorang gadis didepannya. Ie tersenyum kecil, mendekat pada gadis.

Sedangkan Raina berdiri dengan wajah tenangnya menatap Rainner yang sudah babak-belur di depannya.

Tanpa di kendalikan tubuhnya terjatuh pada Raina.

"Rainner! "

Karena tak siap menyangga tubuh Rainner,tubuhnya pun ikut terjatuh ke lantai dengan memeluk erat kepala pria itu.

Ia panik bukan main, karena sepanjang koridor hanya dirinya dan juga Rainner.  Para penghuni sekolah tak ada yang di luar, semuanya di dalam ruang mereka masing-masing.

Raina bertanya dalam hati, apa yang membuat Rainner menjadi seperti ini, dengan banyak luka di bagian tubuhnya.

Bagaimana jika tak ada dirinya mungkin saja Rainner terjatuh dan tak ada satu orang pun yang menolongnya.

Ingin membopong tubuh Rainner dirinya tak mungkin sangup.

Jauh beberapa meter dari tempatnya seseorang berperawakan tinggi dengan kaca mata minus yang bertenger rapih dimatanya.

Pria itu Cakra yang baru saja keluar dari ruang OSIS seorang diri.

Cakra berjalan kearahnya dan Rainner, "Cakra tolongin Rainner. " Mohon Raina, berharap pria itu membantunya kali ini.

Hanya Cakralah satu-satunya orang saat ini, yang mampu menolongnya. Walaupun hubungan keduanya tak akur, ia berharap Cakra masih memiliki jiwa sesama penolong. Dan ia berharap itu.

Yang Cakra lakukan hanya diam,lalu pria itu berujar, "Gue nggak ngurusin sampah kayak kalian, yang udah bolos sepagi ini." Katanya lalu melirik jam di pergelangan tangannya.

" Kita nggak lagi bolos bangsat, lo nggak lihat Rainner pingsan Hah!!" Masih pagi begini, Cakra sudah menguras emosinya. Bangsat emang.

Dasar Cakra bangsat, tak ada hati untuk membantu sedikit pun, bahkan ia mengatakan kami sampah,mungkin  Mamihnya tak pernah mengajarkan etika. Jika saja ia berada di orang yang tepat, mungkin saja perilakunya tidak akan seburuk ini.

Raina turut prihatin dengan kelakuannya.

Cakra menaikan bahunya acuh, "Gue nggak peduli." Gadis itu tak habis pikir dengan jalan pikir pria itu.

Secuek-cueknya Raina ia tak mungkin membiarkan orang yang meminta pertolongannya.

Raina menatap tajam ke arah Cakra,
" Lo!" Tunjuk Raina.

" Manusia yang paling nggak punya hati." Lanjutnya lagi.

Cakra menatap remeh pada Raina, "Emangnya lo juga punya hati? Bahkan lo udah rebut perhatian papah sama saudara dari gue. Lo yang udah ngerebut kebahagian gue Raina."

" Lagi pula juga gue nggak tertarik buat nyelamatin nyawa orang." Lanjutnya.

Raina mengepal tangganya kuat, "Jangan bawah masalah keluarga di sini, anjing." Mulut Raina tak bisa menahan segala umpatan pada Cakra, kalau bukan saja Rainner yang sedang berada di pangkuannya, mungkin saja ia sudah menghajar pria di depannya.

"Kalau lo kenapa-kenapa di jalan, yang bakal gue lakuin cuman ngetawain lo sampe mampus. " Sumpah Raina yang tersalut emosi.

Dengan segala keegoisan Cakra, pria itu meninggalkan Raina dan juga Rainner di situ,kemudian pergi ke kelasnya.

"Cakra gue sumpahin lo jatuh kedalam got dan nggak ada yang nolongin. Mampus lo. "

Di sisa kesadaran Rainner pria itu berujar,"Mulut calon pacar gue jahat banget."

" Anjing, mati aja lo sana!" Umpat Raina, membuat pria itu terkekeh kecil, kemudian jatuh pingsan di pelukan Raina.

" Ck, menyebalkan. "

...

Beberapa gadis masuk tergesa-gesa mengeser posisi Raina yang sedang menjaga Rainner.

Gadis itu tersingkir lalu memilih berdiri di pintu masuk UKS.

Beberapa gadis itu mulai mengelilingi bangsal milik Rainner, ada yang mulai memijit-mijit pelan kaki dan tanggan pria itu.

Dan itu semua adalah mantan Rainner.

" Enak banget yah tu banci, di kelilingi cewek-cewek cantik. " Ujar Dito yang baru saja masuk dengan Alkana dan Jeno.

" Lo nggak cemburu Rain?" Celetuk Jeno.

Raina menggeleng.

" Lo kira ade gue suka cowok modelan Rainner? Gue sih ogah kalau sampai Raina mau sama dia. " Ujar Alkana merangkul bahu adiknya.

Raina cuman memutar bola matanya malas, lalu pergi meninggalkan semua  orang yang ada di sana. Tugasnya sudah selesai intinya sahabat pria itu sudah datang dan ia bisa bebas dari tanggung jawabnya.

Gadis itu berjalan menuju kantin, sebenarnya belum waktunya untuk para siswa beristirahat, tapi mumpung dari pagi ia sudah bolos jadi dirinya lanjut menunggu sambil waktu istirahat tiba.

Raina menelungkup tubuhnya di atas meja, sambil menscroll lagu apa yang bagus untuk di dengarnya.

Matanya melebar,tubuhnya menegang. Lagi-lagi notifikasi pesan email masuk ke handphone.

Pesan pertama di kirim padanya saja sudah  beberapa minggu ini menganggu pikirannya. Di tambah lagi pesan kedua dari email yang berbeda masuk lagi ke handponenya.

Entahlah siapa pengguna nomor yang tak di kenal ini. Ia berasumsi bahwa seseorang ini menyimpan rahasia besar yang tak dirinya tau.

" Hati-hati sama orang terdekat kamu, bisa jadi mereka penyebab ibu mu menderita sampai mati. " Isi pesan ini mampu membuat ia bimbang, antara harus percaya atau tidak. Entahlah dari pesan pertama dan kedua walapun dari email yang berbeda tetapi isinya tetap sama, yaitu tentang ibunya.

Raina berusaha mati-matian menahan gejolak yang ada. Siapa orang ini? Kenapa ia selalu membahas tentang kematian ibunya. Apa yang sebenarnya terjadi.

Ia sama sekali tak punyak bakat dalam mencari siapa sebenarnya pengguna email itu.

" Dia yang katanya berhati malaikat itu ternyata iblis yang sangat mengerikan. "

Lagi-lagi pesan dari email lain masuk ke handphonenya membuat gadis itu berkeringat dingin.

Raina tertuduk lesu, ia belum bisa menyambung puzel yang berantakan ini. Waktu kematian ibunya ia terlalu jatuh ke dalam kesedihan dan keterpurukan. Ia berpikir keras mengingat hal-hal yang menganjal tapi tak bisa. Ia merasa semua berjalan dengan seharusnya, ibu-nya meninggal lalu di makamkan.

Di ruangan yang gelap dan sepi seseorang terduduk di ujung pojok dengan di temani handphone di tangannya. Wajahnya pucat pasih, tak ada yang bisa masuk ke ruang itu untuk melihat seberapa berantakannya dia.

Ini menyakut sebuah fakta, fakta yang membuatnya harus jujur. Ia tak mau berada dalam ruang kesengsaraan. Ia tak mau keluarga atau dirinya mendapat ancaman kematian yang mengerikan.

Sudah cukup lama ia menderita, semua orang yang didekatnya mampu menjadi ancaman untuk dirinya dan keluarganya.

Ia mengigit jarinya ketakutan Ia mengirim setiap kata agar orang di sebrang sana mengerti apa yang ia pesankan.

" Semoga kamu mengerti. " Lirihnya dalam hati.



  🐇

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 17, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RAINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang