THE NEWS' HIGHLIGHT [PART 4]

95 16 0
                                    

2013: Sudut Pandang Orang Ketiga

Setelah pemberitaan mengenai Stephanie mencuat, banyak publik yang menaruh hati pada sosoknya. Sudah terlihat bahwa Stephanie membuat citra sekolah dan keluarganya menjadi lebih baik. Kini, ia sedang duduk di ruang student center setelah menemui kepala sekolah dan mendapat banyak pujian.

Rahayu--tentu saja--khawatir dengan salah satu siswanya yang menjadi pemeran utama hampir dari seluruh kisah triwulan pertama kelas dua belas ini. Ia memandangi sosok Stephanie yang sedang menikmati teh hangat darinya.

"Stephanie, gimana kabar kamu sekarang?" Rahayu memulai dengan menanyakan kabar. Ia ingin Stephanie lebih terbuka padanya saat ini. Jalan pertama yang bisa dilakukan adalah dengan menanyakan kabar sang puan.

"Baik, Bu. Aku lebih merasa happy dari hari-hari sebelumnya. Aku juga merasa lega karena gak perlu bersembunyi dari media dan juga teman-teman di sekolah." Stephanie menjawab setelah menyesap teh-nya.

Rahayu mengangguk perlahan sebagai bentuk memahami ucapan Stephanie. "Hm, Stephanie." Ibu guru itu memberi jeda pada pertanyaan berikutnya. Ia tidak ingin terkesan menginterogasi sehingga ia menata kalimatnya di dalam kepala sebelum akhirnya mengungkap tanya, "apa yang membuatmu akhirnya berani berbicara di depan publik? Bolehkah ibu tahu?"

Stephanie tersenyum pada guru tersebut. "Aku... sejujurnya takut, Ibu. Aku takut sekali. Tapi kalau aku tidak melakukannya, bagaimana dengan pandangan publik mengenai mama dan papa? Pandangan publik mengenai mereka begitu penting karena mereka merupakan... yah.. pekerjaan mama dan papa itu ada kaitannya dengan citra mereka, bukan? Papa yang seorang dokter bedah jantung dan mama yang seorang aktris. Bagaimana kalau mereka punya citra buruk? Most likely, pasien papa mungkin akan mempertanyakan papa dan mama mungkin akan kehilangan pekerjaannya. Aku gak mau itu terjadi. Cukup berita mengenai perceraian mereka saja yang mencuat, tidak perlu menjelekkan mereka dengan bilang mereka gagal mendidikku. Mereka gak gagal, Bu."

Rahayu sesekali mengangguk mendengarkan penuturan Stephanie. Ia memberikan tisu yang ada di mejanya pada gadis manis itu karena kedua bola mata Stephanie mulai terlihat berair.

Stephanie menelan ludahnya dan menerima tisu itu sebelum ia melanjutkan, "...aku...yang gagal itu aku, Bu. Bukan didikan mama dan papa. Seumur hidupku, aku gak pernah dibentak mama. Seumur hidupku, papa sangat baik padaku. Mama dan papa... adalah orang baik... itu saja, Bu alasanku. Oh... dan aku ingin menemani mama. Aku ingin kakek mengizinkanku menemani mama dan ikut jalannya."

Rahayu tersenyum. Ia melihat ketulusan putri keluarga Pramadana ini. Ia yakin, berita tentang dirinya pergi ke night club itu tidak benar adanya. Kalau pun itu benar, mungkin ada alasan di balik itu.

"I am proud of you, Stephanie. I am proud of you."

Seketika, air mata gadis berambut panjang itu turun terus dan terus turun. Ia bahkan mengedipkan matanya untuk mencoba menghentikan namun tak dapat ia bendung sama sekali.

Kalimat yang diutarakan oleh Ibu Rahayu sangat menyentuh hatinya. Kalimat itu yang amat ingin ia dengar. Kalimat itu bisa menghapus seluruh keraguan akan dirinya. Kalimat itu dapat menjadi penenang.

Stephanie menangis lagi. Kali ini karena haru.

***

Selepas pulang sekolah.

Johan memejamkan kedua matanya. Ia perlu meminta maaf pada Almira, bukan? Tapi perempuan itu bukan perempuan sembarang. Johan tahu, Almira tak akan suka bunga, tak akan suka uang, tak akan suka barang mahal.  Jadi, di sanalah Johan, di restoran hotel keluarganya, sedang berdiri mematung hanya membawa dirinya sendiri. Sementara para karyawan lainnya merasa tak nyaman diperhatikan oleh anak bos--walau sebenarnya Johan hanya terpaku pada Almira.

"Elo tuh ganggu, tahu?" Almira yang bicara.

Johan terkejut saat Almira menyapanya. Dengan kikuk ia menatap Almira. "Oh ya.. sorry."

Almira memutar bola mata. "Mau ketemu siapa?"

"Oh, elo." Johan masih merasa canggung. Dia juga bingung harus menjawab apa.

"Gue? Kenapa? Gue dipecat?" Todong Almira. Perempuan itu tidak getir. Dia menatap santai Johan.

"Engga, duh. Bisa ngomong di luar aja gak?" Johan merasa berpasang-pasang mata melihat mereka. Rasanya tidak nyaman karena ini memalukan baginya.

Almira mencibir. Bisa-bisanya mau bertemu dengan dirinya tapi meminta berbicara berdua saja nadanya seperti perintah!

"Enggak. Lo gak liat gue lagi kerja?" Almira menolak mentah-mentah sembari berkacak pinggang.

"Oke." Johan menutup kedua matanya untuk menenangkan diri. Di dalam otaknya sudah berderet kalimat permohonan maaf. Tangannya ia tautkan di depan, seperti seorang atlet bola yang menjaga gawangnya saat tendangan bebas dari lawan. "Maaf. Maafin gue karena nuduh lo."

Almira memiringkan kepala. Dia sedikit tersentuh dengan permintaan maaf si anak konglomerat ini. "Oh? Gak bawa apa gitu?". Perempuan itu menaikkan kedua alisnya.

"Bawa....? Apa?" Johan jadi terlihat bingung dan semakin canggung.

"Yah biasanya orang kaya suka bawa barang mewah buat minta maaf? Atau... bunga?"

Johan mengernyit. "Lo ga akan suka. Atau.... lo sebenernya suka hal kaya gitu?!"

Almira mencibir. "Menurut lo?"

Johan menggeleng polos.

Puan itu tersenyum puas. "Good. Oke. Let's be friend again. Jangan lakuin lagi loh. Gue gak akan nerima maaf yang kedua."

Lega. Itu lah yang dirasakan Johan. Ia bahkan tidak bisa mengungkapkan rasa leganya melalui kata-kata. Ia diam terpaku.

"Tapi, Jo. Gue pengen tahu kenapa menurut lo gue gak suka permintaan maaf norak ala orang kaya?" Ternyata, Almira belum selesai bicara.

"Ah, itu." Johan terlihat sedikit berpikir. Ia sebenarnya sedang menata kata-katanya. "Elo... bukan perempuan sembarang."

Almira sangat puas dengan jawaban Johan. Ia tersenyum.

"Oke, Bos! Gue akan kerja keras biar restoran lo makin laku!" Tutur Almira dengan riang. Kentara sekali ekspresi gembiranya. Hal itu menular pada Johan.

Johan tersenyum.

***

To be continued

***

Halo, teman-teman! Untuk ke depannya aku akan update di hari Sabtu ya! Karena kegiatanku mulai padat lagi! Stay safe everyone! ♡

Oh iya share yuk! Kalau kamu, apa kalimat penenang yang bisa bikin kamu nangis meler kaya Stephanie?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 13, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

CLASS OF '14 [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang