I'M WITH YOU [PART 4]

79 15 2
                                    

2013: Priyanka Rahayu [POV]

Aku menganga ketika aku tahu ke mana bocah remaja ini membawaku.

Hotel?!

Sebentar, tadi kita berbicara tentang tindakan kriminal dari Pak Prabu. Apakah tindakan kriminal ini di hotel?!

Aku memandangi Johan dengan tatapan terkejut dan penuh tanya. Si anak remaja malah meminta helm-ku untuk ia simpan di motornya.

Tidak lama, kami sampai di lobi. Sepertinya, seluruh staf mengenal Johan hingga Johan selalu disapa dengan amat sopan. Anak remaja itu juga membalas dengan senyum mengembang dan sesekali melambaikan tangan bak artis.

Dari sini aku tahu bahwa ia adalah putra pemilik hotel ini.

Namun, tahu bahwa ia pemilik hotel tidak dapat membuatku tidak menghela napas melihat kelakuan muridku itu.

Kembali lagi, aku bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi?

Johan membawaku ke kamar nomor 945. Dia membawa kunci cadangan. Oh, sebelum naik lift, dia meminta kunci ruangan 945 yang dipesan atas namanya. Aku mendengarnya sekilas.

Ketika pintu kamar itu terbuka, aku tidak melihat siapa-siapa. Namun, dua detik kemudian, sosok yang ku kenal muncul.

Samuel.

Dari semua siswa, Samuel.

Samuel menatapku bingung.

"Sam, Bu Rahayu." Johan seperti memperkenalkan ku pada Samuel. Lelaki remaja sopan itu menyapaku.

"Ibu kalau mau ketemu Stephanie, masuk, Bu." Tuturnya.

Stephanie?

Dari sanalah aku tahu apa yang sebenarnya terjadi.

***

Stephanie bercerita dibantu oleh Almira. Namun, karena Almira harus bekerja, anak remaja itu pamit setelah memeluk temannya.

Setelah tahu, aku menimbang-nimbang. Ini bukan perkara kecil. Pelecehan seksual adalah kasus besar! Pak Prabu bisa dituntut oleh keluarga Pramadana, jika si kembar mau mengungkap hal ini pada keluarganya.

Aku menelpon temanku, seorang psikolog yang memiliki komunitas pendampingan perempuan. Kasus seperti ini biasanya menjadi kasus-kasus yang didampingi oleh temanku.

Selang tiga puluh menit, temanku datang. Darinya lah Stephanie kini mendapatkan pendampingan psikologis, seperti pertolongan pertama. Bersama Stephanie, ia juga menimbang-nimbang apakah akan membawa kasus ini ke jalur hukum atau tidak. Gugatan hukum ini hanya dapat dilakukan bila Stephanie menyetujuinya. Aku mendampingi Stephanie di sana. Namun, ketika Stephanie sepertinya butuh ruang tanpaku, aku memilih pergi menjauh.

Johan dan Samuel berbincang di balkon. Aku melihat mereka berdua. Maka, ku putuskan untuk mengikuti dua bujang itu--berbincang di balkon.

Dua bujang itu menatapku, seperti menunggu aku mengatakan sesuatu. Samuel terlihat siap menerima makian, tapi juga ada kerlipan ketangguhan di matanya. Sementara Johan hanya senyam-senyum cengegesan. Khas dia sekali.

"Thank you..."

Ucapan itu memang sangat ingin aku utarakan pada keduanya. Walau cara yang dilakukan cukup brutal, tapi mereka berhasil menyelamatkan Stephanie.

Kedua lelaki remaja tersenyum padaku.

"Tapi yang kalian lakukan itu..." Aku menghela napas, memberikan jeda pada kalimatku. "...bukan hal yang patut dipuji juga. Kekerasan. Terutama kamu, Johan."

Padahal, aku dengan tegas mengatakan itu, tapi remaja bernama Johan malah terbahak.

"Ibu, aku sudah terbiasa dengan kekerasan. Bukankah hidup juga begitu, Bu?"

***

Tentu saja ketika keluarga Pramadana mengetahuinya, mereka benar-benar geram dan tidak tinggal diam. Ayahnya, dokter Julian, sang ibu, Dian Kemuning, dan bahkan kakeknya sampai menyempatkan diri datang ke sekolah dua hari kemudian.

Pemecatan langsung dilakukan oleh kepala sekolah pada Pak Prabu. Selain itu, tuntutan juga diberikan pada Pak Prabu. Tuntutan ini sangat memberatkan mantan guru itu karena Stephanie memiliki bukti kuat bahwa Pak Prabu melakukan tindakan pelecehan.

Desas-desus tentang itu tercium oleh para siswa. Walau pun berusaha keras untuk dalam diam menangani kasus ini, namun kedatangan keluarga Pramadana, kepergian Pak Prabu, dan ketidakhadiran Stephanie di sekolah tentu saja sebuah kebetulan yang membuat mereka berspekulasi.

Stephanie tak masuk selama dua minggu. Aku tidak bisa membayangkan menjadi dirinya. Baru saja ia menerima kenyataan bahwa keluarganya akan berpisah, kini ia menjadi korban dari sebuah kasus yang bisa membuatnya trauma berkepanjangan.

Aku mengunjungi Stephanie selama ia tidak masuk. Syukurlah, ada perkembangan yang baik dari mental anak ini. Pendampingan yang dilakukan oleh temanku terbukti membantu Stephanie untuk bangkit. Tapi ku tahu, pasti tidak mudah.

Anak muridku ini hebat.

Aku sangat kagum.

dan teruntuk dua lelaki brutal itu...

mereka sebenarnya mendapatkan 3 hari skors, dilarang masuk sekolah.

Anyway, pandanganku terhadap Johan jauh berubah. Dia tidak seperti anak yang sering diperbincangkan oleh guru-guru. Ku pikir, dia sebenarnya anak yang baik.

Aku cukup penasaran tentangnya.

***

halo! apa kabar? semoga sehat ya! selalu patuhi protokol kesehatan! aku seneng banget bikin kisah ini. buatku, kisah ini kaya refreshing setelah aku berjibaku dengan tugas hikssssss. semoga tugas teman-teman juga selesai dan bisa beristirahat <3

by the way, apakah kalian juga penasaran dengan sosok Johan?

CLASS OF '14 [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang