Sister ILY: 3. Lost Control

8.5K 277 4
                                    

"Kakak mau ngapain...?"

Clia tidak menggubris pertanyaan Adiknya tetap melanjutkan aktivitasnya, sampai semua kancing terbuka, tidak ada protes dari Grace, karena ia terlalu mengigil membuatnya seakan mati rasa, tapi mata Grace membulat ketika melihat Clia juga ikut membuka bajunya, menarik selimut yang kini menutupi tubuh keduanya, dan di balik selimut itu Clia memeluk Grace erat.

"Merasa lebih baik?" tanya Clia, menatap manik coklat milik Adiknya dengan perasaan khawatir yang melanda hatinya, dan Grace hanya mengangguk lemah

"Lain kali jangan lakukan hal ini lagi, kalau kamu sampai terkena hipotermia itu bahaya, Grace." tegur Clia, membuat Grace tersenyum dengan bibir pucatnya

"Grace suka liat Kakak khawatir." ungkap Grace, membuat Clia menghela nafas pelan dengan sorot mata yang tidak lepas dari bola mata coklat yang indah itu

"Tapi aku tidak suka melihat mu seperti ini, Grace. Aku akan sangat membenci diri ku jika terjadi sesuatu yang buruk pada mu." kata Clia, terlihat jelas ia sangat mengkhawatirkan adiknya

Grace tersenyum mendengar kata manis yang Clia ucapkan, sangat jarang Clia bisa bersikap sehangat malam ini, padahal dulu saat mereka tinggal bersama tiada hari tanpa bertengkar, pasti ada saja perkara yang akan mereka debatkan, tapi kini Clia bersikap begitu baik sehingga membuat Grace luluh, dan tidak ingin bertengkar dengan Kakaknya.

"Grace ingin terus seperti ini." tangan Grace membalas dekapan Clia, tangannya menyentuh kulit punggung Cila membuat gadis itu menegang

"Jika sudah tidak dingin kita bisa tidak terlalu dekat." kata Clia terdengar gugup, dan hendak menjaga jarak, tapi tangan Grace menahannya, seakan tidak memberi izin

"Sebentar lagi saja, masih sedikit terasa dingin." Clia hanya menghela pasrah, sedangkan jantungnya seakan ingin lompat dari tempatnya

Clia merasakan dada Grace menempel pada miliknya yang tertutup bra, dan itu membuat Clia semakin gelagapan, tapi ia tidak mungkin mendorong tubuh Grace agar menjauh, karena Grace bilang ia masih merasa kedinginan. Clia hanya bisa menahan dorongan dari dirinya, bagaimana pun ia tidak boleh melakukannya.

"Grace, bisa Kakak keluar sebentar." Grace langsung menggelengkan kepalanya, membuat Clia menghela nafas

Terlalu sulit, Clia membelai pipi Grace lembut, wajah keduanya semakin dekat, sampai Grace membulatkan matanya begitu merasakan sesuatu yang kenyal melumat bibirnya. Ciuman itu tidak asing, ini seakan mimpinya tapi Grace berusaha menyadarkan dirinya, melihat Cila yang menciumnya dan memejamkan mata dan ini nyata. Ciuman lembut itu berubah berutal membuat Grace tidak nyaman dan berusaha mendorong tubuh Clia, tapi Clia lebih kuat darinya.

tangan Clia tidak tinggal diam meremas dada Grace yang tidak terhalang oleh apapun, suara parau Grace berusaha berteriak. Namun, ciuman Clia meredam suaranya. Batin Grace berkata tidak, tapi tubuhnya seakan mendamba sentuhan Clia, tapi Grace sadar ini keterlaluan sampai air matanya mengalir begitu saja, dan membuat Clia menghentikan aktivitasnya begitu menyadari Grace menangis.

"Maaf..." Clia bergegas menjauh mengambil pakaiannya, dan kembali mengenakannya

"Jadi ciuman itu nyata, aku tidak mimpi." kata Grace, membuat Clia menunduk bersalah

"Hm..Aku minta Maaf, Grace." hanya itu yang bisa Clia ungkapan, karena setiap kali dekat dengan Grace ia selalu merasa sulit mengontrol dirinya

"Aku benci sama Kakak!" ujar Grace memunggungi Clia

Clia hanya bisa menghela nafas, dan pergi membiarkan Grace sendirian. Clia duduk di sopa ruang televisi menyalakannya, ia hanya mengganti ganti siaran, karena tidak ada yang menarik untuknya, perkataan Grace tadi sangat mengganggunya, dan ia merasa sangat bersalah sudah melewati batas.

Dari arah pintu terdengar seseorang yang menekan bel berulang kali, Clia langsung mengeceknya."Ada apa malam begitu kamu datang, bukanya kita sudah tidak ada urusan." kata Clia begitu ia membukakan pintu, dan melihat seseorang yang bertamu di malam hari

"Sampai kapanpun kita tidak akan pernah selesai, Clia. Karena kamu adalah milik ku." tekanya, wanita itu mendorong Clia dengan satu tangannya, dan satu tangannya lagi membanting pintu begitu keras

"Apa mau mu, Zivanna?" ujar Clia dingin, bersama dengan tatapan datarnya pada wanita itu

Ziva kembali mendorong Clia, sampai Clia jatuh di sopa."Aku ingin diri mu, Cliantha." Ziva duduk di pangkuan Clia tanpa izin, mengarahkan bibirnya untuk mendapatkan ciuman Clia

"Jangan berharap, sudah cukup. Kita telah usai." Clia mendorong tubuh Ziva menjauh darinya

Begitu Clia bangkit dan berbalik ia melihat Grace berdiri di ambang pintu dengan selimut yang meliliti tubuhnya, tatapannya begitu dingin ia tunjukkan pada Clia, tapi begitu Clia menatapnya Grace berlalu pergi ke arah pantri. Clia kembali menatap Ziva yang tersenyum padanya, senyuman itu tampak menggelikan di mata Clia.

"Pulang Ziva ini sudah malam." pinta Clia dengan nada lembut, karena Ziva tipe wanita yang tidak bisa di kasari, ia akan semakin gila jika Clia berkata kasar

"Tidak, aku tidak bisa jauh dari mu, beri aku kesempatan untuk menjelaskan semuanya." Ziva berkaca kaca begitu mengatakannya

"Waktunya tidak tepat, jika aku sudah siap mendengarkan penjelasan mu maka akan aku hubungi." kata Clia, tapi Ziva malah memeluknya

"Ku mohon Artha." Clia menghela nafas, melihat Ziva menangis rasanya ia tidak bisa, bagaimanapun Ziva pernah menemaninya di saat dirinya rapuh

Clia membawa Ziva duduk di sopa, ia berlalu ke pantri tapi tidak ada Grace di sana, pintu toilet tertutup mungkin saja Grace di dalam, Clia hanya mengambil segelas air putih dan membawanya untuk Ziva, begitu memberi segelas air Clia duduk di samping Ziva.

"Aku ngantuk Artha." Clia langsung mengerti maksud dari kata itu, Ziva bangkit dari tempatnya, dan Clia membaringkan tubuhnya di sopa di ikuti Ziva yang berbaring di samping Clia, keduanya saling memeluk

"Besok pagi berjanjilah kamu akan pulang." kata Clia, membuat Ziva memberinya tatapan kecewa

"Bukankah kita bisa kembali bersama, aku tidak bisa jauh dari mu, Artha." Clia menghela nafas mendengarnya

"Sekarang aku tinggal bersama Adik ku, jadi aku harus selalu ada untuknya dan menjaganya, ku harap kamu mengerti." Ziva hanya bisa mengangguk pasrah

Tanpa keduanya sadari Grace berdiri di belakang sopa memerhatikan mereka. Grace merasa marah pada Clia bukan karena ciumannya, tapi Grace justru merasa sangat marah saat melihat Clia berbaring di sopa begitu dekat dengan wanita lain, rasanya Grace ingin memaki mereka, tapi ia memilih kembali ke kamarnya dan membanting pintu cukup keras.

"Apa itu adik mu?" tanya Ziva, saat mendengar suara bantingan pintu

"Iya, ku rasa dia sedang marah besar pada ku, karena itulah aku merasa kedatangan mu tidak tepat," balas Clia merasa bingung

"Maaf soal itu, tapi aku sangat merindukanmu mu, hampir lima bulan kamu terus menghindar." Clia hanya menghela nafas, karena ia memang sengaja menghindar dari Ziva

"Ya sudah lupakan saja, lebih baik kamu tidur dan pulanglah besok pagi." pinta Clia yang mulai memejamkan matanya

...

Makasih yang udah selalu mungguin cerita gak jelas ini up

Vote, dan komentar

Sister, I Love You [GxG]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang