XVII.2

208 113 0
                                    

Lantaran sudah larut malam, aku dan Scar memutuskan untuk pergi ke rumah Ryan keesokan harinya. Jack ingin ikut, tapi kami berpikir akan lebih baik jika dia tidak terlibat lebih jauh, apalagi dia sudah sangat membantu dengan memberitahu kami kebenaran di balik kisah Ryan West. Meskipun, itu tidak membuat semuanya menjadi lebih mudah, sebab lingkaran tersangka kami malah menjadi semakin luas.

Masalah utamanya, aku tidak dapat membayangkan siapa orang yang memiliki keterkaitan atau dendam dengan wanita yang menjadi korban penikaman. Padahal itulah salah satu syarat yang harus dipenuhi, kan? Aku tidak dapat menarik benang merah antara Sean, para senior korban penembakan Ian, dan wanita itu. Entah memang tidak ada hubungannya atau hanya aku yang belum tahu apa hubungannya.

Kami tiba di rumah Ryan sekitar jam empat sore. Saudarinya membukakan pintu setelah aku membunyikan bel di pintu rumahnya tiga kali. Ini pertama kali aku bertemu saudarinya dan aku terkejut menyadari betapa miripnya mereka. Setahuku, usia mereka terpaut enam tahun, tapi wanita itu terlihat jauh lebih tua. Barangkali lantaran didera banyak permasalahan hidup belakangan ini. Kudengar dia memutuskan bercerai dan pada akhirnya hak asuh kedua anaknya jatuh pada sang suami.

Setelah mendengar bahwa kami teman sekolah Ryan, dia mempersilakan kami masuk. Aku kembali terkejut saat melihat kondisi rumah itu boleh dibilang kosong. Alih-alih perabot, yang ada malah beberapa tumpuk kardus.

"Aku berniat pindah kota. Beberapa hari lagi," jelas saudari Ryan. Namanya Anna. Dia tersenyum pahit. "Kota ini membawa terlalu banyak kenangan buruk."

"Jika kau pindah, bagaimana dengan Ryan?" tanyaku. Kedua orangtuanya sudah meninggal tahun lalu. Otomatis saudarinya adalah satu-satunya keluarga yang dia miliki.

"Aku akan mengunjunginya sesekali. Kota tempatku pindah tidak terlalu jauh dari sini. Setengah jam perjalanan." Anna mendesah letih, kemudian mengusap wajahnya dengan kedua tangan dan mulai terisak. "Sebenarnya, aku tidak tahan bertemu dengannya. Aku--aku merasa bersalah setiap kali melihatnya. Gara-gara aku, dia--"

"Dengar, ini bukan salahmu," Scar menegaskan. "Yang bersalah adalah orang yang mendorong Ryan melakukan itu."

Anna menurunkan tangan dari wajahnya. Matanya yang berlinangan air mata memancarkan sorot bingung. "Siapa--apa yang kau bicarakan?"

"Ada seseorang yang mempengaruhi Ryan untuk membunuh wanita itu," jelasku. "Dia mengirimkan surat-surat kepada Ryan sebelum peristiwa itu terjadi."

"Itu sebabnya kami datang hari ini," tambah Scar. "Kami perlu menemukan surat-surat itu dan berharap kau bisa membantu kami."

"Surat?" Mata Anna yang bulat memicing. "Surat seperti apa?"

"Surat biasa. Diketik pada kertas HVS putih. Aku tidak yakin ada berapa lembar. Mungkin tiga atau empat," jawabku. "Coba kau ingat-ingat. Barangkali kau pernah melihatnya di tas Ryan? Atau di kamarnya?"

Anna berpikir sejenak. "Sepertinya ada," katanya, kemudian bangkit dan membongkar salah satu kardus di dekat kami. Dia menarik keluar ransel hitam berukuran sedang, memasukkan tangan ke dalamnya, kemudian mengeluarkan beberapa buah amplop putih yang sudah lecek. Wanita itu menyodorkan seluruh amplop itu pada Scar. "Aku menemukan ini ketika membereskan rak bukunya, tapi tidak pernah membaca apa isinya. Apa ini yang kalian cari?"

Dengan bersemangat, Scar meraih amplop-amplop itu dan membuka salah satunya. Dia mengeluarkan secarik kertas dari dalamnya lalu memindai isinya. Beberapa saat kemudian, Scar mengangkat kepala dari surat yang dibacanya dan menatapku. Dari matanya yang berkilat-kilat, aku tahu kalau kami menemukan apa yang kami cari.

"Joseph, surat-surat ini dari Pembawa Pesan."

Dia mengeluarkan surat-surat yang lain dari amplop, kemudian kami membacanya bersama-sama setelah mengurutkan surat-surat itu menurut tanggalnya. Surat pertama berbunyi seperti ini :

Hey Ryan,

Aku sudah mengamatimu cukup lama dan menyimpulkan kalau kau ini bodoh. Benar-benar bodoh. Kau pikir kakak iparmu itu memang pria baik, ya? Kau pikir dia memang sosok sempurna yang bertanggung jawab, pekerja keras, dan menyayangi keluarga kecilnya?

Biar kuberitahu kau satu rahasia.

Dia memiliki wanita lain, Ryan.

Dia itu cuma bajingan pengkhianat yang tidak dapat tetap setia kepada istrinya.

Dari mana aku tahu? Oh, percayalah, aku punya banyak cara.

Biar kutebak, kau pasti tidak percaya padaku. Jadi aku akan memberitahumu cara untuk membuktikan kebenaran kata-kataku.

Besok, pergilah ke Hotel Blossomwhite. Jangan masuk. Tunggu saja di seberangnya dan amati. Pada pukul delapan malam, kau akan melihat kakak iparmu datang bersama seorang wanita berambut pirang keemasan. Mereka akan menghabiskan malam bersama, sementara kakak iparmu akan mengatakan kepada saudarimu bahwa dia tidak dapat pulang lantaran harus bermalam di kantor.

Buktikan sendiri dengan kedua matamu.

Dari,

Pembawa Pesan

Gila. Ini benar-benar gila. Dari mana bahkan Pembawa Pesan dapat mengetahui hal semacam ini? Bagaimana bisa dia bahkan mengetahui kisah perselingkuhan itu?

Isi surat kedua bahkan lebih gila lagi. Kelihatannya surat ini dikirim setelah 'keesokan hari' yang dibicarakan dalam surat pertama.

Hey Ryan,

Kau percaya padaku sekarang? Aku tahu kau sudah melihatnya dengan mata kepalamu sendiri dan aku yakin saat ini kepalamu sedang mendidih. Kakak iparmu benar-benar pandai berpura-pura, kan? Tapi sebenarnya biang keroknya bukan dia, melainkan wanita jalang itu. Dialah yang duluan menggoda kakak iparmu. Cinta tumbuh karena sering bertemu. Begitulah awalnya kisah perselingkuhan itu dimulai.

Barangkali kau pikir suatu hari nanti kakak iparmu akan sadar dan memutuskan wanita itu. Bagaimanapun, bukankah dia sudah memiliki dua anak dari pernikahannya dengan saudarimu? Memang. Tapi sekali tidak setia akan tetap tidak setia, Ryan. Selama wanita itu masih ada, hubungan itu akan terus berlangsung. Jadi jika kau ingin hubungan terlarang itu berakhir, kau harus membersihkannya hingga ke akarnya. Itulah hal yang paling berguna untuk dilakukan, jika kau menyayangi saudarimu.

Aku yakin kau mengerti apa yang kumaksud.

Dari,

Pembawa Pesan

Sekarang aku mengerti kenapa Jack bilang Pembawa Pesan-lah yang menyarankan Ryan untuk 'membersihkan akar permasalahannya'. Dia memang tidak menyebutkan caranya secara langsung, tapi tidak perlu menjadi jenius untuk memahami maksudnya. Dan, seperti yang dikatakan Pembawa Pesan dalam suratnya, aku yakin kalau Ryan mengerti apa yang dia maksudkan.

Barangkali surat ketiga-lah yang menjadi bahan bakar utama keputusan Ryan.

Hey Ryan,

Kulihat kau masih belum melakukan apa-apa, bahkan meski sudah memastikan kebenarannya. Mungkinkah kau terlalu pengecut bahkan untuk melakukan sesuatu demi saudarimu? Kau pikir hubungan gelap itu akan bisa dirahasiakan selamanya? Gateaway City ini kota kecil. Cepat atau lambat, akan ada orang yang tahu soal mereka. Dan saat hari itu datang, menurutmu apa yang akan dipikirkan oleh saudarimu? Kau yakin dia akan kuat menghadapinya? Yang tak kalah penting, kau yakin saudarimu yang akan tetap dipilih oleh kakak iparmu? Dari mana kau tahu bukan wanita jalang itu yang akan dia pilih?

Kau harus mengambil keputusan, Ryan.

Memang akan harus ada yang dikorbankan--barangkali bahkan termasuk hidupmu. Namun, bukankah itu layak untuk dilakukan demi kepentingan saudarimu?

Aku yakin kau tahu apa yang harus dilakukan, Ryan.

Dari,

Pembawa Pesan

Tiga surat. Sama seperti jumlah surat yang diterima Mike. Hanya dengan tiga surat, Pembawa Pesan berhasil mengubah Ryan West dan Michael Ahn menjadi pembunuh berdarah dingin. Masalahnya, menemukan surat yang ditujukan ke Ryan tidak membuat pencarian kami menjadi lebih mudah, malah sebaliknya, sebab rupanya target Pembawa Pesan bukan hanya para perundung SMA Gateaway.

The MessengerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang