XX.1

226 112 9
                                    

Pembicaraanku dengan Hayden masih menghantui benakku ketika aku memarkir mobil di halaman parkir SMA Gateaway. Aku bertanya padanya kenapa dia memintaku untuk menghentikan Pembawa Pesan, tapi Hayden hanya berkata, Sebab jika ada orang yang bisa menghentikannya, maka orang itu adalah kau, Joseph. Jawabannya malah membuatku resah tanpa alasan yang jelas.

Aku keluar dari mobil dan tubuhku dengan cepat menggigil, meski sudah mengenakan jaket. Di luar dugaan, udara malam ini terasa dingin. Sedikit lebih dingin daripada biasanya. Aku memandang gedung sekolah di depanku. Pada malam hari seperti ini, gedung itu terlihat cukup menakutkan dan angker lantaran hanya lampu di lantai satu yang menyala, sedangkan lampu di lantai-lantai sisanya dimatikan. Sepertinya 'Gerbang Neraka' adalah julukan yang memang cocok untuknya.

Mataku melirik satu-satunya mobil selain mobilku yang berada di halaman parkir. Selama ini, aku tidak pernah terlalu memperhatikan apa mobil yang digunakan Scar, tapi setelah melihatnya aku baru sadar kenapa gadis itu menjadi pembicaraan hangat di awal-awal kepindahannya. Mobil yang terparkir tak jauh dari mobilku itu merupakan salah satu keluaran terbaru awal tahun ini. Setahuku, harganya sangat fantastis. Kelihatannya gaji ibu Scar cukup besar, sebab Michael Ahn tidak dikenal kaya raya.

Aku melangkah lebar-lebar memasuki gedung sekolah. Begitu berada di dalam, aku tak perlu repot-repot mencari Scar, sebab gadis itu tengah berdiri mematung di depan loker. Dia menoleh ketika mendengar bunyi langkah kakiku, kemudian melambaikan tangan, memanggilku mendekat.

"Aku juga baru datang," jelasnya sebelum aku bertanya, kemudian menunjuk deretan loker di hadapannya. "Kau tahu yang mana loker Gemma?"

Tentu saja tidak. Siapa orang waras yang memperhatikan loker yang mana milik siapa? Yah, Sean memang tahu di mana letak lokerku, sebab dia kerap mengambil buku teks milikku untuk dicoret-coret. Tapi Sean kan tidak dapat disebut waras.

"Kurasa kita perlu memeriksanya satu per satu," jawabku, dan Scar pun memutar bola mata.

"Itu akan memakan waktu," gumamnya, tapi mulai membuka tiap loker satu per satu.

Ada beberapa lemari loker yang berderet rapi di sepanjang kanan-kiri koridor. Semuanya diperuntukkan bagi murid kelas sepuluh, sebelas, serta dua belas, dan akan digunakan hingga hari kelulusan. Tidak ada pembagian spesifik untuk tiap kelas, jadi siapa pun bebas memilih loker sesuka hati mereka. Beberapa murid yang tidak mau repot mengingat di mana loker mereka memilih untuk menempelkan stiker nama atau stiker lainnya sebagai penanda. Contohnya aku dan Cassie. Kami sama-sama menempelkan stiker nama kami di loker. Beberapa sengaja memilih loker yang terletak di paling ujung, contohnya Ryan West.

Setelah kurang lebih setengah jam, Scar akhirnya menemukan loker Gemma. Loker gadis itu terletak di tengah-tengah dan ditempeli banyak stiker warna-warni di pintu bagian depan. Sementara pintu bagian dalam dihiasi banyak foto. Beberapa foto saat bersama geng perempuannya, sedangkan sisanya foto bersama Nick. Aku menatap seluruh foto tersebut. Sosok gadis berambut ikal kuning keemasan dengan senyum lebar balas menatapku. Gemma sama sekali tidak terlihat seperti seseorang yang kondisi mentalnya kerap tidak stabil. Dia terlihat seperti gadis dengan kehidupan yang bahagia. Dia terlihat memiliki kehidupan yang sempurna; ironisnya sangat berbanding terbalik dengan kehidupan Cassie.

Gemma bukan berasal dari keluarga paling kaya di Gateaway City, tapi jelas kalau apa yang dia miliki jauh lebih baik daripada Cassie. Setidaknya, Gemma memiliki keluarga yang utuh dan tidak perlu mengkhawatirkan soal uang. Dia tidak perlu bekerja paruh waktu. Dia dianggap cantik dan cukup populer di sekolah. Dan dia sudah dipastikan akan pergi ke ibu kota begitu lulus SMA. Kudengar dia ingin meniti karir sebagai model di sana (posturnya yang kurus dan tinggi memang cukup menunjang).

Paling tidak, itulah yang akan terjadi seandainya dia masih hidup.

Aku dan Scar memandangi isi loker Gemma. Ada banyak barang di dalamnya. Buku teks berjejalan, sisir, berbagai entahlah--peralatan makeup?--dan benda-benda lainnya yang aku tak tahu apa saja itu. Semuanya saling bertumpukan sampai-sampai terlihat seperti timbunan sampah. Aku tak habis pikir, bagaimana bisa loker seorang gadis tampak sangat berantakan seperti ini?

Loker Cassie selalu rapi. Tulisan tangannya memang seperti cakar ayam, tapi selain itu Cassie merupakan seseorang yang rapi. Dia selalu memastikan barang-barangnya tersusun pada tempatnya. Tujuannya, supaya dia mudah mencari sesuatu ketika diperlukan. Kamarnya di rumah juga ditata rapi. Aku pernah melihatnya sekali, dan kerapiannya benar-benar mengesankan. Barangkali salah satu faktor pendukungnya juga karena barang-barangnya tidak seberapa banyak.

Di sebelahku, Scar mengulurkan tangan dan mulai meraup isi loker Gemma sedikit demi sedikit, memindahkannya ke lantai. Aku ingin ikut membantu, tapi ikut menjejalkan tangan ke dalam sana hanya akan menghambat kerja Scar, jadi aku berjongkok dan memutuskan untuk memilah barang-barang Gemma yang sudah dia keluarkan.

"Beritahu aku kalau kau menemukannya," kata Scar tanpa menoleh.

Scar sudah hampir selesai mengosongkan loker Gemma ketika aku menyadari ada kertas putih menyembul di antara halaman salah satu buku teks yang baru saja dia lemparkan. "Sepertinya aku menemukannya," seruku, dan Scar pun menoleh.

Gadis itu buru-buru berjongkok di sebelahku. "Benarkah?"

Aku menarik kertas tersebut dan membuka lipatannya. Seperti dugaanku, itu memang surat dari Pembawa Pesan.

Hey Gemma,

Aku sudah mengamatimu cukup lama, dan menyimpulkan kalau kau itu cuma sampah. Baru kali ini aku melihat sampah yang banyak lagak sepertimu. Orang sepertimu tidak pantas hidup, kau tahu? Kau pikir kau itu keren? Jangan bercanda. Sampah sepertimu tidak pantas hidup. Kau mengerti? Dunia akan jauh lebih baik tanpamu, Gemma. Bagaimanapun, bumi sudah memiliki terlalu banyak sampah, dan kau adalah salah satunya.

Kau pikir kau itu murid populer? Itu hanya halusinasimu belaka. Kau tidak populer sama sekali. Kau tidak cantik. Kau tidak pintar. Kau tidak memiliki kelebihan apa-apa. Oh, kau bahkan tidak seharusnya ada di dunia ini.

Jadi kenapa kau masih ada di sini?

Ayolah, paling tidak kau harus melakukan sesuatu yang baik untuk dunia.

Mati saja kau, Gemma.

Itulah satu-satunya kontribusi yang dapat kau berikan.

Dari,

Pembawa Pesan

Kendati singkat, terlihat jelas kalau pengirimnya memendam kebencian terhadap Gemma dan menginginkan gadis itu mati. Dia juga menyerang dua hal yang sangat dibanggakan Gemma; kepopuleran serta kecantikannya. Bukan rahasia lagi kalau Gemma menganggap dirinya salah satu gadis tercantik di sekolah. Aku sendiri tidak menganggap gadis sepertinya bisa dibilang cantik, tapi setidaknya delapan dari sepuluh orang pemuda di SMA kami akan menganggapnya cantik. Jadi mendapat opini yang mengatakan sebaliknya akan memberikan guncangan mental yang cukup hebat terhadap Gemma.

"Orang ini... dia benar-benar mengerikan," bisik Scar dengan nada geram. "Bagaimana bisa dia menyuruh seseorang untuk mati?"

Aku menelan ludah. Scar benar. Siapa pun orang itu, dia sangat mengerikan dan begitu dipenuhi oleh kebencian. Tidak. Tak hanya dipenuhi, melainkan juga dikuasai oleh kebencian. Orang yang membenci Gemma tidak hanya satu-dua orang, tapi itu bukan berarti mereka lantas mengiriminya surat seperti itu. Jika semua orang yang membenci Gemma mengiriminya surat, loker Gemma pasti sudah tidak bisa ditutup saking penuhnya.

Kita semua pasti pernah membenci orang lain. Tapi itu bukan berarti kita harus membiarkan diri kita dikuasai oleh kebencian. Dulu, sewaktu Sean masih hidup, aku juga sering mengharapkan dia mati. Tapi toh aku tidak lantas mengiriminya surat dan menyuruhnya mati.

Pengendalian diri; itulah yang tidak dimiliki oleh Pembawa Pesan.

"Hanya ada satu?" gumam Scar. Dia berdiri dan melanjutkan mengeluarkan barang-barang Gemma dari dalam loker. "Tidak ada apa-apa lagi."

"Yah, kita sudah tahu isi surat ketiga," kataku. "Isi surat pertama ini kurang lebih sama dengan apa yang diberitahukan oleh teman-teman Gemma, jadi kurasa kita dapat menyimpulkan kalau isi surat kedua juga mirip saja dengan apa yang mereka ungkapkan."

Sambil berkacak pinggang, Scar menghela napas. Rambutnya berantakan dan beberapa helai jatuh ke depan wajahnya. "Kau benar. Jadi, kesimpulannya Pembawa Pesan memang menggunakan loker sebagai 'alat komunikasi' dengan para korbannya. Cara yang pintar untuk menyembunyikan identitasnya."

Aku berdiri sambil mengerutkan kening. Ucapannya membuatku menyadari sesuatu. "Ini lucu, tapi sebenarnya aku melakukan hal yang kurang lebih sama," kataku.

The MessengerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang