Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Nyatanya, cinta memang tidak butuh alasan. Selama cinta menghendaki hadir di hati seseorang maka tidak ada yang bisa mengubahnya kecuali takdir Tuhan. Tidak ada cabang ilmu manapun yang bisa mendeskripsikan cinta dengan pasti. Sejauh ini Socrates ada benarnya. Cinta mungkin memiliki sifat tapi manusia mungkin tidak memiliki kapasitas intelektual yang tepat untuk memahaminya meski manusia mungkin mendapatkan sekilas esensinya.
Kesiur angin menerbangkan helaian rambut Tayari yang dibiarkan tergerai. Ada rasa yang sulit dia jelaskan malam ini. Perasaan itu terasa seperti berpusar di hatinya, membuat dadanya terasa penuh dan mengendalikan semua kesadaran.
"Kenapa aku suka sama kamu, ya, Kak?"
Pertanyaan Sandy terus berputar di kepalanya. Sekeras apa pun Tayari mencoba menerka jawabannya, gadis itu berakhir dengan gelengan.
Sandy mengulas senyum. Dia mengenggam tangan Tayari erat dan membawanya mendekat lalu menempelkannya di dada. "Ini yang kurasakan saat bersama Kak Tayari," ujarnya lirih dengan tatapan yang mengunci seluruh presensi Tayari.
Ada detakan halus yang bisa Tayari rasakan. Detakannya menjalar hingga menggelitik perut dan melumpuhkan semua refleksnya.
Yang Sandy tahu, hari-harinya terasa menyenangkan jika dia lalui bersama Tayari. Dia tidak keberatan jika seharian memikirkan gadis itu. Apa pun tingkah Tayari selalu membuatnya tersenyum seperti orang bodoh tapi Sandy tidak peduli. Rasanya sesak dan tersiksa jika harus melihat gadis itu dalam kesulitan. Sandy sudah cukup dengan segalanya asalkan Tayari juga tersenyum untuknya dan mengijinkannya untuk menjadi dirinya sendiri, menunjukkan perasaannya.
"Thank you for loving me," bisik Sandy begitu dia mendekatkan tubuhnya, mengikis jarak dan melingkarkan lengannya pada tubuh Tayari.
Tayari balas memeluk Sandy. Pada kesiur langit senja yang berwarna ungu pekat, dia menitipkan doa agar mereka selalu dalam keadaan baik-baik saja dan dikelilingi oleh keberuntungan. Mungkin Tayari awan soal cinta tapi gadis itu tidak peduli karena memang tidak ada yang perlu untuk dipelajari. Lapangan basket ini akan menjadi saksi bisu tentang bagaimana perasaannya untuk Sandy.
Tayari menyerut tali ranselnya. Gadis itu berlari sambil menuruni eskalator yang bergerak turun. Sekali lagi dia memeriksa jam di pergelangan tangan. Lima menit lalu dia mendapat telepon dari Sita, mengabari jika pertandingan basket diajukan. Gadis itu jadi terburu-buru padahal baru keluar dari bioskop.
Gadis tidak peduli jika sampai tergelincir di lantai licin basement. Dia buru-bruu memakai helm dan segera melajukan sepeda motor matic-nya. Tayari hanya tidak ingin datang terlambat. Sisi logikanya yang lain hanya berjaga-jaga jika Gilang berbuat ulah untuk yang kedua kali.
Begitu sampai, gadis itu berlari ke arah lapangan indoor. Dia sengaja menapaki anak tangga di luar gedung untuk sampai pada tribun saat mengingat ucapan Sandy semalam.