[19] - Lembaran Baru

117 27 8
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Kepala Tayari terasa pening bersamaan dengan aroma menyengat minyak kayu putih yang mengusiknya. Sayup-sayup dia mendengar suara Sandy memanggil namanya sembari mengusap punggung tangannya pelan. Perutnya masih terasa sakit dan kakinya terasa kebas. Kelopak matanya ingin sekali terbuka tapi rasanya sangat berat. Dia mencoba mengingat-ingat apa yang barusan terjadi. Ah, benar. Perutnya sakit dan dia tidak tahan lagi. Jadi dia benar-benar pingsan?

"Kak Tayari," panggil Sandy untuk kesekian kali dengan suara lembut.

"Tayari, lo bisa dengar suara gue?" tanya Vio yang ikut menunggu di tenda kesehatan. Gadis itu menekan pucuk ibu jari Tayari kuat-kuat untuk menimbulkan efek kejut agar Tayari cepat sadar.

"Ri, buka mata pelan-pelan, ya," ujar Vio saat menyadari pupil mata Tayari bergerak-gerak.

Tayari mengerjap lemah, mencoba menetrakan cahaya yang masuk ke dalam mata kemudian menarik napas panjang. Matanya terbuka. Hal pertama yang menyapa penglihatan Tayari adalah wajah cemas Sandy.

Laki-laki itu segera tersenyum saat Tayari sadar.

"Kak Tayari, nggak apa-apa? Ada yang sakit? Ada yang luka?" tanya Sandy.

Gadis itu menggeleng. "Haus banget," gumamnya.

Vio segera meraih air minum di dekatnya dan memberikannya pada Tayari. "Duduk pelan-pelan, Ri."

Sandy membantu meneggakkan punggung gadis itu dan menggenggam erat tangan Tayari seolah tak ingin lepas sedetik pun.

"Tadi kenapa bisa pingsan?" tanya Vio usai Tayari menghabiskan satu gelas air mineral.

"Duh, gue haid hari pertama tadi siang. Padahal biasanya nggak kaya gini," rintih Tayari mengadu pada Vio sembari memegangi perutnya. Dia tidak peduli jika Sandy mendengar keluahannya perihal seperti ini.

Vio menatap Tayari prihatin. Sesama perempuan pasti tahu sesakit apa nyeri haid saat kambuh. Semua badan terasa pegal dan nyeri, perut terasa tidak enak, tidak punya mood untuk ngapa-ngapain. Vio beranjak ke kotak obat di sudut tenda. Gadis itu cekatan mencari obat penghilang nyeri haid. "Ya ampun, Ri. Tahu gitu lo jangan ikut jurit malam tadi."

Mungkin Sandy tidak tahu rasa sakitnya, tapi melihat wajah Tayari sampai pucat begitu pasti sakit sekali. "Sekarang rasanya gimana? Perutnya masih sakit?"

Tayari menoleh pada Sandy dan meringis. "Udah baikan."

"Udah, Dy. Lo sekarang balik ke lapangan. Gue udah bilang Juan kalau Tayari sadar. Lo udah ditungguin Juan, tuh," ujar Vio sembari mencari air mineral untuk Tayari.

"Ngapain?" tanya Tayari.

"Dihu ...." Ucapan Vio segera dipotong oleh Sandy.

"Laporan ketua regu, Kak." Sandy melempar senyum lebar.

WHAT SHOULD I CALL U(S)? ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang