"Lang, lo gila!" teriak Tayari saat mereka sudah berada di belakang lapangan indoor, tempat yang lebih sepi. "Lo sadar nggak sih apa yang udah lo perbuat?"
"Gue bicara fakta!" kilah Gilang.
Tayari menatap Gilang nyalang. "Fakta? Penyeledikikannya belum selesai, Lang. Kemungkinannya masih separuh-separuh dan lo udah nuduh begitu, aja?"
"Pada akhirnya tetap sama, kan?"
Kedua tangan Tayari mengepal. Dadanya sesak dan air mata berdesakan untuk keluar dari kelopaknya. "How if ... how if lo ada di posisi Sandy dan dikatain kaya gitu, how do you feel? Siapa sih yang orang di dunia ini yang pengen punya keluarga broken home? Siapa sih yang orang yang pengen orang tuanya kenapa-napa?"
Gilang termenung melihat satu bulir air mata menetes di pipi Tayari. Sesayang itukah Tayari pada Sandy?
Tayari segera menyeka air matanya. Matanya kembali menatap tajam ke arah Gilang. "Segila-gilanya gue dendam dan nggak suka sama orang, gue tahu batasan, Lang. Tapi lo enggak. Lo membenarkan semua cara cuman buat menangin ego lo."
Gilang menyandarkan dirinya di tembok sembari menyeka ujung bibirnya yang mengeluarkan darah. Pandangannya lurus menatap Tayari yang sudah emosi. Ini kali pertama Gilang melihat seorang Tayari khawatir pada orang lain dan naasnya orang itu bukan dirinya. Terhitung dua tahun mereka saling mengenal sejak masa orientasi sekolah, terhitung dua tahun pula Gilang menyukai Tayari. Namun, selama itu pula Tayari tidak pernah melihat ke arahnya.
"Apa yang kurang dari gue sih, Ri?" lirih Gilang. "I was knew all of you, Ri."
Semuanya, Gilang rasa dia tahu semua hal tentang Tayari. Hobi gadis itu, makanan kesukaan, minuman kesukaan, kegiatan hariannya, kegiatan mingguannya belanja di pasar, bahkan latar belakang keluarganya. Gilang tahu semuanya. Gilang tahu bagaimana sedihnya Tayari yang harus hidup ditinggal kedua orang tuanya. Gilang tahu betapa Tayari mencintai Swasti, ibu angkatnya. Gilang tahu semuanya dan dia menerimanya. Tapi sekarang, Gilang rasa ada satu hal yang tidak diketahuinya. Hal yang juga tidak dia ketahui sejak pertama kali bertemu Tayari. Perasaan gadis itu. Gilang tidak pernah tahu isi hati Tayari.
Tayari menata degup jantungnya karena terlalu marah dan melempar pandangan ke segala arah. Dia tidak pernah merasa begitu bersalah seumur hidupnya. Seburuk apa pun yang pernah dilakukan, mungkin Tayari akan mengabaikannya. Tapi kali ini, dia sungguh merasa bersalah. Dia merasa bersalah pada Sandy. Karenanya, Sandy justru mendapat perlakuan buruk dari Gilang, kalah tanding basket, dan gagal masuk tim utama sekolah. Karena dirinya juga, Gilang menjadi laki-laki yang di luar kendali. Sesaat ada rasa bersalah karena tidak bisa membalas perasaan Gilang padahal laki-laki itu baik padanya selama ini.
Mungkin jika sejak awal Tayari bisa menerima perasaan Gilang, tidak akan ada banyak orang yang dirugikan. Gilang tidak mungkin menyakiti Sandy. Sandy tidak mungkin kalah dalam bermain basket dan masuk tim utama sekolah. Terlebih, dia tidak akan bermusuhan dengan Akhina. Dia tidak akan merasa sesakit ini sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHAT SHOULD I CALL U(S)? ✓
RomanceTolong berhenti sejenak saat aku berlari agar kita sungguh-sungguh bertemu. ---- Special Story Diikutkan dalam event Author Got Talent 2022 Teenlit and Romance 2022 With Love, © Nyss