Bab 16

467 67 35
                                    

"Aku benar-benar tidak berpikir bakal semudah ini menerima tawaranmu untuk mengantarku pulang."

Suara lembut Hinata memecah keheningan di dalam mobil. Jalanan lengang pun turut menambah sepinya suasana malam.

"Anggap saja sekalian perkenalan ulang. Awal pertemuan kita kurang baik kesannya. Dan di beberapa kesempatan lain, kita juga tidak bisa bicara dengan cara yang tepat." Naruto menyahut santai sembari kedua tangannya tetap fokus pada roda setir.

"Kau memang selalu berkunjung ke kedai Paman Asuma, ya?"

"Bisa dibilang begitu. Tetapi, aku juga cukup penasaran dengan pujian Paman Asuma mengenai penampilanmu saat bernyanyi. Dan sejak kapan kalian jadi lebih akrab? Aku masih ingat bagaimana canggungnya dirimu memanggil dia, Tuan Asuma."

"Aku yang memintanya langsung. Karena kupikir Paman Asuma mirip mendiang ayahku. Ayahku juga tampan, lembut setiap kali berbicara dan dia selalu mendukung apapun yang ingin kulakukan."

"Dia beruntung memiliki putri sebaik dirimu." Pernyataan tersebut sontak menarik atensi Hinata, dia menoleh tanpa mengatakan apa-apa. "Buktinya Paman Asuma menyukaimu. Yang kutahu dia tidak begitu suka mengakrabkan diri dan kau membalik fakta itu."

"Tapi, dia kelihatan ramah ke orang-orang."

"Itu keharusan terhadap pelanggan 'kan? Siapa yang mau mampir jika berkunjung ke sana cuma untuk mendapatkan sikap ketusnya."

"Aaa--aku jadi ingat perkataan dia siang tadi." Naruto pula yang melirik sekarang, "Dia bilang, jangan sampai aku melihatnya dalam versi terjelek atau aku bisa ketakutan dan kabur."

Sejemang Naruto tertawa kecil, berbarengan tatapan Hinata mengarah padanya dan dia terpukau untuk sesaat. Tertawa meningkatkan daya tarik pria di sebelahnya. Tanpa dia sadari, sudut bibir pun ikut tertarik tipis.

"Tapi, dia memang benar. Sebaiknya kau tidak pernah melihatnya. Paman Asuma yang sedang marah sangat-sangat buruk untuk dipandang."

"Kalau begitu, aku pasti menjaga perilakuku. Aku tidak akan suka menjumpai dia yang katamu atau dia amat menyeramkan. Kau pun sama--"

"Kenapa?"

"Kau tidak menyebalkan seperti dugaanku. Kakak pernah sedikit bercerita tentangmu."

"Kabuto?!"

"Ya."

"Apa dia memberitahu yang buruk-buruk soal aku?"

"Tidak ... apa-apaan pemikiran itu. Dia bukan pria yang suka menghakimi orang lain, apalagi menjatuhkan nama. Justru, kau baru saja menunjukkan bahwa ucapannya bukanlah kebohongan. Tidak salah jika aku beranggapan kau bisa menjadi sosok teman yang baik."

"Ya?! Maksudmu, kau ingin berteman denganku?" Tiada disengaja intonasinya naik setingkat dari tekanan biasa, sehingga Hinata sedikit terperanjat di situ, "Maaf, apa suaraku mengagetkanmu?" Hinata mengerjap-ngerjap, memandang heran dirinya. "Aku kelepasan, ungkapan tadi membuatku senang. Tentu saja aku bersedia berteman denganmu." Senyum canggung  muncul di wajah Naruto, disusul anggukan Hinata melegakan rasa gugupnya.

Mereka tidak dengan tiba-tiba pulang berbarengan. Naruto menunggu si gadis manis sampai obrolannya dengan dua orang yang tampak intim selesai. Malar-malar kehadiran dia lebih dahulu disadari oleh Hinata, hingga berujung mereka mengambil kursi di meja yang sama.

Suasana hanya diramaikan oleh kehebohan Kiba dalam memuja-muja penampilan si gadis manis. Hal demikian sontak mengundang sepenuhnya perhatian Naruto. Bagaimana sumringahnya wajah si pemuda tampan ketika mengucapkan pujian terhadap Hinata berikut senyum kotaknya yang unik.

One Heart SinksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang