"July,Ayah hari ini bakalan pergi ke luar kota selama seminggu. Kamu mau di bawain oleh-oleh?" Aku mendengar suara orang itu dengan pikiran kosong. Lagi-lagi pergi.
"Terserah Ayah." Dan hening.
"Ayah antar kamu sekolah."
Hanya senyap selama perjalanan. Kusadari,aku tak pernah dekat dengan sosok bernama Ayah ini.
"Bagaimana sekolah kamu?" Aku memperhatikan orang-orang yang menyeberang di zebra cross,lampu merah masih menetap diatas sana.
"Baik." Jawabku singkat dan padat.
"Karena Ayah nanti akan pergi, selalu infokan sampai bagian mana buku yang kamu pelajari. Kalau tidak paham,tanyakan saja. Nanti kalau sempat Ayah jelaskan." Ucapannya hanya ku jawab anggukan.
"Sudah sampai, belajar yang rajin. Ayah harap kamu bisa mendapatkan nilai yang sempurna akhir semester ini."
Seolah tak mendengar apapun,aku langsung membuka pintu mobil dan keluar dengan mengucapkan salam pelan.
___
"Ly,pulang ini jalan yokkkk!!!" Kyka merangkul pundak ku.
"Gue lihat muka Lo lemes banget. Habis begadang Lo? " Kali ini Alden ikut menimpali. Tempat duduknya yang di tepat di depan aku dan Kyka membuatnya dengan mudah mendengar apa yang kami bicarakan.
"Iya,namatin satu buah buku yang rumit banget." Jawabku frustasi. Aku memaksakan diri belajar malam tadi,demi menghabiskan satu buku pembelian Ayah.
"Makanya jalan-jalan,nanti gue yang traktir." Alden tak mengindahkan kalimatku. Atau dia yang tak paham?
___
Kami duduk melingkar sambil menikmati snack-snack yang dibeli Alden disebuah gazebo di ruang terbuka hijau di kota kami. Jangan lupakan juga eskrim yang kami makan dengan lahap.
"Emang lo namatin buku apa,sih jadi rela begadang?" Ujar Alden sambil menaruh cup eskrimnya yang kosong. Sesaat aku saling pandang dengan Kyka.
"Buku kumpulan soal PAS."
"Widihh,ambis banget lo.PAS masih sekitaran dua bulan lagi,dan lo udah persiapan?" Mulut Alden membentuk huruf 'O'.
"Ya,udah,gue juga bakal bikin prepare kalau gitu." Sambungnya lagi.
"Please,deh kenapa sih harus bahas PAS,santai aja kali,masih lama juga." Kyka terlihat sebal dengan pembahasan kami,mulutnya penuh dengan snack ringan. Eskrimnya sudah lama habis.
"Seandainya bisa,Ka. Gue juga maunya gitu."Ujarku pelan, Alden menoleh cepat kerah Kyka seakan meminta jawaban atas kalimatku tadi.
"Kalian tahu nggak sih,tepat setengah jam yang lalu seharusnya gue udah pulang dan berkutat dengan les private yang super membosankan.Tapi gue males." Setelah keheningan beberapa saat Alden membuka suara.
"Dan semua itu Mama gue yang atur. Di keluarga gue ada semacam kegiatan adu anak berkedok arisan rutin,disana semua tante-tante gue ngebanggain masing-masing prestasi anaknya.
Dan,Mama gue yang biasanya selalu ngebanggain gue karena peringkat satu kelas berturut-turut,semester kemarin nggak bisa ngelakuin itu lagi. Gue peringkat lima. Dan,jadilah sekarang gue harus kencan setiap hari sama buku-buku plus guru les." Diakhir cerita,wajahnya menampilkan cengiran khas,yang setelah hari ini akan kami pahami,itu bukan sekedar cengiran menyebalkan,tapi makna dari sebuah penderitaan yang lama tak tersampaikan.
Aku melihat ekspresi Kyka yang terpelongo dengan cerita Alden tadi,aku sudah tahu sebagian cerita itu,tapi sebagian yang lain baru saja kudengar.
"Are u okay?" Kyka menepuk lembut pundak Alden.
"Im not okay,Ka." Hatiku mencelos mendengarnya. Kadang orang yang terliahat haha-hihi juga bisa terluka.
"Dan gue mau,kalian juga bisa ngakuin ke diri lo pada kalau lo itu nggak baik-baik aja,bukan untuk sebuah pengakuan bahwa kalian itu lemah,but untuk lebih menyadarkan bahwa kita itu manuasia biasa,juga perlu tempat bersandar,perlu tempat singgah sebelum kembali ke rumah yang mungkin aja sudah kehilangan maknanya."
Belum sempat otakku mencerna kenapa Alden bisa sebijak itu,suara isak tangis Kyka terdengar. Snack yang sedari tadi dia pegang sudah jatuh kelantai. Aku merangkulnya perlahan,mencoba paham bahwa mungkin ada banyak hal yang belum ia ceritakan sepenuhnya kepadaku.
"Lo bener,Al. Kita seharusnya bisa ngaku ke diri kita sendiri bahwa kita itu nggak baik-baik aja. Kita itu terlalu munafik buat itu." Kyka masih sesenggukan,matanya sembab.
"Dengan ngakuin emang nggak ngurangin masalah,tapi seenggaknya bikin kita lebih lega."
"Lo kenapa bisa jadi sebijak ini,sih?" Rangkulanku sudah terlepas dari Kyka,kini ia sudah mulai kembali seperti awal,menatap penuh selidik Alden.
"Ya elah,emang aneh banget ya kalau gue jadi bijak dikit aja. Lebih aneh lagi kalau lo yang berubah jadi bijak,pertanda kiamat itu berarti." Sahutnya jail. Dan sebagai jawaban Kyka menabok punggung Alden dengan kekuatan supernya. Suara PLAKK terdengar berbarengan dengan rintihan Alden.
"Anjir lo jadi cewek nggak ada lembut-lembutnya dikit,ya?" Alden masih mengusap-usap punggungnya.
"Bisa kok gue lembut,asal nggak sama lo!!" Aku hanya tertawa melihat aksi keduanya,sesaat aku kembali terdiam,
"Lo bener,Al. Kita seharusnya bisa ngaku ke diri kita sendiri bahwa kita itu nggak baik-baik aja. Kita itu terlalu munafik buat itu."
"Sebelum pulang,gue mau nunjukin sesuatu sama kalian," Kyka perlahan membuka kancing lengan kiri baju seragam sekolahnya,dan menggulungnya.
"Lo nge-barcode?" Terlihat bekas goresan-goresan yang saling tindih disana,beberapa sudah mengering,yapi lebih banyak bekas luka baru.
"Untuk alasan dari gue ngelakuin ini,nanti ya,lanjut part 2,udah sore soalnya,nanti Papa gue ngamuk kalau pulangnya kelamaan." Wajah Kyka terlihat santai,seolah hal yang baru saja ia perlihatkan adalah hal biasa.
"Mulai sekarang kita bisa saling menjadikan tempat bersandar. Gue yakin,kita bakal lebih kuat jika saling menguatkan."
"Halahh,alay banget kata-kata lo!!"
"Ngerusak suasana aja lo,Njir!"
KAMU SEDANG MEMBACA
July
Teen Fiction"Kaka nyata,tapi disaat yang bersamaan Kaka juga nggak ada." -July "Kaka akan datang. Kaka janji."- Han "Lo selalu bisa jadiin gue sebagai rumah." - Alden "Rumah gue,rumah lo juga kok." -Kyka