#06

4 0 0
                                    


"Ly,jangan pergi kesana--" Aku lebih dahulu melangkah kearah kerumunan itu,menyibaknya.

Terlihat seorang laki-laki yang pelipis dan bagian lengan kanannya mengalami pendarahan terbuka. Dia mencoba bangun dari posisi tersungkurnya,tak jauh darinya terlihat Bapak-Bapak paruh baya yang keluar dari mobil dengan raut khawatir.

Aku berjalan cepat  menuju laki-laki tadi saat melihat ia mau rubuh ketika membangunkan diri.

"Eh,July!! Lo ngapain?" Terdengar samar-samar suara Ali di belakangku. Aku segera memegang tangan laki-laki tadi dan mencoba menuntunnya berjalan ke pinggir jalan untuk menepi. Setelah memastikan ia duduk dengan posisi nyaman,aku merogoh saku seragam sekolah,menekan-nekan beberapa tombol disana.

"Halo,terjadi kecelakaan lalu lintas di depan toko buku persimpangan,korban satu orang." Ujarku,setelah mendengar jawaban dari seberang sana aku langsung mematikannya.

"Permisi ka,maaf,helm nya saya lepaskan,ya." Kini aku baru bisa melihat dengan jelas wajah laki-laki tersebut. Ia mengenakan seragam sekolah SMA,darah segar masih mengalir dari pelipis dan lengannya. Manik matanya berwarna cokelat gelap menatapku dengan tenang,seolah ia tidak mengalami apapun tadi.

"Ly,lo ngapain?" Ali kini berada di sampingku. Menatap dengan tanda tanya di wajahnya. Aku tak menggubrisnya dan malah mengeluakan kasa steril dari dalam tas. Mencoba meredakan pendarahan sembari menunggu mobil ambulance PMI datang.

"Maaf,Ka,tangannya kita angkat lebih tinggi sedikit,ya." Setelah ku amati,lengannya mengalami luka gores yang cukup parah dan lebar.

"Eh,July! Lo jangan Malpraktik,ya." Ali terlihat heboh sendiri disampingku.

"Permisi itu Ambulance-nya udah datang." Seorang Ibu-Ibu memberitahukan,kerumunan pun menyibak dengan sendirinya. Memperlihatkan sebuah mobil berwarna putih merah yang semakin mendekat.

"Pendarahan sudah teratasi,tinggal balut luka. Kayaknya luka yang di pelipis itu perlu dijahit,deh." Belum sempat petugas perempuan yang keluar dari Ambulance itu menanyakan keadaan,aku sudah menjawabnya terlebih dahulu.

"Eh,bocah. Kamu nggak tahu,ya. Aku serasa jantungan waktu denger yang nelpon itu kamu,ku kira kamu yang kenapa-napa." Perempuan itu balas menyerocos dengan menjitak keningku.

"Iya,iya,maaf. Sakit tau." Ujarku sambil mengelus-ngelus kening yang terasa cenat-cenut.

"Minggir,sana pulang,udah mau gelap juga. Nanti tu orang ngamuk." 

"Orang dia lagi keluar kota juga." Aku malah mengikuti perempuan tadi berjongkok sambil mengeluarkan kasa dan teman-temannya dari kotak Firs aid.

"Yaudah,terserah kamu aja. Aku bersihin dulu lukanya,nanti kamu balut." Aku memperhatikan Ka Orie dengan seksama,ia adalah adik terakhir Ayah,Ayah memiliki 2 adik,dia yang paling tua. Karena usia kami yang tidak terlalu jauh ia tidak mau di panggil Tante. Ka Orie baru semester 5 kuliah.

"Udah." Aku langsung mengeluarkan kasa streil dan membalut luka di pelipis laki-laki tadi.

"Nama kamu?"

"Sandar Dirandra." 

"Umur?"

"17."

"Ini luka robek,perlu dijahit,mau diantar ke rumah sakit? Sebelumnya,kamu udah hubungin orangtua atau wali kamu?" Aku telah menyelesaikan pembalutan luka, 'cukup rapi.'

"Nggak perlu,Ka, nanti saya kerumah sakit sendiri aja. Saya tinggal disini sendirian,orangtua beda kota. Kalau ini sudah selesai,saya boleh pergi?" Kalimat terpanjang pertama Sandar Dirandra.

"Yakin bisa bawa motor dengan keadaan kaya gitu?" Ka Orie menatap luka yang sudah ditutp di bagian lengannya.

"Aman,ka. Rumah saya dekat kok dari sini."

"Tapi pastikan kamu kerumah sakit,ya." Sandar hanya mengangguk sebagai jawaban,kemudian ia mulai beranjak dari duduknya.

"PULANG." Aku menatap Ka Orie dengan jengah.

"IYA." Balasku dan segera berlalu.

___

"Anjir,sumpah ,Ly. Gue lupa kalau lo ketua PMR." Ali menepuk jidatnya.

"Pantesan,gue takut banget kalau itu anak orang kenapa-napa gara-gara lo." Aku mencebik mendengar celetukannya.

"Terserah lo deh,Li."

"Ih,ngambekan." Ia menoel-noel lenganku,yang semakin membuatku melotot menatapnya.

"Lo itu matanya kecil,jadi nggak bakal serem kalau melotot." Ali mengeluarkan cengiran. Aku yang sudah lelah memutuskan untuk diam,mengabaikan.

"Tapi lo tadi keren,Ly. Lo kayak udah yakin sama kemampuan lo. Nggak ragu buat ngambil tindakan disaat orang-orang cuman nonton aja. Kayak gue?" Tepat setelah itu angkutan umum berhenti,membuatku juga bersiap-siap turun.

"Makasih." Ujarku dan kemudian turun.

"Lo ya,Ly. Dipuji juga,malah kayak gitu!!" Aku mengabaikan teriakan Ali yang perlahan hilang dengan angkutan umum yang berjalan.



Iya,memang benar. Aku terlalu yakin dengan apa yang kulakukan hingga lupa dengan akibat yang akan ditimbulkan olehnya.



JulyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang