"Lo yang traktir kan,Al?"
"Traktir terossss,kapan-kapan kalian kali yang traktir gue!"
"Tega banget sih lo,yang ada kami makin miskin kalo traktir lo." Perdebatan Alden dengan Kyka terhenti dengan datangnya pelayan yang membawakan pesanan kami.
"Lo pinter banget ya,milih tempat. Baru tahu gue ada tempat makan kayak gini." Tempat makan yang kami datangi ada di tengah-tengah persawahan,dengan pemandangan sunset yang menjadi nilai tambahnya.
"Ya pasti pinter lah,Ka. Orang kerjaannya si Alden kan ngapelin cewek terus.." Sahutku yang di balas tawa Kyka.
"Maaf banget,gue masih suci!"
"Suci mata lo, di hp nya aja ada aplikasi Fiezzo!" Sekarang giliran aku yang ngakak.
"Udah-udah,nanti di suruh Alden bayar sendiri makanan,mampus lo." Aku menyudahi. Sore itu kami habiskan dengan berbincang santai,sesekali membahas kehidupan sekolah plus guru-gurunya yang nggak ngotak.
"Ikut,Al?" Tanya Kyka saat kami siap-siap berpisah dengan Alden.
"Ikut ngapain?" Tanya Alden sambil memasang helm di kepalanya.
"Nginep." Jawab Kyka pendek.
"Ngaco lo! Baru sampe depan pinru rumah lo,udah di tendang sama Bapak Antung gue." Alden menyebutkan nama Papah nya Kyka.
"Basa-basi aja kali. Udah sana,makasih ya traktirannya."
"Jangan kapok ya ngajak kami makan." Tambahku.
"Iyaaa,kurang baik apa gue selama ini sama kaum dhuafa kayak kalian."
"Bangke ya Lo,Al. Bye,see you Abang ganteng." Dan kami pun berpisah,malam ini aku akan menginap di rumah Kyka,sejenak mengusir penat dikepala sehabis ulangan.
___
"Ka,lo harus di samping gue nanti ya.Gue takut."
"Iya,orang cuman chatan aja juga. Santai okey? Ini demi kebaikan lo juga,biar lo tahu apa yang salah sam diri lo."
Setelah menunggu sekitar setengah jam,akhirnya waktu konsultasi ku tiba. Cuman sekedar konsultasi online dengan psikiater,karena untuk datang langsung ke tempat aku masih tidak berani. Selama hampir satu jam aku konsul,Kyka tetap berada disampingku,walau hanya diam. Kami ditinggal berdua di rumahnya,orangtuanya Kyka dan adiknya sedang keluar.
"Gimana-gimana?" Tanya Kyka ketika melihat aku mematikan handphone.
"Baca sendiri aja,ya." Aku memberikan hp ku pada Kyka dan memperlihatkan ruang konsul onlineku dengan Psikiater tadi. Sekitar lima menit ia membacanya.
"Its okey. Sekarang udah tahu kan salahnya dimana. Yuk sama-sama kita sembuhin,aku bantu." Ujarnya sambil memelukku.
"Jadi salahnya itu di Ayah,atau Bunda,Ka?" Tanyaku masih dalam pelukannya.
"Keduanya,Ly. Tapi nyalahin mereka berdua juga nggak ada gunanya. Nggak bakal membuat situasi jadi lebih baik juga. Jangan mikirin apa-apa dulu,kita happy-happy okey?" Sesekali Kyka mengelus-elus pundakku,mencoba menularkan rasa nyaman.
Disebutkan oleh Psikiater tadi aku mengalami depresi tingkat sedang menuju berat,disarankan agar aku segera menemui Psikiater secara langsung untuk menemukan hasil yang lebih detail. Semua itu disebabkab oleh perceraian orangtua,kurangnya kasih sayang dan perhatian dari keduanya,dan juga tekanan dari Ayah.
KAMU SEDANG MEMBACA
July
Teen Fiction"Kaka nyata,tapi disaat yang bersamaan Kaka juga nggak ada." -July "Kaka akan datang. Kaka janji."- Han "Lo selalu bisa jadiin gue sebagai rumah." - Alden "Rumah gue,rumah lo juga kok." -Kyka