08.

4.6K 439 10
                                    

H A P P Y  R E A D I N G.
*
R
Y
T
*
ENJOY😪

"Siniin nampannya."

Teressa meraih nampan yang berada di tangan Rusma, wanita paruh baya itu tersenyum pada menantunya tersebut. "Kerjain aja tugas sekolahnya. Biar mommy yang lanjutin."

Tadinya Rusma hendak mengantarkan minuman dingin pada para pria Darkara yang sedang berbincang ria di taman belakang. Taman bunga mawar yang sering dia lihat dari balkon kamarnya dan Dzaka. Tetapi Teressa malah mengambil alih tugasnya dan malah menyuruhnya mengerjakan tugas sekolah.

"Rusma gak enak sama yang lain. Terlebih lagi sama kak Zoya."

Awalnya, sebelum Rusma tahu apa saja yang akan di lakukan oleh wanita Darkara jika sedang berkumpul disini. Rusma berniat sekalian mengerjakan tugas yang di berikan wali kelasnya kepada dirinya dengan membawa laptop miliknya yang sudah di ganti oleh Dzaka.

"Kamu gak perlu khawatir. Mereka pasti maklum, dulu aja anak perempuan mommy sebelum lulus sekolah sering nyantai waktu kumpul begini. Gak ada yang keberatan tuh." Ujar Teressa sedikit membuat hati Rusma lega, dengan segera dia meraih laptopnya yang terletak di atas meja tempat nampan itu di letakkan sebelum Rusma meraihnya.

"Kalau begitu Rusma pamit ngerjain tugas dulu ya, mom."

Teressa mengangguk saja, dia kemudian berlalu menuju taman belakang yang dihiasi oleh bunga bunga mawar yang sedang bermekaran indah.

Setelah kepergian Teressa. Rusma menarik satu kursi dan duduk di sana sebembari memangku laptop. Setelah perdebatannya tadi dengan Dzaka, wali kelasnya menghubungi Rusma melalui ponsel. Guru itu bilang jika nama nama siswi yang akan menjadi suporter yang akan ikut ke sma Darkara sudah di minta oleh kepala sekolah. Alhasil Rusma harus bekerja ekstra hari ini, konsekuensi sebagai seorang sekretaris osis yang ketuanya suka nyantai, hingga tugaspun menumpuk tak santai.

Olivia terkadang suka sekali menumpukkan tugas padanya. Padahal perempuan itu mempunyai wakil yang dapat dia perbabu sesukanya. Tapi memang dasarnya Olivia, perempuan itu suka sekali merepotkannya dengan alibi dia lebih percaya pada dirinya ketimbang Astrid wakil osis yang kadang suka hilang timbul tidak jelas.

Membaca dua lembar kertas yang bersisi nama nama siswi yang telah mencalonkan di sana tentu membuat otak Rusma terasa panas. Dia meletakkan kertas itu keatas meja dengan dongkol, bagaimana bisa nama nama siswi yang telah di pilih langsung oleh Olivia merupakan siswi  nakal yang suka sekali melanggar aturan sekolah ke acara penting begini?

Tanpa melihat siapa siapa saja yang telah di pilih oleh Olivia. Rusma lebih memilih mengetik nama nama siswi yang menurutnya sangat tepat untuk di bawa kesana. Tentunya yang Rusma pilih merupakan siswi teladan sma KP yang kerap sekali ikut menjadi suporter. Walau kepala sekolah mengatakan kepada mereka untuk memberikan peluang kepada siswi lain yang ingin ikut menjadi suporter secara bergantian.

Bukannya pilih kasih dan membeda bedakan. Hanya saja di setiap acara seperti ini atituide para suporter juga di butuhkan. Ketengan dan kedisiplinan juga di perhatikan oleh pihak juri. Di setiap pertandingan, segala hal yang menyangkut pihak sekolah akan mendapat penilaian juga. Rusma tidak ingin semuanya berakhir buruk di kemudian hari.

Terlalu fokus kepada layar laptop. Rusma sampai tidak menyadari kehadiran Dzaka yang sudah berdiri di belakang gadis itu. Mata Dzaka bergerak cepat membaca setiap nama yang telah di ketik oleh tangan lentik Rusma.

"Om Dzaka ngapain?"

Suara bocah yang berdiri di samping meja tentu membuat Rusma terkejut. Berbeda dengan Dzaka yang sudah mengetahui kehadiran bocah yang tidak lain Salen.

Rusma hendak berdiri dengan terburu buru. Dzaka yang berada di belakangnya langsung sigap mengulurkan kedua tangannya dari balik tubuh Rusma dengan posisi membungkuk. Menahan agar gadis itu tidak berdiri dan membuat laptop yang setengah jam lalu baru di beli rusak menghantam lantai.

Posisi keduanya persis seperti Dzaka sedang memeluk Rusma. Padahal tangan cowok itu jelas sedang menahan laptop di pangkuan Rusma agar tidak terjatuh. Walaupun begitu, entah mengapa wajah Rusma tiba tiba bersemu merah dengan jantung yang berdegup kencang.

"Ceroboh."

Wajah Rusma yang semulanya bersemu merah berubah menjadi wajah penuh kekesalan, sontak dia mendelik pada Dzaka yang baru saja mengatainya. Cowok itu malah dengan santai bersedekap dada memandang datar padanya.

"Kalau udah selesai balik ke taman. Di cariin nenek." Ujar cowok itu cuek dan berjalan ke arah taman bunga tempat Teressa pergi beberapa saat lalu.

"Ciee ciee... Di peluk om Dzaka ciee..."

Rusma ingin membalas, namun kata kata penuh godaan yang berasal dari Salen tentu mengalihkan fokus gadis itu.

"Bukan di peluk, tapi om Dzaka tadi mau nyelamatin laptop kakak yang mau jatuh." Elaknya, kan Dzaka memang bukan memeluknya oke?

"Kakak malu ya?" Salen cekikikan. Tangan bocah itu di tumpukan di atas meja pendek yang ada di depan Rusma. "Ngapain malu, padahal Salen juga mau di peluk om Dzaka. Tapi om Dzaka pelit, gak mau peluk Salen."

Rusma justru menggulum senyum. "Kenapa gak mau?"

Salen mencebikkan bibir. "Katanya Salen bukan istrinya om Dzaka. Memangnya kenapa kalau bukan istrinya bang Dzaka? Padahal Salen cuma mau minta peluk. Eh, om Dzaka malah gak nyambung bilang bilang Salen bukan istrinya."

Gadis itu malah tertegun, jelas sangat paham maksud kalimat yang di tujukan Dzaka pada Salen.

"Kan Salen memang bukan istrinya. Istri om Salen kakak Rusma,kan? Gak mungkin Salen yang ganteng ini mau jadi istrinya om Dzaka. Laki laki sama laki laki kata mami gak boleh menikah." Celoteh anak dari abang pertama Dzaka dengan polos.

"Om Dzaka aja yang pelit, gak mau peluk peluk Salen. Padahal tadi om Dzaka peluk kakak." Sedetik setelah kalimat itu terucap, Salen menepuk jidat. "Oh iya, kakak, kan istrinya om Dzaka. Harus kayak papi juga, sering peluk peluk mami."

"Tapi kakak maukan peluk Salen? Salen suka loh di peluk peluk, apa lagi kalau rambutnya di elus elus. Kayak om Dzaka waktu pertama kali masuk SMA, terus minta peluk nenek sambil rambutnya di elus. Kan Salen jadi mau juga." 

Rusma berdeham pelan, menormalkan ekspresinya yang sempat tak terkontrol melihat Salen berbicara dengan keluguan serta kejujuran bocah itu yang sangat imut dan menggemaskan.

"Peluk?" Salen membentangkan tangannya dengan melas.

Rusma menggulum senyum, dia berdiri dan menghampiri Salen dengan kedua tangan yang terbuka. Ketika jarak mereka tinggal dua langkah lagi, seorang cowok bertubuh tinggi dan memiliki bau parfum yang akhir akhir ini mulai familiar di hidungnya lebih dulu menyambut pelukan gadis itu.

Deg.

Rusma melototkan mata, begitupun dengan Salen yang sudah cemberut dengan mimik sebal.

"Ih! Om Dzaka! Kak Rusma mau peluk Salen tahu. Bukan om Dzaka!"

Dzaka menatap tajam pada Salen setalah melepaskan pelukannya. Mengabaikan Rusma yang masih blank tak dapat mencerna situasi yang terjadi. "Dasar bocil kerdus!"

🎮💘🎮

Diketik 1050 kata.
15/08/2022.

GAUN PENGANTIN ITU TAKDIRKU💘Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang