Warning!
Mungkin bakal membosankan...
Yeonjun tidak tahu harus berapa lama lagi dia menahan rasa sakit, setelah dengan keras memaksa diri tetap bekerja mencuci piring di kedai kecil pinggiran kota untuk persiapan konsumsinya selama melahirkan. Dia hampir bersujud di depan grafitti usang yang tertutup ilalang. Itu adalah tembok semen yang sebagian besar aciannya sudah mengelupas. Yeonjun meremas erat selimut lusuhnya, menahan kontraksi yang hampir berjam-jam begitu menyiksa.
Tidak ada seorangpun yang lewat malam itu, memang yang semestinya karena jembatan itu adalah jembatan yang terabaikan, tidak lagi beroperasi dan digunakan karena sebagian besar infrastruktur sudah dialihkan. Jembatan itu seperti tempat mati yang Yeonjun bersyukur karenanya dia bisa berteduh dan meneruskan hidupnya di sana tanpa gangguan.
Saat rasa sakit tiba-tiba menyentaknya seperti aliran listrik, tubuh Yeonjun menggigil kesakitan. Punggungnya tidak mampu lagi untuk menyangga, dia memutuskan untuk berada pada posisi seseorang yang siap untuk melahirkan. Punggungnya dijatuhkan di atas mantel tebal, harta satu-satunya yang dia miliki sebelum jadi gelandangan.
Kakinya tanpa sengaja menendang pada tumpukan lembaran kain kecil berwarna-warni, itu adalah pakaian dan selimut kecil yang dia siapkan untuk bayinya. Hampir tiga hari dia tidak makan apapun untuk mendapatkan benda mungil itu.
Yeonjun menggeram saat tiba-tiba aliran deras bocor di antara selangkangannya. Ketubannya pecah. Yeonjun mengejan untuk beberapa kali, menggigit lengannya sendiri untuk mengalihkan rasa sakit di pembukaannya. Hampir berteriak saat dia merasakan makhluk kecil dari dalam perutnya hampir berhasil terdorong keluar.
Kedua matanya terpejam erat. Tubuh basah kuyup karena keringat. Yeonjun mengambil nafas panjang beberapa kali sebelum menyentak pinggulnya dan mengejan sekuat tenaga.
Untuk beberapa detik Yeonjun merasa tubuhnya seperti diambang kematian, pandangannya kosong dengan air mata mengalir deras dalam diam. Kemudian kesadarannya kembali berkumpul saat sebuah suara tangis kecil yang cukup melengking di antara selangkangannya.
Itu adalah bayinya.
Yeonjun menangis sesenggukan saat mulai menyadari. Dia melupakan semua rasa sakit yang beberapa saat lalu hampir menyeretnya pada kematian. Bergegas mengambil sebuah gunting di sampingnya untuk memutus tali pusar yang menghubungkan dirinya dengan sang jabang bayi.
Yeonjun mendekap bayinya dengan hati-hati, menyatukan pipi bulat itu di dadanya yang hampir telanjang, tidak peduli pada cairan lengket yang masih mengotori keduanya, tangis bayi itu masih melengking, Yeonjun tidak bisa untuk tidak menangis dan merasa bahagia di saat yang bersamaan. Air matanya mengalir sangat deras, beberapa tetes bahkan jatuh mengenai pipi bulat si jabang bayi. Lalu karena usapan lembut yang terus Yeonjun berikan padanya, tangis bayi itu perlahan mereda.
...
Dua bulan, dan Yeonjun masih harus menghabiskan hidupnya dengan sang buah hati di bawah jembatan mati. Masih belum cukup untuknya mengumpulkan beberapa lembar uang untuk menyewa kamar. Itu tetaplah terlalu mahal untuknya walau hanya sepetak kecil di pinggir kota. Yeonjun kadang tidak pernah berhenti untuk menangis saat gelap mulai datang dan nyamuk-nyamuk kecil mulai mendekati bayinya seperti bayi mungil itu adalah santapan yang lezat untuk mereka.
Maka dia akan mulai membakar ilalang-ilalang tinggi yang tumbuh liar dan mengipasi bayinya agar tidak terkena asap.
Malam itu hujan turun sangat deras, Yeonjun mengumpulkan kain apapun yang dia miliki untuk melindungi bayinya, melindungi Hueningkai kecilnya. Mengabaikan dirinya sendiri yang bahkan hanya memakai selembar pakaian tipis compang-camping karena baju hangatnya dia gunakan untuk memberikan kenyamanan pada putranya.
![](https://img.wattpad.com/cover/317416116-288-k236278.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SOOBJUN Oneshot
FanficSoobjun oneshoot kinda 21+ Top Soobin Bot Yeonjun It has different warnings for each chapter