1. Putra dan Melarikan diri

47 2 0
                                    

Perlahan kaki putra memasuki gerbang sekolah. Setelah satu bulan lamanya dia menyendiri, mengutuk diri, menghukum dirinya dengan segala ketidakberdayaannya, dikamar dengan segala keheningan. Tak pernah sekalipun bundanya, Soraya menanyakan hal yang terjadi satu bulan yang lalu, tak pernah sekalipun bunda menghardik Putra, menghakimi bahkan menyalahkan yang terjadi padanya. Tentu saja, perubahan terjadi pada Putra, drastis sekali. Putra anak yang sangat ceria dan optimis. Tapi, sejak kejadian itu dia menjadi pendiam dan murung. Tak ingin Putra tenggelam terlalu lama, bunda berinisiatif mengirim Putra sekolah ke Bandung, di sekolah tempat bekerja adik Soraya. Setidaknya Soraya ingin membuat Putra sedikit bernafas dengan suasana yang baru. Tak perduli jika dunia menganggapnya egois dan melarikan diri, karena bagi seorang ibu, anak adalah segalanya.

Ayunan langkah Putra yang berat terasa lambat. Dia masih beranggapan bahwa dia tak pantas mendapatkan perlakuan yang baik dari dunia. Bahkan, ia merasa sekolah Negri terlalu bagus bagi dia yang telah merusak masa depan Stevie. Yah, dia merasa dialah yang telah membuat semuanya hancur.

Brukkkkkk!!!

Putra terlempar, tubuhnya yang lesu tersungkur begitu saja.

"Sorry... Sorry!!! Gue gak sengaja...! " Seru seorang gadis yang kini tengah membantu Putra berdiri. "Lagian lo lesu banget, orang udah telat juga. " Protesnya. Hingga mereka saling tatap. "Ini udah jam masuk loh! "

Tak lama suara gerbang ditutup.

Tanpa sepatah katapun, Putra berlalu sambil membersihkan lututnya yang kotor. Penasaran dengan perlakuan Putra, gadis itu menyamakan langkahnya dengan Putra.

"Kok lo gak bilang makasih, sih? " Tanya ia. "Eh, gue sih yang salah... Tapi kan gue bantuin lo berdiri... " Sergahnya.

Putra langsung mengenakan masker putihnya, tak berniat merespon gadis itu yang terus menyamakan langkahnya. Putra tak kalah cepat, ia terus menghindar. Hingga dipersimpangan ia segera berlari.

"Ish... Cowok aneh... " Gerutu Hamima wantini, anak XI IPA 2 yang dikenal aktif dalam organisasi sekolah.

Setelah terlepas dari gadis yang membuat ia mengelus dada, Putra langsung masuk ke ruang guru. Yah, dia memang berniat memasang benteng setinggi-tingginya di sekolah baru. Ia tak ingin di kenal, diingat, dan dominan. Dia hanya ingin bersembunyi, ditempat yang sekiranya bundanya tidak khawatir lagi padanya.

"Assalamu'alaikum... " Sapa Putra setelah mengetuk pintu, salah satu guru menyambutnya, dan mempersilahkan Putra duduk. Ia duduk dikursi, berhadapan dengan bu Dian lestari wali kelasnya.

"Pagi, Putra! Saya Bu Dian, saya wali kelas kamu. " Sapanya dengan ramah.

"Pagi, bu. " Jawab Putra sambil membuka maskernya.

"Kamu keponakan pak Aldy Rizwan ya?" Tanya ia. Putra mengangguk ragu. "Kata pak Aldy kamu sekolah di Internasional school ya dulu. Boleh tau gak kenapa pindah? " Tanya bu Dian hati-hati.

Putra terdiam, lama ia menimbang-nimbang. Apa yang sebaiknya ia katakan pada bu Dian. Bu Dian tersenyum sambil mengangkat alisnya, penasaran mengapa sulit mengatakan alasan kepindahannya.

"Hm...."

"Ah lama kamu mah Put! " Elak bu Dian sambil tertawa. "Ya, udah kalo gitu. Ayo ke kelas! " putra mengangguk segera.

Putra mengikuti langkah bu Dian dari belakang. Naik lagi satu lantai dari kantor guru. Menyusuri lorong-lorong sekolah yang ramai dengan suara berbagai macam anak yang sedang berdoa. Hingga mereka sampai di pojok lorong. Cat hijau pintu kelas dengan gagang emas, bu Dian putar hingga terdengar suara knop pintu yang mencekit. Suara gaduh seketika senyap. Meliat bu Dian yang cantik dan proposional berdiri didepan kelas dengan di dampingi anak baru disebelahnya.

MASA SEKOLAH (Jati Diri)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang