6. Mima dan perasangka

8 1 0
                                    

"Jaket lo. " Mima mengasongkan jaket Putra yang kemarin ia pakai. Tadinya, sejak pagi ingin Mima segera berikan. Namun, tak sempat karena ia sibuk dengan perasangkanya tentang Putra. Putra meraih jaketnya tanpa menoleh pada Mima. "Udah gue cuci semalem. Tadi subuh disetrika sama nyokap. Thanks udah minjemin. " Tambahnya. Putra mengangguk pelan. Matanya masih saja menatap lurus jalan yang sedang mereka hadapi di halte bus, sembari menunggu bus terakhir tiba. Putra merogoh tasnya dan mengambil dua botol Kopi instan dari tasnya. Membuka satu untuk Mima dan meletakkannya disebelah Mima, Mima terperangah dan terpaku menatap Putra. Diminumnya satu lagi. Mima meraih minuman itu dan memandangnya lekat-lekat. "Lo jangan suka sama gue, Put! "

Uhuk uhuk uhuk, seketika Putra terbatuk-batuk sambil memuncratkan kopi yang tadi sudah masuk kedalam mulutnya.

"HAH? " Dengan ekspresi kaget, ia memandang Mima heran. "Gue? Su... Suka sama lo? " Putra berusaha meyakinkan dirinya kalau ia tak salah dengar.

"Iya. Belakangan lo perhatian banget sama gue. Lo ngasih obat haid, lo halangin cowok supaya gak deket gue dibus, lo pakein gue jaket, lo kasih gue pensil, sekarang lo bukain kopi buat gue minum. " Jawab Mima dengan polosnya. Seketika itu juga Putra tertawa, memekik, sampai memegang perutnya. Mima mengedip-ngedipkan matanya, entah antara bingung dan terpesona. Ini kali pertama ia melihat Putra tertawa, memperlihatkan giginya, mata Putra sedikit tenggelam karena tawanya yang merubah ekspresi wajahnya yang murung sedari tadi. Putra masih tertawa, hingga tawanya perlahan memudar ketika ia menyadari Mima menatapnya dengan tatapan takjub. Putra kembali membetulkan posisi duduknya dan kembali menghadap kedepan.

"Gue gak tahu kalau apa yang gue lakuin bikin lo ngira gue suka sama lo. " Jawab Putra akhirnya. "Lo gak bilang gitu kesemua cowokkan?" Putra kembali tertawa. Bukannya marah, Mima malah larut dalam tawa renyah Putra yang seketika mengalihkan semua pemikirannya tentang dunia yang ia hadapi sedari tadi. Putra kembali melirik kearah Mima yang masih mematung. Memastikan apa yang terjadi pada kawan polosnya itu. "Mim, kadang ada beberapa kebiasan yang selalu gue lakukan. Contohnya yang lo sebut tadi. Tenang aja, semua bukan karena gue suka kok. " Tambah Putra. Mima masih memandang takjub lelaki yang ia fikir sangat kaku itu. "Mima? Lo denger gue? "

"Ah, iya... " Mima mengerejitkan tubuhnya. "Gue kaget aja, lo bisa ketawa sampe segitunya. " Ungkap Mima. "Ya... Ya baguslah lo gak suka sama gue. Soalnya, gue amit-amit sama lo. " Mima gelagapan. Lagi-lagi Putra tersenyum. Entah mengapa, malam itu, setelah ia merasa dunianya betul-betul hancur, hanya melihat wajah Mima saja ia ingin tertawa. "Lo gak kaku itu ternyata. " Putra kembali melirik Mima yang masih saja betah duduk menatapnya. "Gue gak masalah ko, jadi orang yang lo ketawain Put. Lo lebih baik pas ketawa. " Ungkap Mima lagi sambil membetulkan posisi duduknya, menghadap jalan yang sudah mulai sepi.

Putra kini terhenti, memandang Mima, seolah ingin sekali mengatakan semua yang ia alami. Memberikan alsasan mengapa ia tak pantas untuk itu.

"Kayanya bus, gak bakalan dateng lagi. " Ungkap Putra sambil melihat jam tangannya.

"Jalan aja yuk. Lagian dari sekolah kerumah gak jauh-jauh banget juga. Sekalian jajan sambil jalan. " Ajak Mima yang sepertinya merasa bahwa Putra sedikit mencair saat ini. Putra mengangguk ragu. Mereka akhirnya beranjak dari tempat duduk mereka dan mulai melangkah pelan. "Lo ngekost dimana? " Tanya Mima segera setelah mereka berjalan berdampingan.

"Sudirman, juga. " Jawab Putra. Mima seketika terhenti.

"Lha, kita searah dong ya selama ini? " Putra tersenyum dan mengangguk. Mima kembali melangkahkan kakinya menyamakan langkahnya dengan Putra.

"Lo sering pulang malem? " Tanya Putra.

"Nggak selalu." Lagi-lagi Mima terkesan dengan perubahan Putra. Bagai orang yang berbeda yang ia temui disekolah.

MASA SEKOLAH (Jati Diri)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang