"Gue boleh tau siapa Stevie itu? " Tanya Mima tiba-tiba ketika Rendy, Ridho, Eros berlalu dari kamar inap Putra. Putra tertegun mendapat pertanyaan tiba-tiba dari Mima. "Hm, gue kira dia emang spesial banget buat lo. " Tebak Mima, bersiap berdiri mengambil tasnya. Terdengar hela nafas panjang dari Putra yang seolah siap menjelaskan nama yang selama ini ia simpan rapat didalam hatinya.
"Stevie itu sahabat yang gue cintai, Mim. " Jawabnya tiba-tiba, menghentikan lengan Mima yang sudah meraih tasnya. Entah mengapa ia kaget mendengar jawaban Putra. Perlahan Mima menatap mata Putra yang menatap kosong kedepan. "Dari awal gue udah bisa menebak bahwa rasa ini gak akan mudah. Kita berbeda keyakinan, dan gue gak mau maksa itu. Kita bertahan di zona pertemanan selama ini. Meski, gue rasa... Kita paham akan perasaan satu sama lain. Sampai suatu hari gue ingin keluar dari zona pertemanan itu dan memberanikan diri melawan takdir. Tapi, kejadian mengerikan itu yang terjadi, Mim. Gue malah merusak takdir Stevie yang mungkin akan lebih baik kalau aja dia gak kenal gue ataupun Dimas." Jelas Putra. Mima kembali terduduk, memandang lekat-lekat Putra yang entah mengapa saat itu menarik perhatiannya.
"Maafin diri lo, Put. Semua yang terjadi pada Stevie bukan salah lo dan perasaan lo. Lo gak bisa kontrol pada siapa lo jatuh cinta. Setiap orang punya hak yang sama perihal cinta. " Jelas Mima.
Percakapan yang terjadi antara Putra dan Mima semalam, terus terngiang-ngiang difikiran Putra yang selama 6 jam ini diperiksa di kepolisian. Apakah ia masih berhak untuk menemui Stevie meski hanya untuk sekedar meminta maaf. Tak lebih yang ia pinta. Hanya, Putra berharap setidaknya Stevie juga bisa memaafkan dirinya sendiri dan kembali seperti biasa. Proses pemeriksaan berjalan lancar, bahkan sangat mudah bagi Putra kala itu. Dimas pun turut diperiksa. Dan tentu saja, saat semua proses pemeriksaan selesai, Boy dan yang lain menjadi tersangka yang langsung dijemput paksa dan dijebloskan kedalam jeruji besi. Meski, tidak akan mudah. Orang tua Boy dan yang lain tentu tidak akan menerima begitu saja semua ini, akan ada banding dan segala macam penolakan, sehingga proses sidang ini akan panjang nantinya. Tentu saja, yang Putra fikirkan adalah Stevie. Apakah mental Stevie siap menerima ini semua. Karena ketika hukum sudah berjalan, semua kejadian yang menimpanya pula akan menjadi konsumsi publik. Semua pihak akan disebut-sebut dan ikut tercoreng. Termasuk pihak sekolah yang ikut-ikutan menutupi semua kasus ini.
"Bund, kalau aku temuin Stevie, apa Stevie masih mau ya?" Tanya Putra seraya melangkahkan kakinya keluar dari polres didampingi bunda yang sedari tadi tanpa lelah menggenggam tangannya. Bunda tersenyum, namun matanya tak dapat berdusta. Terdapat kesedihan didalamnya. Bunda melangkahkan kakinya dan menengadah. Menatap mata Putranya yang kini jauh lebih tinggi darinya.
"Bunda akan seneng kalau kamu bisa membasuh luka kamu juga luka Stevie. Mungkin saat ini Stevie juga butuh seseorang disampingnya, memberinya dukungan penuh. " Jawab Bunda. Putra mengangguk paham, mata Putra seketika berbinar. Bunda memang paling pandai memberi Putra semangat ketika ia tak tahu harus bagaimana. Putra melepas perlahan tangan bunda dan mulai melangkah. Namun, belum saja ia menjauh dari Bunda. Dengan tergesa-gesa Dimas berlari menghampirinya dari dalam.
"Put!!! Gawat, Put!!! " Teriak Dimas yang masih tak bisa mengatur ritme nafasnya. Putra segera menghampiri Dimas disusul Bunda yang juga turut penasaran.
"Kenapa, Dim? " Tanya Bunda.
"Ste... Stev... Stevie, ditemukan... Ditemukan mengambang di bathub... " Dimas dengan gemetar dan mata memerah segera memeluk Putra yang memandang kosong, lututnya tiba-tiba menjadi lemas dan terjatuh. Tenggorokan Putra mengering seketika, air matanya terjatuh tak tertahankan, menerawang jauh ketika saat-saat tertawa bersama dengan Stevie, berangkat sekolah bersama, belajar bersama, bercanda, menangis, marah, segala emosi dan kesehariannya yang dipenuhi Stevie tiba-tiba runtuh menjadi kepingan-kepingan kaca yang tajam, menusuk kesetiap sisi tubuhnya. Tak lagi memperdulikan isak tangis Dimas yang menggumamkan dimana Stevie berada kini, Putra melepas dekapan Dimas dan berlari sekencang yang ia mampu. Tak peduli Bunda berteriak dibelakang sana memanggil-manggil namanya. Putra terus berlari menuju Stevie yang ingin sekali ia temui sedari berbulan-bulan lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
MASA SEKOLAH (Jati Diri)
RomanceMenceritakan teka-teki anak teladan sekolah yang tiba-tiba harus keluar dari sekolah impiannya. Aessa PutraWardana, yang bersikap gigih, adil, jujur dan tidak pernah sekalipun membuat masalah disekolah tib-tiba harus menghadapi masalah yang cukup be...