4. Putra sesungguhnya...

15 1 0
                                    

Setelah kerja kelompok antara Putra dan Mima berakhir. Berakhir pula perbincangan mereka. Berakhir canggung dengan seketika didepan pintu kafe yang diguyur hujan. Entah apa yang ada difikiran Putra, seketika Mima penasaran akan hal itu. Berkali-kali Mima mencuri pandang, yang berakhir tanpa balasan. Tatapan Putra masih terpusat pada rintik-rintik hujan  yang berjatuhan. Seolah banyak sekali beban yang ia pikul, yang tentu saja lagi-lagi membuat batin Mima penasaran. Mengapa Putra bisa sedalam itu hanyut dalam derasnya air yang jatuh dari langit.

"Menurut lo hujannya bakal reda kapan? " Mima berusaha memecah keheningan dengan memulai sebuah obrolan. Seolah menolak pencairan suasana yang dibangun Mima, Putra kembali memasang earphonenya. Mima tersungut-sungut kesal. Memaki Putra yang ia sebut Robot android dibenaknya. Sambil tersenyum licik, ia menginjak genangan air yang ada dihadapannya sehingga airnya memercik sampai kewajah Putra. Mima terkekeh puas, sementara Putra terbelalak sembari membersihkan air kotor yang memercik hampir kesemua pipi kanannya. Diliriknya Mima tengah puas tertawa. Putra hanya menghela nafas.

"Gak asik lo! Ketawa, kek bareng gue. " Keluh Mima sambil memainkan air hujan dengan tangannya. Tanpa ia duga sedikitpun, air yang entah dari mana datangnya menampar wajahnya cukup keras. Ia melirik kearah Putra yang tengah mengayunkan kedua tangannya, bibirnya bergetar seperti menahan tawa. Dengan kesal, mengetahui asal air itu berasal dari Robot android yang ia gerutui sedari tadi. Mima mengambil ancang-ancang untuk mengejar. Seolah tahu akan dikejar habis-habisan oleh Mima, Putra berlari melawan hujan, disusul Mima yang tak kalah bersemangat berlari.

"Eh, lu dungu, tolol, anjirrr... " Keluarlah banyak kata kotor yang dilontarkan oleh Mima seolah makian untuk Putra tengah tertahan dilehernya beberapa hari ini. Namun, anehnya bukan marah, Mima malah tertawa sambil terus memaki Putra yang terus berlari tanpa henti. Entah mengapa, Mima pun merasa Putra tampak tertawa didepan sana.

"Lha, lu yang mulaikan! " Teriak Putra tanpa berhenti berlari. Terdengar sedikit gelak tawa meski samar oleh derasnya hujan.

"Sini, Lo!!! " Mima menarik tas Putra, hingga nyaris saja terjengkang. Namun otot kaki Putra yang kuat mampu menahan tarikan kuat Mima. Sehingga, Mimalah yang tersungkur. Sehingga lututnya mengenai aspal. Seketia Putra yang terkejut langsung jongkok dan memastikan Mima baik-baik saja.

"Lo gak papakan? "Putra Tampak panik, Mima akhirnya meluncurkan aksi dramanya membungkuk sembari sedikit mengeluarkan suara seolah ia menangis. "Sorry, Mim. Gue gak sengaja. " Ungkapnya. Sadar, Putra sudah masuk perangkapnya. Mima lantas merauk sebongkah tanah di tangannya dan memeperkannya diwajah Putra sembari terbahak puas. Putra memejamkan matanya kesal.

"Lo, marah? " Tanya Mima ragu. Dengan santai dan wajah lempengnya, Putra mengembalikan tanah kotor yang ada diwajahnya kewajah Mima dengan tangan kanannya.

"Bocah!!! " Umpat Putra, namun bukannya tobat, Mima malah tertawa lepas melihat ekspresi Putra dengan banyak tanah diwajahnya. Putra berdiri dan mengasongkan tangannya. Seolah memahami maksud Putra, Mima menerima tangan Putra dan berdiri setelah Putra menarik tangannya. Mereka berjalan menuju halte yang tak jauh dari tempat mereka berdiri. Masih dengan kondisi Mima yang tertawa dan Putra berusaha menahan tawanya. 

Angin menghembuskan aroma setelah hujan. Mima dan Putra masih berdiri memandangi hujan yang perlahan surut. Putra membuka tasnya yang sudah dibalut jas hujan tas sedari keluar kafe, sehingga apa yang ada didalam tasnya tetap kering termasuk laptop Mima yang ia titip. Putra mengeluarkan laptop Mima yang tampak ia lapisi dengan kantung kresek. Lagi, tanpa persiapan atau pengharapan apapun, Putra memasangkan jaket yang ia simpan ditasnya pada Mima. Mima terkesima dengan ketiba-tibaan Putra. Rupanya, sedari tadi Putra selewat melihat Mima yang bajunya menjadi transparan karena kuyup oleh hujan. Tak lama setelah itu bus datang. Mima masih saja belum bisa beranjak dari tatapannya pada Putra, meski Putra sudah mengambil langkah besar untuk masuk kedalam bus.

MASA SEKOLAH (Jati Diri)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang