5. Putra, Sesungguhnya pt 2

11 1 0
                                    

Putra lagi-lagi tidak menampakkan batang hidungnya dikantin. Entah diistirahat pertama atau kedua. Namun, anehnya Mima terus mencari keberadaannya. Seolah matanya terus menyisir setiap tempat yang ia datangi dengan Lesty dan Keren. Hingga jam terakhir tiba. Seharian Mima tak mengucapkan sepatah kata apapun pada Putra sejak pagi. Anehnya, Putra tak mempertanykan hal itu, dia bahkan tampak tak acuh. Lagi, itu semua membuatnya bingung.

"Mim, kita nonton yok hari ini." Pinta Lesty dari belakang tempat duduknya.

"Gak bisa Les, gue ada jadwal latihan di klub musik. " Tolak Mima segera.

"Yahhh... " Keluh Lesty.

"Emang mau nonton apaan, sih? Setahu gue lagi gak ada film bagus deh. " Keren bergabung.

"Gak tau, kita liat aja dulu. Gue males pulang cepet, nih. " Ungkap Lesty lemas. Mima menoleh menggeser tubuhnya hingga menghadap Putra namun kepalanya mendongkak mendekat pada Lesty dan Keren.

"Makannya, kalian tuh aktif d club, ambil eskul apa, kek. " Ledek Mima yang memang anak super sibuk. Karena mengambil 3 eskul sekaligus, belum lagi OSIS dan kegiatan sosial lain diluar sekolah.

"Ih, paan. Lu kerjanya mondar-mandir, udah kayak setrikaan. " Ledek Keren.
Putra beranjak dari tempat duduknya, seperti biasa tanpa basa-basi atau sekedar mengeluarkan suara apapun untuk meninggalkan jejak pada mereka yang masih asik berdiskusi perihal ekskul.

Putra berjalan cepat. Mendengar ekskul rasanya menyayat hatinya. Betapa tidak, selama bersekolah entah itu SD, SMP, bahkan disekolah terakhirnya Putra sangat giat mengikuti kegiatan ekskul. Tak hanya ekskul, taekwondo yang juga turut menjadikannya mendapatkan beasiswa disekolah lamanya amat sangat ia rindukan. Mendengar nama taekwondo saja membuatnya meringis. Rasanya ingin kembali ke masa itu. Masa dimana ia bisa dengan leluasa menikmati semua kegiatan sekolah, latihan taekwondo, berkeringat dan bersemangat.
Langkahnya terhenti, ketika ia mendapati Aldy tengah melambai diatas motor metiknya. Putra menghampirinya perlahan.

"Om anterin ke kostan yuk! " Pintanya.

"Gak papa om, aku naik bus aja. Lagian cuman 15 menit aja. " Tolaknya. Entah mengapa, jika kegalauan tengah melanda dirinya. Putra betul-betul ingin menghindari siapapun yang berusaha mendekatinya.

"Ada yang mau om bicarakan. " Bujuknya. "Sekalian mau observasi kamar kamu. " Ia merubah ekspresi seriusnya dengan senyum sumbringah. Putra merunduk, ingin menolak karena ia betul-betul ingin sendiri.

"Manusia itu pasti butuh manusia lain, Put. Bukan untuk sepenuhnya bergantung. Tapi, untuk saling meringankan segala beban yang ada." Jelas Aldy. Putra masih saja diam. Melihat ada yang tidak beres pada Putra saat itu. Aldy langsung membalikan rencananya.

"Atau kita ngopi dulu aja diruangan, om! " Serunya. Aldy memang merangkap sebagai guru BK. Setelah kurang lebih 4 tahun mengajar disana, sedikit banyaknya ia paham terhadap ekspresi bermasalah siswa. Entah mengapa ajakan Aldy saat itu seolah disetujui Putra. Putra tak lantas mengelak, ia langsung membalikan badan mengikuti laju langkah Aldy. Hingga Putra berpapasan dengan Mima, Keren dan Lesty. Tentu saja, kepergian Putra dengan Aldy tak pantas menjadi angin lalu. Keren dan Lesty sibuk mengira-ngira permuatan apa yang sudah Putra buat sehingga harus masuk ke ruang BK. Sementara, Mima hanya tertegun melihat punggung Putra yang tak lama hilang ditelan jarak.

Setibanya di Ruang BK. Aldy lantas menyodorkan secangkir Kapucino hangat pada Putra.

"Kamu gak ngerokok, kan? " Tanya Aldy setengah bercanda. Kalau itu Putra yang dulu, ia akan menimpali candaan omnya dengan candaan pula. Namun, hening masih tercipta diantara mereka. Putra masih saja tertunduk lesu memandang keramik ruang BK lekat-lekat.

MASA SEKOLAH (Jati Diri)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang