2.Senyum yang pupus

26 1 0
                                    

Putra terengah-engah, berlari sekencang yang ia mampu dari belakang sekolah menuju gerbang sekolah. Belum saja ia tiba dengan jantung berdebar kencang dan tubuh gemetar, Putra di hadang oleh Aldy yang menyadari ada yang tidak beres dengan keponakannya.

"Put, kamu kenapa? " Teriak Aldy mencengkram lengan Putra yang gemetar.

Putra terlalu sulit menjawab, ia berusaha mengatur ritme nafasnya dan menghadapi Aldy yang ia fikir pasti akan sulit ia lalui.

"Aku harus ke Jakarta, om! Stevie butuh bantuan. " Jawab Putra gemetar, seraya mengangkat handphonenya. Aldy meraih handphone Putra dan mengecek chat yang sedari tadi terbuka.

Wajah Aldy berubah iba, ia menatap Putra sambil mengangkat kedua alisnya. Tangan Aldy terangkat dan meraih bahu Putra, meremasnya pelan.

"Gak ada chat masuk, Put! Kamu tau dari mana Stevie butuh bantuan? " Tanya Aldy. Mata Putra terbelalak, jelas-jelas persekian detik lalu ia mendapat pesan dari Stevie. Segera Putra merebut handphone nya dan memeriksa kembali isi chat dengan Stevie.

Putra menghela nafas berat, matanya terpejam, kakinya lemas dan tiba-tiba tak mampu menopang tubuhnya. Putra bertekuk lutut di depan Aldy. Mengusap kasar wajahnya.

"Put, ayo kita bicara! Kamu butuh bicara, Put! " Pinta Aldy.

"Aku gak papa, om! " Putra kembali berdiri, dan menatap Aldy, lantas berbalik mencoba meninggalkan Aldy. Namun Aldy tak mudah menyerah begitu saja. Ia kembali menghadang Putra.

"Ayo balik ke kostan om, Put! " Lagi, Aldy berusaha mendekatkan diri dengan Putra, yang memang setelah kejadian itu membentangkan jarak selebar-lebarnya. Padahal Aldy sangat dekat dengan Putra.

"Aku kost sendiri aja, om! Tempatku nyaman kok! Om gak usah khawatir. " Putra melepas lengan Aldy yang baru saja menempel di lengannya. Berlalu begitu saja tanpa permisi dan sepatah kata apapun.

Bell masuk berbunyi nyaring... Anak-anak kembali masuk ke kelas, berlarian, lalu lalang melewati Putra yang seperti berjalan tanpa menapak, jiwanya seperti terombang-ambing dalam ketidakpastian. Tawa canda anak-anak tak menyadarkan lamunan Putra yang berjalan menuju kelas.

Sepasang tangan merangkul bahu Putra tiba-tiba.

"Lo pucet banget dude! " Ungkapnya. Putra tersentak dan melirik ke arah suara yang dekat sekali dengannya. "Gue Eros, yang duduk di samping Rendy!" Tambahnya sambil melepas rangkumannya, karena melihat respon Putra yang tampak tak nyaman. "Gue tadi nyariin lo, lo nya gak ada. "

"Iya... " Jawab Putra singkat, sambil mempercepat langkahnya.

"Eh mau kemana??? " Tanya Eros. Putra terhenti. "Ayo ikut gue! "

"Mau ke kelas... " Jawab Putra sambil berbalik. Eros tertawa kecil.

"Ayo, ikut gue dulu! " Eros menarik lengan Putra keras hingga mau tidak mau ia ikut terbawa oleh tarikan Eros.

Tanpa diduga Eros membawanya ke ruang UKS yang sepi. Ada dua ranjang kosong yang terbentang. Eros mendorong Putra, memberi tanda supaya ia berbaring, entah mengapa saat itu Putra nurut-nurut saja. Mungkin, karena tadi ia begitu emosional jadi begitu sangat lelah. Eros membuka tirai yang menjadi pembatas antara dua ranjang tadi dan ikut berbaring di samping ranjang Putra.

"Gue lagi mules, dari pagi bolak-balik toilet! Gara-gara ngikut gengnya Mima tuh, gue di kasih seblak mulu! " Gerutunya. "Mumpung lo keliatan gak enak badan juga jadi gue ajakin bareng. " Katanya sok akrab. Putra melirik sesaat, lalu kembali terbaring dan menutup matanya dengan punggung lengannya. "Lagian, sekarang pelajaran pak Erlan... Kimia. Gue jadi nyesel banget ambil IPA. Salah gue, masuk IPA cuman karena ngikutin crush yang pada akhirnya gak sekelas juga. " Jelasnya meski diabaikan Putra, Eros tampak santai dan terus membicarakan urusan pribadinya. "Eh iya, gue denger sebelumnya lo sekolah di international School ya? Wah keren... Lo jago dong bahasa Inggris? " Eros celingak-celinguk memastikan Putra mendengarkan ocehannya. "Put, lo tidur? " Terdengar nafas berat Putra yang memang sedari tadi terlelap. Seolah celotehan Eros adalah dongeng penghantar tidur baginya. "Yahhhh... "

MASA SEKOLAH (Jati Diri)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang