Saat para polisi itu mulai memberikan jalan, Hinata tertawa penuh kemenangan di dalam hatinya. Sialan, mereka pikir mereka sedang berurusan dengan siapa? Dia adalah Hyuga Hinata. Jaksa perempuan termuda di kantor kejaksaan Sapporo, dia lulus dengan predikat terbaik dari universitas Hokkaido dan memperoleh skor yang sempurna di ujian kajaksaan. Dia adalah Hyuga Hinata perempuan yang menolak lamaran dari Ootsutsuki Toneri, putra walikota Sapporo yang kaya raya. Dia adalah Hyuga Hinata, perempuan yang tidak kenal rasa takut.
Hinata tiba-tiba saja bernostalgia, akan suatu kejadian yang pernah terjadi saat dia masih berstatus sebagai mahasiswa semester tua. Seorang wanita berusia tiga puluh tahunan, istri dari seorang dosen pernah melabrak dirinya karena Hinata dituduh menjadi simpanan si dosen. Kejadiannya cukup mirip dengan kejadian pagi ini, di mana dia dipermalukan di hadapan banyak orang. Tetapi Hinata tetap tanang dan memutar balik keadaan, berakhir Hinata tertawa riang di depan wajah memelas istri si dosen.
"Waaah selamat pagi, ma'am."
Suara serak itu, Hinata menghapalnya dengan baik. Kepalanya menoleh, mendapati Uzumaki Naruto ada di belakangnya dengan senyuman ramah. Kontras sekali dengan apa yang pria itu lakukan di hari kemarin.
"Pak Uzumaki." Sapa Hinata dengan pelan. "Anda sedang apa di kantor kepolisian sepagi ini? Apa rumah anda kemalingan dini hari tadi?"
Naruto tertawa. Dia mendekat ke arah Hinata dan meraih gelas yang ada di tangan perempuan itu. "Biarkan saya yang meracik kopi untuk anda, ma'am. Saya terkenal karena racikan kopi yang nikmat."
Hinata memutar bola matanya. "Kacau. Apa anda mulai ciut pak Uzumaki? Apa anda bersikap ramah tamah seperti ini karena semalaman tidak bisa tidur akibat pertemuan kita di kantor kejaksaan kemarin?"
Naruto mengacuhkan pertanyaan Hinata. "Mau kopi yang creamy atau kopi yang semanis penampilan anda hari ini?"
"Ini bukan waktunya beramah-tamah pak. Lagi pula anda tidak cocok untuk beramah tamah."
Naruto kemudian meletakkan kembali gelas ke atas meja. Dan memandang Hinata dalam-dalam. "Anda terlatih untuk merusak suasana, ma'am."
Hinata menarik sebelah alisnya. "Terima kasih untuk pujiannya. Tetapi anda tidak lupa dengan tujuan saya datang ke kota ini kan?"
"Saya bahkan tidak peduli dengan tujuan anda. Kemarin anda sudah merusak jadwal pertemuan saya dengan pak Hatake, akibat kedatangan anda perizinan cabang karoke saya yang baru terhambat."
Hinata mengangguk-anggukan kepalanya. Seolah mengerti apa yang menjadi penyebab Naruto bersikap sedemikian arogan kemarin. "Apa orang kaya seperti anda, hanya peduli dengan uang? Apa anda tidak peduli dengan keadilan dari seorang anak yang kehilangan Ibunya?"
"Saya tidak senang untuk mengurusi apa yang bukan urusan saya. Saya berbaik hati untuk membuatkan anda kopi, tetapi anda punya kepala sekeras batu dan mulut yang tajam. Katakan pada saya, apa meminum kopi membuat anda gagal menjalankan tugas anda? Atau apa agama anda melarang anda minum kopi?"
Hinata kehabisan kesabaran. Uzumaki Naruto jelas sekali punya motif yang lain, pria ini sudah menunjukkan rencananya untuk menghancurkan dirinya. "Jika memang anda punya hati yang baik. Bisa anda ajak saya sarapan ke tempat yang lebih layak? Sarapan di kantor polisi sama sekali bukan gaya saya."
"Kenapa saya harus membuang-buang waktu untuk sarapan dengan anda?"
"Karena saya ingin tahu lebih banyak tentang hakim Namikaze yang tidak menyelesaikan sidang perkara kematian Ibu saya dengan baik."
Mimik wajah Naruto berubah dengan cepat saat Hinata mulai membahas Ayahnya. Hinata tahu pria itu tidak senang dengan pernyataan Hinata barusan.
"Jadi sebagai putranya, apa anda mau membantu saya?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Autumn Veil
FanfictionEmpat pria dari klan yang berkuasa berusaha keras untuk menghalang-halangi Hinata dalam mengungkapkan kasus pembunuhan Ibunya. Namun hanya satu di antara empat orang pria itu yang akan berhasil membuat Hinata menyerah.