Naruto dan Hinata kembali ke kantor polisi ketika waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Hinata memperhatikan detail dari mobil yang dikendarai oleh Naruto, seolah mencari petunjuk yang tersembunyi.
"Jangan mencari-cari yang tidak ada. Aku tidak memasang kamera atau perekam suara yang tersembunyi di mobilku." Ujar Naruto seraya membelokan mobilnya ke perkarangan parkir yang ada di sebelah barat kantor kepolisian.
"Hanya kau dan Tuhan yang tahu kebenarannya," Hinata berkata dengan pelan. "Atau mungkin kau dan Uchiha bersaudara serta Sabaku."
Naruto tersenyum. Tidak diragukan lagi, bahwa anak bibi Hikari memang punya daya pikir yang bagus. "Tanyakan saja pada mereka. Anyway kita sudah sampai, silahkan turun. Aku masih punya banyak urusan."
Hinata menatap Naruto, matanya menyipit, kemudian tertawa pelan. "Benar dugaanku. Kau memata-matai aku ya? Pagi-pagi buta kau sudah berada di kantor polisi, kemudian pergi begitu saja tanpa menemui petugas polisi?"
"Benar," Naruto mengutarakan dengan tenang. "Aku memang memata-matai dirimu. Maka dari itu kau harus berhati-hati, jika kau lengah bisa saja aku menyantapmu."
Hinata menggelengkan kepalanya. Sial pria berambut pirang ini punya tingkat hayalan setinggi Asuma. "Dasar sinting." Hinata bergegas turun dan membanting pintu mobil Naruto begitu dia menginjakkan kakinya di atas tanah halaman kantor kepolisian.
Mobil bertipe sedan milik Naruto langsung tancap gas begitu Hinata keluar. Pria itu tidak bisa dianggap sepele. Seorang calon magister hukum. Pengusaha yang merangkap sebagai pengacara bukan seseorang yang bisa dianggap remeh. Hinata akan berhati-hati.
....
Pada akhirnya Hinata bisa bertatap muka dengan pria berambut marun yang punya tato di dahinya. Sabaku Gaara terlihat friendly saat meminta Hinata duduk berhadapan dengannya.
"Jadi miss Hinata, apakah ada hal yang bisa saya bantu? Saya dengar anda mencari saya pagi-pagi sekali." Ucap Gaara, senyuman tipis ia berikan untuk Hinata.
"Pertama-tama saya ingin mengungkapkan kekecewaan saya. Petugas di sini bilang, anda punya jadwal shift siang, nyatanya di pukul delapan pagi anda sudah duduk di ruangan anda." Hinata tidak senang menyindir, dia lebih senang bicara terus terang meskipun menyaktikan.
"Maafkan saya miss, tapi saya memang punya jadwal masuk siang hari ini. Tapi karena petugas di sini mengabari anda menunggu saya, saya tidak punya pilihan lain."
Gaara tidak punya alibi yang matang. Hinata semakin yakin, Uzumaki, Sabaku, dan Uchiha memang berkaitan erat dengan kematian Ibunya. "Apa kehadiran saya sangat penting? Sampai-sampai sekretaris kepala polisi repot-repot datang di luar jam kerja? Tapi, tidak masalah. Saya mengapresiasinya, terima kasih banyak pak."
"Bisa langsung ke tujuannya miss?"
"Saya butuh berkas penyelidikan yang dilakukan pihak kepolisian terhadap kasus kematian ibu saya."
Hinata bisa menemukan sedikit ketegangan di wajah putih Gaara. Tampak sekali pria itu enggan memberikan hal yang Hinata minta.
"Miss kita sama-sama tahu kasus nyonya Hikari sudah berakhir dua puluu lima tahun yang lalu. Akan butuh banyak waktu untuk menemukannya."
"Tokyo adalah ibukota negara kita. Saya yakin sistem pengarsipan berkas penting di kota ini tidak sembarangan." Hinata tidak akan mundur, seberapa keras pun Gaara menolak, Hinata akan terus maju.
KAMU SEDANG MEMBACA
Autumn Veil
Fiksi PenggemarEmpat pria dari klan yang berkuasa berusaha keras untuk menghalang-halangi Hinata dalam mengungkapkan kasus pembunuhan Ibunya. Namun hanya satu di antara empat orang pria itu yang akan berhasil membuat Hinata menyerah.