Hinata turun dari mobil Gaara dengan kondisi jantung yang berdebar-debar. Perempuan itu tahu Gaara masih memperhatikannya dari dalam kaca spion mobil, maka dari itu Hinata tetap berusaha tenang. Wajahnya tetap stay cool meskipun debaran di jantungnya menandakan Hinata sedang tidak baik-baik saja.
Mobil Gaara akhirnya berlalu, mobil berwarna hitam itu akhirnya menghilang dari arah pandang Hinata karena pria itu membawa mobilnya belok ke arah barat. Hinata mengembuskan napasnya, merasa lega dan bersyukur karena akhirnya bisa bernapas dengan normal.
"Sialan. Sabaku Gaara sialan. Memangnya dia pikir, dia menarik di mataku?" Hinata mengumpat seraya menghentak-hentakan kakinya di trotoar.
Gaara berusaha merayunya dengan mengucapkan kalimat yang tidak seharusnya pria itu ucapkan, setelah kalimat penuh rayu itu mengudara Hinata lantas meminta keluar dari mobil. Tidak peduli dengan fakta bahwa dia belum mendapatkan apa yang dia mau dari Gaara.
"Anda akan menerima akibatnya karena berani mengatakan hal seperti itu, pak Sabaku."
...
Saat sampai di ruangan kerja Gaara tersenyum tipis karena kepalanya mengingat-ingat kejadian yang baru saja terjadi. Rasanya Gaara ingin rileks dan menikmati keindahan betis perempuan itu, atau goyangan pinggulnya yang menggoda, dan hal-hal lain yang segera menimbulkan minatnya begitu Hinata masuk ke ruang kerja Hatake Kakashi kemarin siang. Tetapi Gaara tahu perempuan yang punya bola mata teduh itu tidak akan bisa serta-merta memuaskan naluri laki-lakinya.
Hyuga Hinata, pikiran Gaara terpusat kepada nama tersebut. Gaara menggeleng-gelengkan kepalanya, tidak menyangka bahwa perempuan itu bisa begitu menarik di matanya.
Nada dering ponselnya yang menggema membuat lamunan Gaara buyar. Nama kakak perempuannya ada di layar, menandakan Temari sedang berusaha untuk berbicara dengannya. Gaara agak sungkan, tetapi akhirnya memilih untuk menerima telepon dari Temari.
"Brengsek Gaara!"
"Kak, apakah kakak tidak bisa mengucapkan salam dengan lebih baik?"
"Kankuro melihatmu bersama seseorang yang mirip Hyuga Hikari di jalanan dekat kantor kepolisian pagi ini. Bisa kau jelaskan apa yang sedang terjadi?!"
"Dia Hyuga Hinata. Anak bibi Hikari."
"Tutup mulutmu Gaara, aku tidak ingin tahu namanya sama sekali. Sudah kukatakan untuk membereskan masalah ini secepatnya!"
"Kak,
"Gaara kumohon, dengarkan aku baik-baik. Dua puluh lima tahun lalu hidup Ibu sudah dipertaruhkan demi menjaga keutuhan keluarga kita. Tolong hargai apa yang sudah Ibu lakukan untuk keluarga kita. Bibi Hikari sudah pernah menghancurkan hidup Ibu kita di masa lalu, dan saat ini putrinya adalah ancaman yang sama. Kalau tidak dihentikan sekarang, cepat atau lambat dia akan segera menghancurkan kita semua."
"Akan kuselesaikan dengan baik. Tolong jangan terlalu memikirkan hal ini, biarkan aku yang mengurus masalah Hyuga Hinata."
"Aku tidak bisa mempercayaimu, jika kau memang tidak bisa menghentikan dia, aku dan Kankuro yang akan menyingkirkannya. Satu lagi, jangan sampai Ayah tahu bahwa putri Hyuga Hikari ada di Tokyo!"
Sambungan telepon yang diputus sepihak oleh kakaknya membuat Gaara menghela napasnya dalam-dalam lalu menyadarkan tengkuknya yang tegang ke sandaran kursi. Sial. Mengapa hal seperti ini harus terjadi?

KAMU SEDANG MEMBACA
Autumn Veil
FanfictionEmpat pria dari klan yang berkuasa berusaha keras untuk menghalang-halangi Hinata dalam mengungkapkan kasus pembunuhan Ibunya. Namun hanya satu di antara empat orang pria itu yang akan berhasil membuat Hinata menyerah.