10 | Story from Uzumaki Family

238 76 13
                                    

Dia sudah ditunggu. Hal itu terlihat jelas bahkan sejak Naruto mendampinginya melewati ambang pintu rumah besar bertingkat empat itu. Untuk beberapa alasan Hinata setuju untuk ikut bergabung ke acara makan malam bersama keluarga Uzumaki.

Hinata ingin mengamati para tersangka yang dituduh oleh nenek Kaguya di lingkungan mereka sendiri.

Ketika memasuki ruang tamu, Hinata mulai bertanya-tanya diakah yang sedang dimanipulasi? Bukankah seharusnya sebaliknya, Hinata lah yang memanipulasi?

Niat Hinata yang ingin bersikap hati-hati langsung diuji ketika Namikaze Minato menyambutnya di ruang tamu yang luas itu. Saat Minato bersalaman dengannya, Hinata tahu pria itu berusaha membangun relasi yang baik dengan dirinya.

"Aku senang karena Naruto berhasil menemukan dan meyakinkanmu untuk datang ke rumah kami," Kata Minato seraya memerintahkan pelayan untuk membantu Hinata melepaskan mantel. "Gantungkan mantel miss Hinata di walk in closet kamar tamu lantai dua." Perintah Minato kepada pelayan.

Hinata tersenyum canggung saat pelayan meraih mantelnya, kemudian matanya menatap Minato dan menemukan pria paru baya itu tersenyum hangat ke arahnya.

"Aku tidak yakin kau mau menerima undangan kami miss Hinata. Kami senang kau datang."

"Saya pun senang datang ke kediaman keluarga Uzumaki."

"Sempurna," Kata Minato sambil menuntun Hinata masuk ke ruang keluarga. "Kau ingin minum apa?"

"Anggur merah, terima kasih." Hinata menjawab singkat. Mata biru Minato tampak ramah, namun entah mengapa Hinata merasa resah bila menatap langsung mata ke arah kedua bola mata Minato. Pria itu seperti bisa membaca pikirannya, dan mengetahui kelemahan emosional yang ditutup rapat-rapat oleh Hinata. Andai saja dia diminta untuk beropini, Hinata akan beropini bahwa dia lebih senang untuk menatap bola mata biru milik Naruto.

"Anggur merah? Pilihan yang bagus miss Hinata. Istriku akan turun sebentar lagi, duduklah miss Hinata."

"Dad," Naruto tersenyum dengan geli, ayahnya bersikap terlalu berlebihan. "Bukankah dad dan mom hadir di rumah sakit saat bibi Hikari melahirkan? Bahkan mom yang membantu untuk memandikan dia saat dia belum punya nama. Mengapa dad tidak coba memanggilnya dengan sebutan yang lebih akrab?"

"Hinata, begitu?" Minato menyerahkan segelas anggur kepada Hinata. "Nama yang bagus. Aku ingat alasan Hikari memberikan nama itu, dia ingin kau jadi tempat yang hangat dan bersinar. Syukurlah bahwa nyonya Kaguya berhasil mewujudkan harapan Hikari."

Pujian itu mengandung makna tersembunyi. Hinata tahu bahwa neneknya tidak dipandang baik oleh sebagian orang. "Apa alasan dibalik undangan makan malam ini?"

Minato sesaat terenyak kala Hinata tanpa basa-basi menuturkan keingintahuannya. Minato mengangkat gelasnya, dan mengajak Hinata untuk bersulang. "Hubungan antara istriku dan ibumu terlalu erat Hinata. Jangan anggap kami musuh, kami sangat ingin mengenalmu lebih jauh."

"Sama persis," Hinata menyesap anggurnya dengan anggun. "Saya juga ingin mengenal anda lebih jauh, pak hakim Namikaze. Akan lebih mudah bagi saya untuk menyelesaikan tujuan saya, bila saya mengenal baik pelaku-pelakunya."

"Minato. Panggil aku Minato atau dad seperti Naruto," Minato memandang Hinata sebentar. "Mengapa kau ingin menjadi jaksa?"

"Supaya aku bisa menyelidiki pembunuhan ibuku."

Jawaban itu spontan meluncur dari mulut Hinata. Kalimat sederhana yang membuat terkejut bukan hanya Naruto dan Minato, tapi juga mengagetkan Hinata. Selama ini Hinata selalu mengatakan masuk jurusan hukum adalah keinginannya sendiri, bukan paksaan ataupun dorongan dari Nenek Kaguya. Selain mencekoki Hinata dengan ramuan sayuran saat masih kecil dulu, ternyata neneknya juga mencekoki Hinata semangat untuk membalas dendam.

Autumn VeilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang