Kulum Kont

55.1K 809 28
                                    

Sejak kejadian di mana Bang Rasyid memukuli Reksa dan teman-temannya, mereka tak lagi mau berurusan denganku. Setiap kali berpapasan tanpa sengaja, pasti mereka memilih pergi karena tak mau berurusan dengan bekinganku yang tak lain adalah Bang Rasyid yang sudah menghajar mereka habis-habisan. Meski begitu tak sekali dua kali aku melihat sorot mata penuh dendam mereka tunjukan padaku.

"Kenapa?"

Aku menggeleng mendengar pertanyaan Ibra. Saat ini kami berdua tengah berada di motor yang sama di mana aku dibonceng oleh Ibra untuk praktik renang di luar sekolah. Seperti kebanyakan sekolah lainnya, sekolahku adalah sekolah yang memang tak memiliki fasilitas kolam renang seperti sekolah elit. Karenanya pihak sekolah bekerja sama dengan yayasan pemilik wisata air sehingga murid-murid di sekolahku bisa melakukan praktek renang di tempat mereka secara gratis. Iya sih gratis, tapi jauhnya minta ampun.

"Enggak, masih lama ya?"

Ibra mengangguk, helm full face yang dia gunakan membuatnya terlihat seksi dan sangat laki dari belakang. Beruntung dia punya postur tinggi besar jadi selaras dengan helm yang dia pakai saat ini, kalau aku yang memakainya pasti malah lucu dan terlihat seperti capung kepala besar. 

"Masih, kenapa? Capek? Mau neduh dulu?"

Aku mengangguk, panasnya sinar matahari dan gersangnya daerah kuburan yang baru saja kami lewati membuat dahagaku makin terasa. Apa lagi kami baru saja pulang sekolah di mana otak dikuras sehabis-habisnya.

"Yaudah kita neduh dulu ya? Nanti biar gue kasih tau yang lain biar nggak usah nungguin."

Aku mengangguk. "Nepi dulu, pusing banget."

Saat terlihat sebuah saung di pinggir jalan di sudut hamparan sawah nan hijau, Ibra meminggirkan motornya. Teman sebangkuku itu kemudian membantuku turun dari motornya yang lumayan tinggi. Kalau boleh jujur, dibanding dibonceng dengan motor sport begini aku lebih nyaman dibonceng memakai motor matic, entah kenapa rasanya selalu sakit pantat kalau dibonceng Ibra dengan motornya yang punya visual tampan seperti pemiliknya.

Bicara soal perhatian, Ibra cukup aneh kan? Aku juga merasa aneh karena sedari awal masuk sekolah sampai sekarang Ibra seperti menaruh perhatian lebih padaku.

"Nih minum," kata Ibra seraya melemparkan sebotol air mineral padaku.

"Makasih."

Kami berdua kemudian duduk di saung yang terbuat dari bahan seadanya itu. Meski begitu hamparan sawah di depan kami mengalahkan rasa tak nyaman berada di dalam saung reyot yang kami tempati saat ini.

"Gue denger-denger katanya si Reksa  sempet nggak masuk selama 1 minggu kemarin karena ada hubungannya sama lo. Beneran?"

Aku yang tadinya tengah fokus melihat ke arah sawah kemudian menoleh ke arah Ibra dan mengangguk. "Iya."

"Lo jago berantem?"

Aku terkikik. "Bukan gue, si Reksa sama ganknya dipukuli sama Bang Rasyid."

Ibra kemudian bertanya dengan tatapan yang menurutku tak biasa. "Siapa dia?"

"Abang ipar gue."

"Ohh, gue kirain siapa."

Aku menoleh ke arah Ibra. "Lo kenapa baik sama gue?"

Ibra gelagapan. "Maksud lo?"

Kuhela nafasku pelan, perangai Ibra sungguh aneh. Dia terlampau baik untuk orang yang baru kukenal, coba sekarang aku tanya ke kalian. Apa ada teman yang sudi setiap hari antar jemput temannya ke sekolah padahal rumah mereka saling beda arah? Ibra aneh kan?

Dashyatnya Rudal Abang IparTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang