Bang Rasyid

110K 1.1K 22
                                    

Hai, namaku Jala. Aku adalah seorang remaja berusia 16 Tahun, seperti kebanyakan remaja SMA seumuranku, aku ini nakal dan naif maklum karena sedang masanya. Di umurku saat ini aku mulai paham dengan apa yang disebut pubertas, layaknya teman-temanku aku mulai ketagihan dengan yang namanya onani. Ketagihan bukan berarti berlebihan okay? Aku melakukannya 2 hari sekali, cukup normal kan?

Aku sebenarnya iri dengan teman-temanku yang bisa melampiaskan nafsu mereka dengan melakukan persetubuhan dengan pacar mereka. Bukannya aku tidak laku, sungguh aku punya modal yang cukup kalau mau menggaet perempuan untuk mau ku-entot dengan bermodalkan paras yang lumayan dan ukuran kontol yang memadai. Hanya saja aku ini berbeda. Berbeda? Ya, aku berbeda karena aku tak sedikitpun terangsang melihat tubuh molek entitas yang dinamakan perempuan.

Gay, itulah aku. Berbicara soal role, meski kenti-ku cukup besar tapi aku ini lebih suka dirojok. Selama ini kalau aku coli, peralatan wajib yang harus ada adalah lotion dan juga sebuah timun. Kalian mungkin tak percaya kalau aku mengatakan caraku dalam onani adalah dengan mengentotkan timun ke lubang anusku. Meski terdengar aneh tapi kenyataannya begitu, semakin lama timun itu menggempurku makan semakin nikmat pula rasanya kontolku hingga akhinya muncrat tanpa perlu disentuh sekalipun. Sungguh disayangkan karena selama aku menjadi bottom, aku tak pernah sekalipun mendapatkan amukan sebuah daging pria di dalam lubangku.

Pertama kali aku menyadari kalau aku adalah seorang penyuka sesama jenis adalah ketika aku bertemu dengan seorang pria yang sudah menikahi Kakak perempuanku. Namanya Rasyid, aku memanggilnya dengan embel-embel Abang karena umurnya yang terpaut 10 tahun dariku. Bang Rasyid adalah seorang satpam, makanya tak aneh kalau dia punya bentuk tubuh bulky yang amat sempurna dan dipuja oleh para pemburu batang pria sepertiku.

Bertahun-tahun aku hanya bisa membayangkan Bang Rasyid dalam mimpiku. Rasanya begitu membahagiakan meski hanya bisa bertemu dengannya di alam mimpi. Begitu beruntungnya Mba Ayu karena dia bisa setiap hari bertatap muka dengan pria sempurna itu, bukan hanya betatap muka karena aku yakin pasti mereka sangat aktif berhubungan seksual tiap malam sampai Mba Ayu hamil berkali-kali meski sampai saat ini mereka tak punya anak karena Mba Ayu selalu mengalaki keguguran. Ahh, Mba Ayu kamu begitu beruntung bisa digempur rudal Bang Rasyid setiap hari.

Bagai sebuah mimpi yang begitu indah, datang sebuah waktu di mana aku akan segera memasuki bangku kelas 10 SMA. Karena Ibu dan Bapak sudah cukup tua, Mba Ayu dan Bang Rasyid secara sukarela mau menampungku di kediaman mereka di kota, katanya aku boleh tinggal di sana sampai lulus SMA. Katakan aku beruntung, ya aku memang beruntung karena bisa mencari celah supaya bisa bersama Bang Rasyid yang begitu kupuja.

"Udah makannya Jal?" panggil Bang Rasyid sehingga aku tersadar dari lamunan panjangku.

"E-eh ud-udah Bang," kataku sambil memperlihatkan piring bekas makanku.

Bang Rasyid berdiri, tubuh tinggi besarnya tegak menjulang berikut otot-otot yang menjeplak di kaos kekecilan yang dia gunakan. Liurku tanpa sadar menetes, apa lagi saat melihat otot bicep pria itu. Aku jadi terbayang apakah kontol Bang Rasyid juga berotot?

Setelah membayar makan siang kami, Bang Rasyid memberiku isyarat dengan tangannya untuk segera membereskan barangku dan bergegas mengikutinya. Tentu aku cukup kaget, beruntungnya Bang Rasyid tak sadar dan tak melihat liurku yang jatuh saat melihat tubuh seksi bak pahatan dewa miliknya.

"Bisnya yang mana Bang?" tanyaku begitu berhasil menyusul langkah kebar pria yang berstatus sebagai suami dari Kakak perempuanku itu.

Oh iya, Bang Rasyid berumur 27 Tahun. Bisa dibilang dia sedang dalam masa primanya sebagai seorang pria. Tenaga ngentotnya pasti seperti mesin yang ada di dalam mobil sport, kencang.

"Yang ini, naik duluan Jal."

Aku mengangguk. "Okay Bang."

Kalian mungkin bertanya-tanya aku dan Bang Rasyid mau ke mana kan? Kami mau pulang ke kediaman Bang Rasyid dan Kakakku. Kebetulan pria tampan itu berbaik hati menjemputku dari kampung karena aku masih buta arah, katanya kalau dibiarkan berangkat sendiri ke Bandung takutnya aku salah ambil bus. Makanya dia rela menjemputku ke kampung pulang-pergi dengan memakai bis.

Dashyatnya Rudal Abang IparTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang