Gurih Asin Amis

38.8K 745 37
                                    

Aku dan Bang Rasyid berhenti disebuah warung makan yang jaraknya cukup dekat dengan pabrik di mana Bang Rasyid bekerja sebaga satpam. Terlihat dari luar kalau warteg yang aku dan Bang Rasyid kunjungi ini ternyata tak terlalu ramai didatangi pengunjung, salah satu alasannya mungkin karena memang belum jama makan siang.

"Abang sering makan di sini?" tanyaku pada Bang Rasyid.

Abang iparku itu mengangguk, dia masuk ke dalam warteg diikuti olehku dari belakang. Begitu masuk, dengan suara khas prianya Bang Rasyid berucap pada si pemilik warung. "Biasa ya Bu."

"Kamu mau makan apa Jal? Milih aja sendiri ya."

"Samain aja Bang."

Bang Rasyid kembali berucap pada si pemilik warung. "Bikin dua ya Bu."

"Siap."

Tak butuh waktu lama aku dan Bang Rasyid segera menghabiskan makan siang kami. Rasa kenyang di perut membuat mataku rasanya berat sekali karena kantuk mulai melanda efek dari perut yang sudah penuh terisi.

Bang Rasyid yang sadar melihat aku menguap beberapa kali kemudian berceletuk setelah meminum habis es teh manis pesanannya. "Mau langsung balik lagi pabrik atau Abang anter aja pulang ke rumah? Kamu ngantuk banget kayaknya."

"Jala ikut ke pabrik aja Bang, biar Abang nggak bolak-balik. Lagian sore nanti Abang udah tuker shift kan? Jadi sekalian aja nanti Jala pulangnya bareng Abang."

Bang Rasyid hanya mengangguk. "Ya udah, langsung balik ke pabrik aja. Nanti kalau mau tidur kamu tidur di pos aja, ada karpet di sana."

"Iya Bang," balasku menahan kantuk.

***

Setibanya kembali di pabrik, aku langsung masuk ke dalam pos jaga Bang Rasyid yang ternyata memang terdapat karpet kapuk untuk amparku tidur. Bang Rasyid sendiri tak ikut masuk ke pos, pria perkasa itu katanya mau berkeliling pabrik untuk mengecek sesuatu.

Tak mau ambil pusing karena sudah dilanda rasa kantuk berlebih, aku kemudian memilih memejamkan mataku sejenak. Hawa panas di luar serta serbuan angin yang damai dan menyejukan seakan mendukung suasana siang ini dan mengundang mataku untuk terpejam. Perlahan tapi pasti, aku kemudian mulai larut dan jatuh ke alam mimpi.

Drttt...

Kukucek mataku saat merasakan getaran tak nyaman di saku seragam sekolah yang aku kenakan. Setelah setengah nyawaku terbuka, aku sedikit meregangkan tubuhku untuk mengusir rasa pegal karena tidur siangku terganggu. Aku kemudian meraih ponsel sialan yang sudah berani mengganggu tidurku itu, di notifikasi terlihat kalau sekarang sudah pukul 2 yang di mana artinya aku sudah tidur kurang lebih 1 jam.

Mataku menengok kanan kiri dan kemudian berhenti saat menatap kursi di depanku yang terlihat diduduki oleh seseorang. Tanpa diberitahupun aku sudah tau kalau yang tengah duduk itu adalah Bang Rasyid, iparku.

"Bang?"

Karena Bang Rasyid tak menjawab panggilanku, aku akhirnya beranjak dari dudukku dan berdiri serta berjalab mendekat ke arah kursi di mana Bang Rasyid terngah duduk.

Saat aku mendekat, terdengar jelas sekali suara dengkuran halus yang berasal dari suami Mbaku itu. Dengkuran Bang Rasyid terdengar halus tapi merdu serta seksi di telingaku, emhhh belum apa-apa bulu-bulu di sekitar anusku bergerak sehingga menimbulkan efek gatal minta masuki.

"Bang," panggilku kembali dengan suara sedikit lebih keras dari yang pertama.

Namun, meski aku sudah memanggil serta menggoyang tubuhnya Bang Rasyid tetap tak bangun-bangun. Hehe, dasar kebluk.

Entah datang dari mana pikiran kotorku, yang pasti saat mataku menatap bibir manis Bang Rasyid yang tengah terkatup serta dihiasi kumis tipis di sekitarnya, pupilku tak mau lepas dari sana dan betah memandangi benda kenyal itu.

Dashyatnya Rudal Abang IparTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang