"Jangan berontak dan hapus air mata lo itu" Yara akhirnya diam meski masih sesenggukkan. Lelaki itu bangkit dan duduk di tepi ranjang tanpa mengalihkan pandangannya dari Yara. Objek favorite lelaki itu.
Yara juga bangkit saat dia terlepas dari kungkungan lelaki itu. Saat akan berdiri, lelaki itu mendorong Yara yang membuatnya jatuh kembali ke ranjang dengan punggung yang membentur pada headboard.
"Mau kemana?" Ucap lelaki itu sinis.
"A-aku mau pulang" Yara ketakutan, karena sesungguhnya Yara tak pernah merasa aman didekat lelaki itu.
"Rumah lo disini" saat akan mengelus pipi tembam milik Yara, sang empu menghindar. Lelaki yang menyadari itu mencengkram pinggang ramping Yara, mendekatkan wajahnya hingga hidung mereka menempel.
"Jangan pernah tolak sentuhan gue, Yara. Lo tau akibatnya kan?"
"Kamu mau apa lagi dari aku, Damian?"
Lelaki yang sedari tadi bersikap kasar itu adalah Damian, senior nya di Universitas Putih Merah. Lelaki yang dulunya ia pikir baik nyatanya tidak. Mereka memang sempat menjalin hubungan.
Yara yang menyukai lelaki hangat, jatuh pada pesona Damian yang saat itu juga sedang mendekatinya. Namun, semuanya berubah saat Damian melihatnya berjalan beriringan dengan seorang lelaki di koridor kampus. Nyatanya Damian tidak bisa mengendalikan emosi nya dan berujung memukuli lelaki itu tanpa mau mendengar penjelasan dari Yara.
Padahal lelaki yang sedang dipukulinya hanya Mahasiswa baru yang menanyakan ruangan salah satu dosen, agar tidak tersesat, Yara menawarkan diri untuk mengantar.
Sejak saat itu, Yara mulai menjaga jarak dari Damian hingga dia terjebak di mansion Damian sendiri.
"Gue cuma mau lo balik, dan jangan menghindar lagi"
Terpaan hangat nafas Damian membuat Yara merinding takut. Mengingat jarak wajah mereka tidak lebih dari 5cm."B-biarin aku pulang, t-tolong" Harusnya Yara tahu, sekeras apa dia mencoba memohon, tidak akan terwujud.
Mendengar Yara terbata, Damian mengembangkan senyum smirk nya. Cengkraman pada pinggang Yara semakin dieratkan membuat sang empu meringis dan mencoba melepaskan diri.
"S-sakit... T-tolong lepas" Yara berusaha mendorong dada Damian meski lelaki itu tak bergerak sedikitpun.
Tangisnya semakin kuat saat Damian mencoba mendekat, mengikis jarak hingga hidung mereka menempel, bukan hanya disitu saja. Damian mencoba meraih bibir yang bergetar itu, mengecupnya pelan.
First kiss Yara telah direbut, dan Damian senang akan itu. Beberapa detik diam dengan Yara yang masih memukuli dadanya, Damian menggerakkan bibirnya, melumat kasar bibir kecil itu yang sedari tadi menggodanya.
"Emmpphh!!"
Yara menangis hebat, dia mencoba menggeleng-gelengkan kepalanya supaya ciuman itu terlepas. Ciuman kasar itu membuat Yara kesakitan, ditambah cengkraman pada pinggangnya yang tak dilepaskan.
Ciuman itu turun, mengecup rahang, lalu turun ke leher jenjang putih Yara. Meninggalkan bekas kemerahan yang membuat Damian sangat senang.
"B-berhenti ... hiks" Yara tidak hentinya menangis, dia masih shock dengan perlakuan Damian yang semena-mena padanya.
Damian mendongak, mengecup pelan bibir mungil itu dengan senyuman yang tak pernah luntur.
"Seberapa keras lo menghindar, gue bakalan tetep narik lo buat balik lagi ke gue, Yara. Rumah lo disini, gak akan bisa keluar lagi. Coba kabur dan berontak, gue bakalan ngelakuin lebih dari ini, paham?"
"Terperangkap dalam kekangan gue udah jadi takdir lo, Yarasya"
Setelahnya, Damian kembali mencecap habis bibir manis Yara, melumatnya kasar, tak ada kelembutan didalamnya.
•••
vote nya donggg xixix
Damian
Yarasya