"Nic, bangun dulu yuk. Ibu udah buatin bubur."
Ibu mengetuk pintu kamar Nicole yang masih terkunci, sudah semalaman Nicole mengurung diri di kamar nya. Ibu sangat khawatir, tapi ia tak bisa berbuat apa apa.
Wanita paruh baya itu hanya bisa terus terusan mengetuk pintu kamar anak gadis nya, berharap sang anak segera membuka kan pintu.
"Nic, ayo sini ngobrol sama Ibu yuk. Kamu boleh curhat sama Ibu."
Ceklek
Ibu bisa mendengar pintu kamar sudah di buka oleh Nicole dari dalam, Ibu langsung masuk ke kamar nya dengan nampan yang berisi bubur dan air putih.
Setelah membuka pintu, Nicole kembali bersembunyi di balik selimut nya.
Ibu juga bisa melihat betapa kacau nya keadaan Nicole sekarang. Foto nya bersama Ayden berserakan dimana mana. Juga ada tissue yang sudah kering banyak bertumpuk di dekat tempat tidur Nicole, Ibu menebak pasti Tissue itu untuk menyeka air mata nya yang terus terusan keluar.
Semalam, Ibu bisa mendengar suara Nicole menangis dari luar. Ibu juga merasakan sakit ketika melihat keadaan anak nya yang seperti ini. Tapi Ibu tak bisa menyalahkan siapapun.
Ayden juga pergi sebab untuk kebaikan nya sendiri, dan pasal Nicole yang menangis semalaman juga menurut nya wajar karena yang Ibu tau selama ini Nicole tak pernah menangis karena Ayden.
"Nic..." Ibu mengelus pelan punggung Nicole, "Makan dulu yuk."
Nicole menggeleng, "Nanti, Bu."
Terdengar suara nya serak, bahkan hampir menghilang.
"Nic, Ayden pergi itu demi kebaikan dia, buat kamu juga."
Mendengar itu Nicole langsung bangkit dari selimut nya. Dengan mata yang bengkak dan sembab, ia menatap Ibu nya sebentar.
"Bu.." Nicole kembali menangis, tetapi sambil memeluk Ibu. Ibu hanya bisa mengelus surai rambut Nicole pelan.
"Gapapa, nangis aja. Tumpahin segala emosi kamu."
"Bu, Nicole nggak mau kehilangan Ayden. Nicole sayang Ayden, Bu. Nicole takut hubungan Nicole sama dia bakalan hancur kayak kebanyakan."
"Nic, kamu itu bukan peramal, jadi kamu nggak bisa tau apa yang terjadi ke depan nya. Kamu itu terlalu larut dalam kesedihan kamu, sampe sampe kamu mikirin hal yang negatif. Percaya deh, kamu sama Ayden itu bakalan baik baik aja."
Ucapan Ibu nya sama sekali nggak berguna bagi Nicole. Dirinya tetep pada pemikiran nya yang udah melenceng jauh ke arah yang negatif.
Nicole memang bukan peramal seperti kata Ibu nya, tapi selama ini jika ada satu hal yang ia takutkan, maka hal itu pasti akan terjadi
---------------
"UDAH GILA! YANG BENER AJA???!!"
Gloria langsung menutup mulut Winda yang memekikan telinga, "Berisik, ini rumah orang."
Winda lantas menyingkirkan tangan Gloria, "Ya maaf, tapi gue kaget. Itu beneran gak Nic? Apa Ayden cuma main main aja?"
"Iya bener, Rama sama Bisma juga udah bilang kalo bener. Mereka juga kaget waktu di kasih tau Ayden."
Saat ini, Gloria dan Winda sedang berkumpul di rumah Nicole. Di karena kan Nicole tadi bilang ingin bercerita kepada mereka.
"Gila, Jepang ya.. Jauh banget." Gumam Gloria sambil memakan Snack ringan, "Tapi dia nanti balik kan? Maksud gue nanti bisa mampir kesini kan?"
Nicole mengedikkan bahu nya, "Gue juga lupa nanya sih."
"Ya gimana mau nanya kalo mata lo sembab banget gitu, kompres pake air dingin coba Nic. Kata emak gue sih ampuh buat ngurangin sembab." Saran Winda.
"Iya nanti gue cobain, makasih ya Win." Balas Nicole, "Tapi gue takut.."
"Takut kenapa?" Tanya Winda kepo.
"Takut nanti hubungan gue nggak bakal bertahan lama.." Ucap Nicole pelan.
Gloria dan Winda menatap Nicole sedih, mereka juga sama merasakan sedih nya seperti Nicole. Bagaimana pun Gloria serta Winda sudah menganggap Ayden sebagai keluarga sendiri.
"Gapapa Nic, gue tau lo pasti overthingking sekarang. Tapi yang jelas jalanin aja dulu, jangan terlalu larut sama pikiran lo itu, gue gak mau lo juga nanti jadi sakit." Balas Gloria terdengar khawatir.
Tingg~
Gloria segera mengecek ponsel nya ketika mendapat notifikasi.
"Dari Rama ya?" Winda bertanya penasaran.
Gloria justru menggeleng, lalu menunjukkan layar ponsel nya, "Ayden ngajak kita ketemuan, hari ini."
"Kalian aja, gue gak mau ikut."
"Kenapa Nic?"
"Gapapa, mungkin dia mau pamitan ke kalian. Gue lagi gak mood ketemu dia."
"Lo yakin?" Tanya Winda memastikan, "Nic, maaf ya. Gue tau lo kecewa, gue tau lo marah, tapi waktu lo tinggal berapa hari lagi, Nic. Menurut gue lo harus banyak ngabisin waktu sama Ayden, sebelum dia jauh pergi dari lo."
"Iya Nic, nanti pas dia pergi kita takut lo nya nyesel karena terlalu terbawa emosi."
Mereka benar, gimana pun Ayden cuma mau berpamitan sama Nicole, bukan mau mutusin hubungan dengan nya.
"Iya, nanti gue ketemu dia kalo mata gue udah baikkan."
---------------
"Gue mau pamit ke Jep–"
"Kita tau." Sela Gloria sebelum Ayden menyelesaikan kalimat nya, "Kita abis dari rumah Nicole tadi."
"Keadaan Nicole gimana?!" Tanya Ayden terdengar panik.
"Ya menurut lo aja?!" Jawab Winda gemas bercampur kesal, "Lo coba bayangin kalo Nicole mau pergi jauh banget tapi Nicole baru ngasih tau lo beberapa hari sebelum pergi, enak gak?"
Ayden menunduk, ia merasa bersalah. Memang benar harus nya Ayden memberi tau Nicole lebih awal.
"Mata Nicole sembab, karena nangisin lo semaleman." Sambung Winda.
"Gue chat dia gak di bales, di telpon juga gak di angkat."
"Terus dia harus ngangkat telpon lo sambil nangis nangis gitu? Kalo dia begitu emang bisa ngerubah keadaan apa?! Enggak kan?" Balas Gloria galak. "Gue gak tau deh kalian berdua gimana, gue cuma doain yang terbaik aja. Tapi kalo emang lo sayang sama dia temuin dia."
"Eh tapi jangan sekarang, mata dia bengkak banget nanti dia malu."
Gloria menepak paha Winda, "Goblok kenapa di kasih tau kalo takut Nicole malu."
"Oh iya ya.."
KAMU SEDANG MEMBACA
Oceans & Engines | Yoshi Karina
Fiksi PenggemarThis is the last falsetto, I'll ever sing to you my great, lost love.