seminggu sudah berlalu dan heeseung masih belum kunjung sadar. tak ada perubahan yang membaik juga dari luka-luka heeseung sehingga membuat saluna semakin cemas.
saluna duduk di pinggir kasur sambil mengelus pelan bagian tangan heeseung yang tidak ada bekas luka. kulit heeseung semakin kering dan rapuh.
tiba-tiba jari heeseung bergerak sedikit dan membuat saluna terkesiap.
"heeseung..?" panggil saluna pelan.
tidak ada respon sama sekali.
saluna kembali mengelus punggung tangan heeseung dan jari heeseung kembali bergerak meskipun sangat pelan.
"heeseung... kamu udah sadar? heeseung..." isak saluna.
hatinya semakin teriris setiap kali melihat heeseung dan merasakan betapa rindunya dirinya kepada heeseung.
"bangun heeseung.. mau sampai kapan kamu kayak gini... aku kangen berat..." saluna mengusap matanya kasar karena air matanya mulai berjatuhan.
hari semakin siang dan saluna masih setia diam di tempat. berharap heeseung segera sadar.
saluna menyentuh rambut heeseung pelan, kemudian mengecup pelan dahi dan bibir heeseung yang sudah semakin kering.
"heeseung.."
saluna menarik nafas panjang-panjang.
"waktu malem tahun baru.. mungkin umur kita sekitar 8 taun, kan satu blok itu pada keluar semua buat nonton kembang api.. kamu dateng ga malem itu? pasti harusnya kamu bisa keluar kan waktu malem..."
"kamu bilang kamu selalu liat aku waktu latian naik sepeda. selalu? kalau gitu pasti kamu pernah liat aku waktu latian naik sepeda malem-malem kan? kenapa kamu ga keluar rumah aja waktu itu? kita bisa naik sepeda bareng?"
"terus waktu kamu jatuh dari sepeda di depan minimarket? iya aku inget itu hee, aku inget itu kamu. kenapa kamu malah nolak pertolongan aku waktu itu? kenapa kamu ga ikut duduk aja dulu di minimarket, biarin aku obatin luka kamu, terus kita kenalan.. kenapa hee.. kenapa ga dari dulu..."
"kalau kamu udah sering liat aku ngerjain tugas di cafe itu, kenapa ga lebih awal aja hee kamu datengin aku waktu itu? kenapa harus waktu udah semester akhir?"
saluna mulai menangis.
saluna kesal pada dirinya sendiri. ia sangat berharap dapat mengenal heeseung lebih lama.
saluna menatap heeseung dan menyadari sesuatu. meskipun heeseung terbujur kaku tak berdaya, tapi sudut matanya mulai menitikan air matanya juga.
"heeseung.." saluna mulai mendekat.
"heeseung..? kamu denger aku..?" saluna berbisik.
"heeseung... ini saluna.. ayo dong kamu sadar... masa cuman aku disini yang kangen kamu sendirian?" ujar saluna dengan suara parau.
air mata mulai mengalir dari mata heeseung yang terpejam.
entahlah bagaimana kondisi heeseung sekarang namun saluna sangat berharap bahwa heeseung segera sadar.
"heeseung.. makasih ya.. aku cinta sama kamu."
pandangan saluna beralih ke arah monitor EKG yang mulai berbunyi seakan menunjukan aktivitas yang tidak stabil.
segera saluna menekan tombol di ruangan untuk memanggil para medis. saluna yakin heeseung butuh pertolongan segera.
saat petugas medis berdatangan, saluna tidak diperbolehkan berada di ruangan dan ia hanya bisa menunggu di luar.
lututnya melemas dan saluna hanya bisa berjongkok sambil memeluk lututnya, mengeluarkan tangisannya disana.
dadanya benar-benar sesak dan sakit. seumur hidupnya, saluna belum pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya.
beberapa menit kemudian para petugas medis keluar dari kamar heeseung dengan raut wajah yang tidak bisa saluna tebak.
"hubungi keluarganya, pasien sudah tidak tertolong."
saluna tidak tau harus bereaksi bagaimana.
saluna berdiri kaku, sekujur tubuhnya merinding ketika mendengar kalimat dari sang medis yang bahkan tidak ingin saluna dengar.
saluna langsung masuk ke dalam kamar dan melihat heeseung yang hendak di pindahkan dari ruangan oleh beberapa perawat.
saluna menahannya sebentar dan langsung memeluk tubuh heeseung yang sudah sangat dingin dan kaku.
badan heeseung sudah tidak hangat lagi.
kehangatan yang biasa saluna rasakan kerika memeluk heeseung kini sudah hilang begitu saja.
"heeseung.. kamu selalu ingkar.. berapa kali kamu ingkar janji sama aku?! kamu bilang malem udah bakal reda alerginya tapi apa?! seminggu kamu ga sadarin diri dan sekarang apa?!! heeseung.... kamu beneran jahat banget..."
saluna melonggarkan pelukannya dan menatap wajah heeseung.
"heeseung.. bangun.. ga boleh.. kamu ga boleh ninggalin aku.. ga boleh..." saluna terisak hebat.
sakit,
sangat sakit rasanya.
"mba kami turut berduka cita sedalam-dalamnya. kami izin bawa pasien keluar ya.."
sang perawat memegang pundak saluna namun ia menepisnya.
saluna tidak ingin melepaskan heeseung,
mustahil rasanya saluna bisa merelakan begitu saja kepergian heeseung.
"sus.. dia masih bisa selamat kan? sus, tadi aku liat jari dia masih gerak, bahkan dia nangis.. dia masih bisa denger aku sus... tolong... heeseung masih bisa selamat...."
"indra pendengaran memang selalu yang terakhir berfungsi sebelum kematian..."
KAMU SEDANG MEMBACA
after the sunset ; heeseung lee
Romance[END] "we could meet after the sunset only."