Halaman 10

88 6 0
                                    


"Ah~ Aku suka bau tubuhmu. Kau sangat wangi... dan cantik. Sangat mirip dengan ibumu."


"Paman, hiks...Tolong lepaskan. Aku tidak suka ini,hiks... "

Bocah itu menangis. Ia meronta. Sekuat mungkin berusaha melepaskan kedua tangannya yang ditahan pria muda berstatus pamannya itu. Kaki kecilnya terus menendang tanpa arah dengan lemah.

"Paman... hiks."

Bocah malang itu tak henti-hentinya memohon. Berharap pamannya masih menyimpan sedikit rasa iba untuk raga kecilnya.

"Tubuhmu... hah~rasanya pasti sangat nikmat."

Namun seakan tuli, pria berusia akhir duapuluhan itu tidak menggubris tangisan si bocah malang dan terus melanjutkan kegiatannya. Sebelah tangannya yang bebas semakin berani menggerayangi setiap inci tubuh kecil yang bergetar ketakutan dibawah kungkungannya.

"Aku sudah berjanji pada hyung dan istrinya yang cantik untuk menyayangimu. Dan kau... harus menerima rasa sayangku."

Bocah itu menggeleng hebat saat pamannya mencoba menurunkan celananya. Walaupun masih berusia 8 tahun, ia sudah cukup mengerti bahwa yang pamannya lakukan ini, bukanlah salah satu bentuk dari berbagai bentuk kasih sayang seorang paman untuk keponakannya.

"Aku tidak mau! Lepaskan! Tolong! To- mmppphhh... "

Tangan besar pria itu membekapnya kencang. Membuat si bocah merasa mual dengan bau alkohol dan asap rokok yang sangat menyengat.

"Kalau kau teriak, nyawa nenekmu itu akan hilang sekarang juga. Kau mau dia cepat mati,hah?"

Gelengan kepala bocah itu terlihat sangat lemah. Sekarang dia tau, sekuat apapun dia berusaha, dia tidak akan bisa menang karena tenaga pamannya jauh lebih besar.

"Kau tidak mau,kan?"

Tenggorokan bocah itu tercekat oleh isakan yang ia tahan. Bukan hanya matanya yang terasa perih. Tapi juga hatinya. Paman yang ia sayangi dengan tulus, yang dulu sering bermain dengannya, kini berakhir menyakitinya.

"Ah~ sepi sekali jika hanya kita berdua. Bagaimana kalau aku panggil teman-temanku? Sepertinya akan lebih seru. Bukankah berbagi itu hal yang baik,





Lee Taeyong?"










-_-








"Mark, kau belum tidur?"

Mark menoleh ke arah pintu dan mengangguk singkat. Kakinya ia bawa menghampiri Taeyong yang sibuk menggantung mantel yang barusan ia pakai.

"Aku menunggumu, hyung."

Kedua sudut bibirnya terangkat ketika melihat Taeyong yang selalu tampak cantik dimatanya. Mark tidak pernah lupa untuk selalu bersyukur karena telah dipertemukan karya terbaik Sang Pencipta.

"Benarkah? Terimakasih."

Senyuman diwajah pemuda berusia 23 tahun itu seketika luntur saat mendengar kalimat tak bersemangat yang keluar dari mulut Taeyong. Mark mengamati wajah rupawan sosok dihadapannya yang kini malah mematung, lalu menunduk menatap lantai.

"Hyung, kau baik-baik saja? Apa kau tidak enak badan?"

Taeyong melenguh pelan. Sedetik kemudian mengangkat kepalanya dan tersenyum lembut ke arah Mark.

"Aku baik-baik saja, Mark. Hanya-"

"Apa ada kaitannya dengan Jaehyun?"

Mark menyela dengan kalimat dan tatapannya yang dingin.

Another SideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang