40. Penyesalan

40.1K 7.2K 434
                                        


Ketika pintu dibuka, Duke Naveen bisa melihat seorang gadis berbaring lemah didalamnya.

Duke Naveen melangkahkan kakinya secara perlahan. Perkataan dari Dominic terus terngiang-ngiang di kepalanya.

"Dia telah kehilangan dirinya sendiri."

Duke Naveen menatap wajah Celine. Gadis itu membuka matanya, dan hanya menatap kosong ke arah atas.

"Racun bunga kristal telah berada di dalam tubuhnya sejak lama."

Tubuh rintih Celine begitu lemah dan pucat. Duke Naveen membalikkan badannya, dia tidak siap untuk melihat anaknya dalam keadaan seperti ini.

Stefanus di depan pintu segera meyakinkan Duke Naveen dengan gerakan kepala.

Duke menyembunyikan rasa sedihnya, dan duduk di kursi yang berada di samping ranjang gadis itu.

"Apakah Dave sering mengirimkan mu sebuah surat?" Tanya Duke Naveen getir.

Duke Naveen hanya tidak tahu apa yang harus dia katakan sekarang. Mungkin sebagai Duke, dia telah berhasil. Tapi sebagai Ayah dia telah begitu sangat gagal.

Duke Naveen menyalahkan dirinya sendiri . Hatinya begitu sakit saat melihat Celine hanya berbaring diam dengan pandangan mata yang kosong.

"Ayah sangat menyesal dengan apa yang telah terjadi."

Duke mengambil tangan Celine untuk dia genggam. "Bahkan untuk meminta maaf padamu, Ayah terasa tidak pantas untuk mengucapkannya."

"Lupakan soal memaafkan. Itu termasuk sulit untuk dilakukan saat terluka."

Benar, kadang kita sibuk mencari alasan untuk memaafkan tapi lupa untuk membalut luka.

Tubuh Duke Naveen bergetar karena tidak bisa lagi untuk menahan rasa sedihnya. Pria itu mengeluarkan air mata dan memukul kepalanya berkali-kali dengan begitu keras.

Duke Naveen begitu sangat menyesal. Dia tidak menyangka sikap yang ia ambil sekarang akan membawanya pada sebuah rasa penyesalan yang begitu besar.

"Apa yang kau inginkan sekarang? Bahkan jika itu kepalaku pun, aku akan menurutinya."

Gadis itu mengeluarkan air matanya. Dia melirik Duke Naveen. "Kenapa kau berbicara seperti itu? Seberapa buruknya kau, tapi kau tetaplah ayahku."

"Aku tidak membencimu. Aku hanya kecewa dengan mu."

Duke Naveen terdiam dengan air mata yang terus keluar. Genggaman pada tangan Celine semakin kuat.

"Apakah kau tidak ingat, betapa kau sangat menyayangiku?"

Celine tersenyum bahagia ketika membayangkan kenangan indah yang masih tersimpan dengan sempurna sampai sekarang dikepalanya.

Namun senyuman itu semakin membuat hati Duke Naveen begitu sakit seperti disayat. Gadis itu mungkin tersenyum indah, tapi air matanya tidak berhenti untuk keluar.

"Ketika Adhisty menginginkan gelang tangan yang kau berikan padaku sebagai hadiah .. Kau menyuruhku untuk memberikannya pada Adhisty." Celine tersenyum kecil menatap Duke Naveen. "Namun besoknya kau memberikan ku sebuah gelang permata yang lebih bagus dari yang Adhisty ambil."

Celine semakin tersenyum meyakinkan Duke Naveen. "Atau saat Adhisty mengambil syal yang dirajut oleh Ibu Katrine untukku, lalu dia membuat syal itu menjadi rusak?"

"Ketika itu, aku sangat begitu sedih," Celine menjeda ucapannya saat air mata Duke Naveen membasahi tangannya. "Namun apa yang aku lihat pada malam harinya? Kau memperbaikinya dan merajut itu kembali untukku."

Celine terus bercerita dengan air mata yang terus mengalir di pipinya. Stefanus yang berdiri di balik pintu juga ikut menangis.

Gadis itu sekarang bercerita pada Duke Naveen kembali. Celine bercerita ketika dia sering membuat kekacauan.

"Namun kau selalu membereskannya. Kau berkata pada setiap orang yang aku ganggu, bahwa aku adalah putrimu."

Itu memang benar. Dulu ketika Celine melakukan masalah apapun, Duke Naveen selalu berdiri sebagai tamengnya dibarisan paling depan. Duke Naveen tidak perduli jika gadis itu yang bersalah dan terus membelanya di hadapan banyak orang.

Duke Naveen akan berkata.

"Dia adalah putriku."

"Beraninya kau berurusan dengan putriku?"

"Dia adalah seorang gadis keturunan bangsawan Naveen. Putriku."

Duke Naveen hanya tidak menyangka bahwa hal kecil seperti ini, akan Celine ingat sampai sekarang.

Semua ini mengingatkan mereka berdua dengan apa yang terjadi di masa lalu, ketika anak-anak Duke masih kecil.

Dulu ketika keluarga Duke Naveen sedang bermain salju bersama. Celine tidak sengaja terjatuh oleh Adhisty, dan mengakibatkan tangannya berdarah. Duke Naveen langsung membawanya kedalam pangkuan dan mengobati luka itu.

Namun Adhisty selalu menginginkan semua berpusat padanya. Sorenya Adhisty yang cemburu dengan sikap yang Duke berikan pada Celine, Adhisty dengan berani mematahkan tulang tangannya sendiri untuk perhatian Duke Naveen.

Atau saat Celine demam tinggi. Duke Naveen secara sembunyi-sembunyi menjenguknya untuk mengurus Celine. Namun Adhisty yang tahu, segera menjatuhkan dirinya ke dalam air es danau.

Yang Duke Naveen inginkan hanyalah hidup bersama anak-anak. Namun sikap yang dimiliki Adhisty membuat Duke frustasi.

Jika Duke Naveen terlalu berfokus pada Celine, maka Adhisty akan melakukan hal gila. Bahkan untuk membunuh dirinya sendiri, Adhisty akan tidak segan-segan.

Duke Naveen menyayangi Celine begitu juga dengan Adhisty. Duke sangat takut untuk kehilangan Adhisty karena sikap gadis itu.

Ketika Adhisty tahu jika putra mahkota Gabriel saling cinta dengan Celine. Gadis itu berniat membunuh Celine jika saja Duke Naveen tidak tahu.

Alasan Duke meminta Celine untuk menjauh dari Gabriel, karena Adhisty. Duke Naveen tidak ingin ada yang mati diantara dua putrinya.

Karena tidak ada anak yang sempurna dan tidak juga ada orang tua yang sempurna. Semuanya masih dalam tahap belajar.

Duke Naveen tertunduk, penyembunyian rasa sedihnya. "Ayo pulang bersama Ayah segera, Celine."

Namun jawaban dari Celine membuat Duke Naveen terdiam. "Aku hanya akan bersama Dominic di sisa hidupku."

"Apa maksudmu dengan sisa hidup?" Duke Naveen mengelus lembut kepala Celine.

"Ayah akan berusaha mencari penawar racunnya. Kau tidak akan mati!"

Karena hidup, semuanya hanyalah kematian.

***

Lady CelineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang