Bab 2: Memoria
Semenjak kejadian saat itu, kedua orangtuaku pun sedikit berubah. Mereka jadi lebih sering memperhatikanku, di pagi hari, di siang hari, dan bahkan pada saat malam hari malam hari. Kini Ibuku selalu mencium keningku sebelum dirinya hendak berangkat menuju ke kantornya. Ibuku juga kini sering membuatkan masakan favorit-ku, ketika dirinya sedang berada di rumah. Lezat.
Sedangkan Ayahku, sebelum aku hendak tidur dirinya selalu saja menceritakan masa-masa di waktu aku kecil dulu, jelas hasilnya sudah sangat berbeda sekali dari apa yang kini aku rasakan. Kedua orang tua ku secara bergantian menemaniku, dan merawat diriku yang sedang terbaring sakit di kamarku. Ya... Walaupun, masih belum terlihat kebersamaan di antara mereka berdua, namun setidaknya tujuan mereka kini hanyalah satu, yaitu; 'Berharap anaknya bisa segera pulih kembali, dan bisa kembali bermain lagi dengan sangat ceria.'
Bahkan Nenekku juga lebih Intensif lagi senantiasa datang ke rumahku untuk merawat ku, dan menjagaku di kala Ayah-Ibuku sedang pergi bekerja. Tak henti-hentinya Beliau membelai lembut rambutku dengan penuh kasih sayang, dan penuh cinta untukku. Tak lelah-lelahnya Beliau menyuapi diriku ini sendok per-sendok makanan ke dalam mulutku, di kala jam makan untukku telah tiba. Tak lelah-lelahnya juga Beliau membasuh seluruh tubuhku, dan menggantikan pakaianku, di kala jam untukku mandi telah tiba. Beliau sungguh sangat telaten dalam urusan mengurus, dan merawat ku dengan penuh rasa cinta.
Dengan tatapan kedua mataku yang mulai menjadi sayu, menatap ke arah sinar lampu yang mulai meredup dari penglihatanku. Gelapsemakin gelap, sunyi semakin sunyi, lalu hening pun terasa semakin hening. Perlahan tapi pasti kelopak mataku pun mulai terasa berat untuk terus memandang. Lalu tertidurlah aku, dan kemudian bermimpikan sebuah kilas balik dari sebuah kisah di masa laluku, sebuah kisah klasik kehidupanku yang pernah aku alami selama ini tentang kedua orang tua ku.#Flashback di dalam sebuah mimpi, di dalam tidurku.
***
Ibu. Di saat aku masih kecil dulu, aku sungguh masih sangatlah lemah tanpa ada daya apapun juga. Dimulai dari saat Ibu mengandung diriku ini selama sembilan bulan lamanya dengan penuh derita. Keadaan Ibu semakin payah dari hari ke harinya, bahkan menyusahkan makan, dan tidurnya. Detik-detik melahirkannya pun, seolah-olah Ibu hanya mampu melihat kematian yang ada di depan kedua matanya. Hingga akhirnya, diriku ini terlahir dengan suara tangisan pertamaku, dengan tubuhku yang masih sangat mungil berada di sisinya. Ibu pun seolah-olah lupa akan semua rasa sakit yang dideritanya itu, dan kemudian rasa sakit itu berganti dengan sejuta harapan, dan beribu kebahagiaan untuknya.
Seluruh perhatian, dan tenaganya pun hanya dicurahkan untuk merawat ku, mengasuh, dan membesarkan diriku ini, bahkan kasih sayang yang sangat tulus pun dicurahkannya dengan sebuah pelukan, dan buaian lembut darinya. Ibu selalu saja lebih mendahulukan kesehatan diriku ini, daripada kesehatan terhadap dirinya sendiri. Dan, airsusunya lah yang menjadi sumber Nutrisi bagi diriku ini, Si Buah hatinya yang mungil, dan yang paling ia cintai di sepanjang hidupnya itu.
Ibu selalu bersabar atas tangis, dan jerit diriku; Baik pagi, siang, sore, dan bahkan pada saat malam hari -Di saat manusia lain sedang tertidur dengan lelapnya, namun Ibu masih saja menyisakan tenaganya, seolah-olah dirinya itu adalah manusia Super tanpa adanya rasa lelah di dalam hidupnya. Ibu pun harus terjaga dari tidurnya itu yang padahal hanya untuk membersihkan kotoranku, Ibu pun selalu Sigap membersihkan diriku ini dari kotoran dengan kedua tangannya, tapi Ibu pun melakukannya tanpa pernah mengeluh, apalagi merasa jijik.
Ibu rela menahan laparnya hanya demi kenyangnya diriku ini, Ibu rela terjaga dari tubuh lelahnya hanya demi terlelapnya tidurku, bahkan Ibuku rela sibuk hanya demi memberi sebuah kenyamanan untukku. Bilamana diriku ini sedang dirundung sakit, Ibu akan menampakkan kegundahannya, dan memberikan kasih sayangnya yang tak berujung kepadaku, bahkan Ibu rela mengeluarkan seluruh harta bendanya hanya demi kesembuhan diriku ini.
Seandainya Ibu harus dihadapi dengan dua pilihan. Di antara; 'Hidupnya diriku, atau kematian bagi dirinya?' Niscaya dengan sangat tegas, Ibu akan memilih; 'Kematian baginya, hanya demi anak tercintanya ini dapat terus hidup di dunia ini.: Karena aku tahu; Bila Ibu sangatlah menaruh harapan besarnya kepada diriku ini, bahkan Ibu pun senantiasa mendoakan kebaikan untukku. Baik secara diam-diam di dalam sujudnya, ataupun terang-terangan di hadapanku. I love you Mom...
(9)
KAMU SEDANG MEMBACA
Melankolis: Sebuah harapan dan airmata. (Completed)
Teen FictionTara, gadis yang terlahir dan hidup didalam keluarga yang broken, permasalahan dalam hidupnya pun selalu datang menyerang secara bertubi-tubi. Tak hanya keadaan rumahnya saja selayaknya hidup dimedan perang karena ulah kedua orangtuanya yang selalu...