Malam semakin larut. Detak jam sudah menunjukan pukul 2 pagi. Aku terpaku dalam kesunyian, terdiam menatap Ilusi kesendirian seakan membiarkanku dalam kehampaan. Kebekuan jiwa pun menjelma, berganti menjadi sebuah kedinginan nurani yang menemaniku di malam ini, membuat diriku seketika menjadi sangat merindukan tentang kehangatan dari sebuah kebersamaan dalam keluargaku (dulu).
Sejenak aku mulai bermimpikan tentang keindahan di saat tirai-tirai kegalauan pun mulai tersibak menjauh. Membuat sebuah Fatamorgana di benakku, tentang sebuah kebahagianku di masa lalu, dan tentang kebersamaan di dalam keluargaku yang kini mulai menjauh dari realita. Hingga tersingkaplah sebuah takdir kebenderangan di dalam benakku ini. Bermaknakan sebuah kedamaian yang Hakiki dalam mimpiku. Seketika itu, terbawalah aku dan terhempasnya aku kedalam bayang-bayang indah dari sebuah kenangan akan hangatnya kebersamaan keluargaku di masa lalu.
Waktu yang terlewati memanglah tak seberapa. Namun Sang Waktu pun akan bergulir dengan sangat indah, jika kita mampu melewatinya dengan bersama-sama. Kebersamaan di dalam keluargaku dulu seperti memberikan sebuah rasa kebahagiaan yang menyatukan (hati) kita menjadi satu, dan seolah-olah hendak memeluk erat tubuh kita. Derita menjadi bahagia, duka pun juga menjadi tawa. Inilah masa-masa yang indah di dalam keluargaku di masa lalu yang akan selalu kurindukan, dan tak akan pernah aku lupakan.
Di masa lalu tiada hari yang terlewati, tanpa adanya canda-tawaku bersama mereka. Bagiku; Kehadiran mereka sungguh sangatlah berharga, namun semua itu kini telah jauh berubah. Mungkin dengan kematian ku ini, akan membawa kebahagiaan untuk diriku, namun apalah arti dari sebuah kebahagiaan -Bila hari-hariku kini, terlewati tak lagi bersama mereka di sisiku. Hanya akan ada sebuah kehampaan yang terasa, jika mereka sampai meninggalkanku sendirian di kehidupanku setelah ini. Apalagi, jika mereka sampai melupakan semua kenangan indah yang pernah terjadi di antara kita. Melupakan semua yang dulu pernah ada, dan semua yang pernah kita lewati bersama.
Sepinya malam hari akhirnya berlalu, berganti dengan Sang Pagi hari yang mengawali hari baru di dalam kehidupanku. Kini aku pun sudah mulai bisa untuk terbangun dari panjangnya malam yang telah membelengguku selama 30 hari lamanya. Secara perlahan-lahan aku mencoba untuk bergerak, terus saja mencoba untuk berdiri kembali, lalu berusaha bangkit (dengan sangat berupaya) untuk mengangkat kembali tubuh lemahku ini, yang sudah terlalu lama terbaring di atas kasur rumah sakit ini.
Setelah kebangkitanku, aku pun memutuskan untuk membuka salah satu jendela yang berada di ruangan rumah sakit ini. Tersiratlah masuk sinar (cahaya) mentari pagi yang sangatlah indah dihadapan kedua mataku. Sinar itu pun menerangi seluruh pelosok ruang kamar rumah sakit ini. Indah sinarnya seperti membawakanku sebuah kesadaran, bahwa; 'Aku (memanglah) harus tetap tegar dalam menjalani kehidupanku, meski sesulit ini.'
"Sayaaang?? Ya... Ampun... Sayang, akhirnya kamu sudah sadar juga. Kamu kenapa harus melakukan hal semacam ini, sayang? Memangnya kamu gak sayang lagi sama Bunda?" Runtutan ucapan dari Ibuku, yang terkejut bahagia atas kesadaranku ini, sambil terus memelukku erat dengan airmata yang sudah membasahi kedua pipinya. Menurutku itu adalah pertanyaan yang sangatlah bodoh. Iya, sangatlah bodoh dan kenapa tidak?! Apa ia tidak berpikir bila setiap sesuatunya pasti ada sebab dan akibatnya. Sebabnya adalah pertengkaran diantara kalian berdua dan inilah akibatnya. Jika sayang, kurasa kalian tidak seperti ini...
(5)
KAMU SEDANG MEMBACA
Melankolis: Sebuah harapan dan airmata. (Completed)
Teen FictionTara, gadis yang terlahir dan hidup didalam keluarga yang broken, permasalahan dalam hidupnya pun selalu datang menyerang secara bertubi-tubi. Tak hanya keadaan rumahnya saja selayaknya hidup dimedan perang karena ulah kedua orangtuanya yang selalu...