...MATII!! Terkulai dengan tubuh yang terkujur dan membiru tragis. Seketika itu seluruh cahaya harapanku yang selama ini aku mimpi-mimpikan pun meredup, lalu menghilang dengan semua janji palsunya yang tak pernah aku bisa dapatkan. Sebuah harapan sederhana, yang berisikan tentang sebuah keinginan yang juga tak lebih sederhana lagi dari sebuah pengaharapan tersebut, yaitu; Keinginan untuk dapat bisa merasakan kembali keharmonisan dalam sebuah keluarga. Ya, Kebersamaan didalam keluarga kecilku ini.
Saat kematianku datang. Aku terbaring di dalam sebuah mobil ambulan, mendengarkan suara-suara tangis kesedihan di sekitarku, lalu sejenak membuat diriku ini ikut menjadi tersedu sedang -pasrah dalam sebuah pilihan yang aku pilih ini. Sebuah pilihan yang aku pikir mampu membebaskan batinku ini dari penderitaan yang selama ini aku rasakan. Saat takdirku pun menjelang. Sirene berlari-larian (bersahut-sahutan) renggang -membuka jalan menuju Tuhan. Suara-suara itu seolah-olah sedang memberikanku sebuah keyakinan atas pilihanku yang telah aku pilih ini. Suara-suara itu pun, seolah berkata kepadaku;
'Kematian hanyalah sebuah perpindahan dari jiwa yang kelam, menuju kebebasan jiwa yang kekal. Tak akan ada lagi air matamu yang akan jatuh bercucuran, menyesakan dadamu, dan menyiksa hatimu.'
-'Kini... Aku usai sudah.'
Usai dalam sebuah kesempatan hidup di dunia ini, usai dalam merasakan kesedihan ini, dan usai juga penderitaan yang kurasakan selama ini. Menata hari esok yang aku pikir akan jauh lebih baik dari hari-hari sebelumnya, dan Ber-Migrasi dari sebuah kehidupan di dunia ini, menuju dunia yang apalah kalian sebutkan namanya itu?!!
***
Suara dari sebuah mesin Ekg pun mulai memenuhi ruangan rumah sakit ini, ber-symphony dengan irama dari suara isak tangis yang penuh harapan dari semua orang di sekitarku. Suara-suara itu pun seperti hendak memelukku erat, mengulurkan tangannya, menjemputku, dan membebaskan rantai-rantai kesepian di jiwaku. Desiran nafas-nafas mereka pun berlarian, berkejaran, dan terus saja memburu panik hanya demi sebuah pengharapan tentang hasil (kabar) baik dari keadaanku ini.
-'Inilah yang aku harapkan selama ini.'Di saat semua orang tidak lagi sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Bahkan, kedua orangtuaku pun hanya mengkhawatirkan keadaanku pada saat itu. Semua orang di sekitarku seperti memiliki satu perasaan yang sama untukku, yaitu; Tangis kesedihan. Tapi aku sangat yakin sekali; Jika isak tangis mereka kelak akan berangsur-angsur menghilang (musnah) bersama berlalunya Sang Waktu, lalu kemudian mereka akan melupakan diriku atas pilihan menuju kematianku ini. Namun semua perasaan lega itu mendadak sirna tak tersisa, ketika terdengarnya kembali suara-suara yang menyesakan hatiku selama ini.
Disaat aku pikir, aku sudah mulai mensyukuri atas pilihanku ini, namun seketika itu terdengar teriak dari seorang gadis yang aku kenali dan menghancurkan semuanya...
"Lihat, Mas...!!! Lihat...!!!"
"Ini semua terjadi karenamu, Mas!!!"
Teriak Ibu, dalam sebuah isak tangisannya. Seperti tak terima atas ucapan dari Ibu yang baru saja terlontarkan tersebut, Ayahku pun membalasnya;"Aku...???"
'Semua ini karena ulahmu...!!!"
"Kalau saja kamu punya moral, semua ini jelas tak akan pernah terjadi." Bentak Ayah, yang juga masih dirundung kesedihannya.Suara-suara dari mereka berdua itu, seperti memberikan sebuah cambuk kesadaran kepadaku, bahwa (ternyata); Aku telah sangat salah dalam mengambil keputusan ini. Orangtuaku tidaklah akan berdamai, bahkan di saat aku sudah memilih untuk Mati, mereka berdua akan selalu bertengkar, dan akan terus saja saling menyalahkan atas semua ini. Mereka berdua pun akan terus saling membenci satu sama lainnya, lebih dari sebelumnya, dan mereka berdua pun tidaklah akan pernah menjadi satu kembali.
'Kini... Aku lengkap sudah.'
(3)
KAMU SEDANG MEMBACA
Melankolis: Sebuah harapan dan airmata. (Completed)
Teen FictionTara, gadis yang terlahir dan hidup didalam keluarga yang broken, permasalahan dalam hidupnya pun selalu datang menyerang secara bertubi-tubi. Tak hanya keadaan rumahnya saja selayaknya hidup dimedan perang karena ulah kedua orangtuanya yang selalu...