Chapter 13

1.1K 80 2
                                    


Butuh waktu hampir setahun hingga Shinichi lancar berbicara dan berhasil menggunakan otot lengan dan jari-jarinya lagi. Sekarang dia sudah bisa makan sendiri. Hanya kakinya yang masih lumpuh. Selama proses terapi dan pemulihan itu, Shiho tak pernah lelah mendukungnya.

Buk!

Shinichi terjatuh lagi di matras, Shiho sekuat tenaga menahan ketiaknya. Tentu saja tidak berhasil karena tubuh Shinichi lebih tinggi dan berat, tapi setidaknya bisa mengurangi laju jatuhnya.

"Kita coba lagi Kudo-Kun," Shiho menyemangati.

Shinichi menggeleng, napasnya terengah-engah, keringatnya bercucuran.

"Kita baru saja mulai,"

"Aku lelah Shiho, mungkin saja aku tidak bisa jalan lagi," keluh Shinichi putus asa.

"Jangan bodoh! Kau sudah sejauh ini, sudah bisa bicara dan makan sendiri. Hanya satu tahap lagi, yaitu berjalan, ayo..." Shiho berusaha memapahnya lagi.

"Tidak mau! Aku pasti lumpuh selamanya!"

"Dengar! Ran-San sebentar lagi pulang dari Jerman! Kau mau dia melihatmu lumpuh begini?!" Shiho terpaksa mengeluarkan kebohongan pamungkas itu.

Shinichi terhenyak.

"Ayo kita coba lagi, aku akan membantumu,"

Shinichi akhirnya patuh dan mencoba lagi.

Setelah hampir tujuh tahun tinggal di rumah sakit, akhirnya Shinichi diperbolehkan pulang. Ia hanya harus rutin terapi seminggu tiga kali ke rumah sakit. Yusaku dan Yukiko senang sekali putranya bisa kembali lagi ke rumah. Profesor Agasa juga tampak bahagia menyambutnya.

"Okairi Shinichi!" Profesor Agasa menunduk memeluk Shinichi di kursi roda.

"Arigatou Hakase!" sahut Shinichi yang tampak senang juga pulang ke rumah.

"Okasan sudah menyiapkan kamar di lantai bawah untukmu Shin-Chan," kata Yukiko.

Shinichi mengangguk, "arigatou Okasan,"

"Kau senang pulang ke rumah Shinichi?" tanya Yusaku sembari menepuk lunak pundak putra satu-satunya.

"Tentu saja senang, maaf sudah merepotkan semuanya selama ini," ujar Shinichi.

"Asalkan kau sembuh saja, kami sudah sangat senang," ujar Profesor Agasa.

"Aku juga sudah tidak sabar mau cari kasus lagi dan mengganggu si mata setan mengantuk ini hehehe..." goda Shinichi iseng.

"Aduh jangan sekarang-sekarang ini! Aku belum siap begadang lagi!" gerutu Shiho.

Semua orang di ruangan itu tertawa.

Namun dengan segera tawa itu dirusak oleh kedatangan seseorang yang tidak diduga-duga.

"Shinichi!" panggil sebuah suara tak asing.

Semua menoleh dan hanya wajah Shinichi yang cerah melihat kedatangannya.

"Ran!"

"Oh ya ampun! Aku tak percaya ini! Akhirnya kau sadar!" Ran berlari dan menunduk memeluknya.

Tampak Yukiko dan Profesor Agasa terkesiap menahan emosi, sementara Shiho diam seribu bahasa. Mereka semua bungkam, tak berani bilang kenyataan bahwa Ran sudah menikah dengan Araide Sensei di hadapan Shinichi.

"Maaf telah membuatmu khawatir selama ini Ran," kata Shinichi.

"Tidak apa-apa," Ran menghapus air matanya, "yang penting Shinichi sekarang sudah baik-baik saja,"

Yukiko berdeham, "Anooo Yu-Chan, Hakase, bisa bantu aku bawa Shinichi ke kamar? Dia baru saja pulang, harus istirahat,"

"Okasan..." Shinichi merajuk, "aku kan masih mau ngobrol sama Ran,"

"Besok saja ya Shin-Chan. Ran-Chan juga baru sampai dari Jerman, pasti masih lelah, ya kan Ran-Chan?" Yukiko memandang Ran dengan tajam.

"E-eh... sebaiknya kau istirahat dulu Shinichi, besok kita ngobrol lagi,"

"Baiklah kalau begitu, sampai nanti," Shinichi akhirnya pasrah dibawa Yusaku dan Profesor Agasa ke kamar.

Setelah tinggal bertiga saja, para wanita di ruangan itu. Yukiko melipat tangannya seraya memandang Ran kesal.

"Kenapa kau bisa kemari?" tanya Yukiko.

"Aku mendengar Shinichi sudah sadar dan memutuskan untuk pulang," jawab Ran.

"Kau lupa? Kau sudah bersuami,"

Ran menunduk muram, "sebenarnya, aku dan Tomoaki sedang dalam proses perceraian,"

Yukiko dan Shiho terkejut.

"Apa? Kenapa?" Yukiko terus menyelidik.

"Aku tak bisa. Aku tidak mencintainya. Sudah berusaha sekeras apapun, aku tetap tak bisa. Aku terkadang merasa bersalah, karena dia sudah begitu baik padaku dan aku tetap tidak bisa mencintainya. Karena itu, aku memutuskan untuk bercerai, lebih baik kami berteman saja,"

"Meski begitu, bukan berarti kau bisa kembali pada Shinichi. Aku tidak akan mengijinkan. Dia bukan mainan jungkat jungkit," kata Yukiko semakin ketus.

"Tapi Yukiko-San lihat sendiri, Shinichi membutuhkanku,"

"Lalu dimana kau? Selama ini dimana kau saat dia membutuhkanmu? Yang selalu disisinya adalah Shiho, bukan kau!"

"Aku tahu aku salah Yukiko-San, aku sungguh menyesal," isak Ran, airmata merupakan senjata pamungkasnya, "tapi aku sungguh-sungguh mencintai Shinichi. Aku meninggalkan suamiku karena aku sadar aku tidak pernah bisa berhenti mencintainya. Benar aku tidak pernah di sisinya selama empat tahun terakhir, tapi Yukiko-San lihat kan? Bahkan Shinichi tetap mencariku setelah selama itu? Karena yang dia cintai adalah aku, bukan Shiho,"

"Tapi..."

"Yukiko-San..." Shiho akhirnya berusaha menengahi, "yang dikatakan Ran-San benar. Kudo-Kun saat ini masih labil, biarkan saja,"

"Tapi Shiho..." Yukiko merajuk.

"Sebagai dokternya, aku sangat mengerti kondisi Kudo-Kun. Bila Ran-San mampu membuatnya semangat setiap kali melakukan terapi, ia pasti cepat pulih,"

Yukiko yang terpaksa mengalah, mendengus tak suka, "terserah, atur saja," ia pun meninggalkan ruangan dengan pandangan muak kepada Ran.

"Arigatou Shiho," ucap Ran.

"Aku melakukannya bukan untukmu, tapi demi Kudo-Kun. Pastikan saja, dia menjalani sesi terapinya dengan baik," kata Shiho seraya berjalan ke pintu depan.

"Tentu saja, kami sejak kecil saling mencintai. Walau selama empat tahun ini kau yang berada di sisinya, kau takkan pernah memenangkan hatinya," Ran tak peduli lagi dengan ucapannya menyakiti atau tidak. Empat tahun berumah tangga dengan suami yang tidak dicintai, ia merasa ia harus memperjuangkan segalanya sekali lagi, meski harus bertindak lebih agresif.

Shiho berhenti dan menoleh kepada Ran dengan tatapan dingin, "maaf, tapi aku tak perlu memenangkan hati siapapun. Aku mencintai Kudo-Kun dan ingin melihatnya hidup, itu saja. Aku tak pernah mengemis imbalan dan aku takkan pernah serendah itu menggunakan air mata dan merengek untuk mendapatkan apa yang kuinginkan," ujarnya tajam sebelum berlalu pergi.

Devil Beside YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang