Chapter 16

1.6K 88 0
                                    


Ketika para undangan sedang menikmati makan malam, di ruangan lain Ran sudah menunggu untuk meminta penjelasan. Di ruangan itu hanya ada tiga orang, Shinichi, Shiho dan Ran.

"Jelaskan apa maksud semua ini? Kenapa kau permainkan aku Shinichi?!" tuntut Ran dengan suara bercampur amarah dan tangisan.

"Bagian mana yang mempermainkanmu Ran?" Shinichi bertanya balik, "aku sejak awal bilang, aku mengadakan pesta ulang tahun sekaligus ingin melamar wanita yang kucintai. Aku tidak bilang aku mau melamar Mouri Ran, di undangan juga hanya undangan pesta ulang tahun bukan?"

Ran yang merasa tertohok akhirnya terdiam.

"Bukankah sebaliknya? Kau yang sedang mempermainkan aku? Kau masih status istri orang tapi mau bertunangan denganku? Aku bisa dipenjara karena merebut istri orang," tambah Shinichi.

Shiho kaget, "jadi kau sudah tahu?"

"Tentu saja. Aku sudah mengetahuinya sejak awal. Aku bahkan sudah kontak dengan Araide Sensei. Dia benar-benar orang yang sangat baik, Ran. Tidak seharusnya kau menyia-nyiakannya,"

"Aku mencintaimu Shinichi," tangis Ran.

"Kau hanya tidak pernah berusaha membuka hatimu. Kau tidak menghargai mereka yang ada di sisimu, menyayangimu dan menerimamu apa adanya. Aku pun nyaris melakukan kesalahan itu," Shinichi meraih tangan Shiho dan menggenggamnya erat, "tapi kini, aku takkan pernah melepaskannya lagi, mereka yang menyayangiku dan tetap berada di sisiku pada saat aku di titik terendahku,"

Ran menggigit bibirnya.

"Araide Sensei bilang merelakan dirimu jika kau ingin bersamaku, tapi aku tidak mau melakukannya. Aku tak bisa. Aku bukan lagi Shinichi yang dulu. Aku mencintai Shiho, aku berjanji pada Sensei untuk mengembalikan istrinya,"

"Jangan lupa, aku juga pernah menunggumu selama lima tahun, dua tahun ketika kau mengecil dan tiga tahun pertamamu dalam koma. Jangan kesannya, aku yang tidak tahu diri meninggalkanmu,"

"Eh, aku ingat itu dan aku sangat menghargainya. Maaf telah menyia-nyiakan waktu lima tahunmu. Tapi... mataku kini juga terbuka. Teman sejak kecil bukan jaminan kita benar-benar saling memahami. Aku... Aku tak bisa menerima ketika aku baru saja koma dan kau menyalahkan Shiho serta membawa-bawa nama Okasan menyuruhnya untuk pergi..."

Shiho terhenyak dan bingung, bagaimana Shinichi bisa tahu hal sedetail itu? Waktu Ran mengatakan hal itu pertama kali, Masumi tidak ikut mendengar dan posisi mereka jauh dari kamar perawatannya. Shiho hanya menceritakan pada Masumi sepintas saja, tidak menyebut-nyebut bagian Yukiko.

"Lalu kau marah-marah padanya ketika Shiho hampir kehilangan nyawa untuk menyelamatkanku dari seorang penyerang. Kau benar-benar bukan Ran yang aku kenal biasanya,"

"B-Bagaimana kau bisa mengetahui semua itu? Kau kan koma," Ran bingung.

"Meski koma, aku masih bisa mendengar," bahkan melihat.

Ran terhuyung mundur, kalah telak.

"Kembalilah pada suamimu Ran," pinta Shinichi.

Tanpa kata, Ran akhirnya pergi dari tempat itu.

"Ran-San..." Shiho merasa tidak enak hati.

Shinichi mencegah, "Tidak usah Shiho, biarkan saja. Dia harus belajar dewasa,"

Shiho menatapnya bingung, biasa Shinichi sangat meleleh kalau sudah menyangkut soal Ran, tapi sekarang dia lebih tegas.

"Aku tak mengerti, bagaimana kau bisa mengetahui hal-hal yang sangat detail ketika kau koma? Siapa yang menceritakannya? Masumi? Atau Yukiko-San?" tanya Shiho penasaran.

"Aku sibuk terapi, aku latihan sekuat tenaga supaya bisa lancar berjalan hari ini. Mana sempat aku mendengar cerita Okasan, aku juga baru ini lagi ketemu Masumi,"

"Lalu?"

Shinichi menepuk lunak tangan Shiho, "sudah kubilang kan aku bisa mendengar. Aku mengingat semua suaramu. Suara ketika kau membaca, ketika kau bercerita dan ketika kau menangis. Maaf sudah menyusahkanmu selama ini Shiho,"

"Kudo-Kun..."

Mata Shinichi menyipit, "Oi! Aku ini sudah calon suamimu. Kenapa masih Kudo-Kudo? Panggil Shinichi kek! Anatta kek!"

"E-eh... akan kucoba biasakan," kata Shiho dengan wajah merona.

"Tapi Shiho. Aku sudah ketinggalan tujuh tahun. Aku harus ikut ujian persamaan SMA dan kuliah sebelum membuka agensi. Kau masih mau menemaniku?"

"Aku bahkan sudah siap menunggumu koma sampai tua. Aku tak pernah menyangka bisa sampai pada tahap ini. Hanya mendampingimu kuliah apa susahnya?"

Shinichi memeluknya lagi, "arigatou Shiho... kau memang yang terbaik,"

Shiho tersenyum.

Mendadak pintu menjeblak terbuka sehingga Shinichi dan Shiho terpaksa melepaskan diri karena kaget.

"Masumi?" Shiho bingung dengan tingkahnya.

"Sini! Aku harus buat perhitungan dengan Shinichi!" gerutu Masumi sambil menyingsingkan lengan baju dan menyeret Shinichi ke pojok ruangan.

"Apa-apaan sih Masumi?" oceh Shinichi.

"Kau sebenarnya ingat kau pernah jadi roh gentayangan tapi pura-pura lupa kan?" tuntut Masumi dengan suara geram pelan.

"Aku benaran sempat lupa awalnya,"

"Lalu kapan tepatnya kau mulai mengingat?"

Shinichi mengingat-ingat lagi, "Hmmm... sepertinya saat latihan jalan sama Shiho... Beberapa hari sebelum keluar dari rumah sakit..."

"Ya kalau begitu berarti kan sudah lama! Kenapa malah terus berpura-pura bodoh!"

"Karena Araide Sensei menelponku, jadi aku merencanakan semua ini,"

"Lalu kenapa tidak bilang padaku?"

"Surprise!"

"Bagaimana mendadak kau bisa ingat?"

"Kan aku sudah bilang, jangan remehkan pikiran bawah sadar," gerutu Shinichi.

"Hei, sebenarnya kalian ada konspirasi apa sih?" tanya Shiho melongok kepada kedua detektif itu.

"Ah tidak apa-apa Shiho," Masumi menghampiri sepupunya, "hanya sedang membicarakan kasus, ada seorang pasien yang berubah menjadi hantu begundal,"

Shinichi terkekeh pahit dalam hati, hantu begundal yaaa...

"Ngomong-ngomong Shiho, rencana pergi ke Belanda batal donk?" tanya Masumi.

"Eh? Belanda?" Shinichi melongo, "kau mau pergi Shiho?"

"Pimpinan rumah sakit memang mempromosikanku untuk studi banding ke Belanda," ujar Shiho.

"Kalau kau memang mau pergi ke Belanda, aku akan cari kuliah di Belanda saja. Tidak apa-apa kok Shiho," usul Shinichi yang tidak mau berpisah dari Shiho.

Shiho menggeleng, "sebenarnya aku tidak terlalu tertarik, karena aku punya rencana lain. Aku tetap lebih suka tinggal di Jepang, jadi kau tak perlu khawatir,"

"Hmmm... Dasar bajingan beruntung kau hantu begundal!" ejek Masumi sambil memukul bahu Shinichi cukup keras.

"Oi Oi..." Shinichi yang belum terlalu stabil dengan guncangan pun terhuyung akibat pukulan itu.

"Eh, hati-hati!" Shiho refleks merangkul pinggang Shinichi supaya tidak jatuh.

"Dia mendorongku Shiho..." Shinichi mengadu dengan suara manja.

"Kau tak bisa kontrol tenagamu apa?! Sudah tahu dia masih belum stabil," oceh Shiho galak pada sepupunya.

"Hai haiii.... Maaf deeeh... mentang-mentang dia sudah ada tempat mengadu," ejek Masumi.

"Kau tidak apa-apa? Kau sudah kelamaan berdiri, sebaiknya duduk saja dulu," kata Shiho sambil memapah Shinichi berjalan mencari kursi.

Saat melewati Masumi, Shinichi memelototinya dari belakang kepala Shiho, seolah berkata mengejeknya, rasakan kau!

Setan sialan! Umpat Masumi dalam hati sambil balas melotot.

Devil Beside YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang