Assalamualaikum, happy reading.
****
Eliza duduk sendiri di kursi halaman belakang rumahnya. Di tangannya terdapat sebuah kotak jam beserta jam di dalamnya. Jam itu harusnya telah diberikan Eliza kepada Zein saat ulang tahunnya, namun Eliza tak bisa memberikannya karena Zein yang sangat marah pada saat itu kepadanya. Eliza memilih untuk menyimpan kado tersebut dan memberikannya diwaktu yang tepat.
Perjuangan Eliza tidaklah mudah untuk mencari sebuah kado yang akan diberikannya kepada Zein. Sebelum pergi ke sekolah pada hari ulang tahun Zein, Eliza pergi ke toko jam terlebih dahulu, toko jam itu sebenarnya belum buka karena hari masih sangat pagi, untung saja pemilik toko itu adalah tetangga rumah Eliza. Eliza memohon kepada pemilik toko itu untuk membuka tokonya sebentar, karena tidak tega dengan Eliza, pemilik toko itu kemudian membuka tokonya dan melayani Eliza. Berkali-kali Eliza mengucapkan terimakasih kepada pemilik toko itu karena telah membantunya dan meminta maaf karena telah mengganggunya di pagi hari.
"Kapan sih Kak Zein nerima cinta aku?" Eliza bermonolog, menatap hampa jam yang dipegangnya.
Rumah Eliza begitu sepi karena hanya ia yang berada di sana, sedangkan Ayah dan Ibunya sedang pergi ke luar.
"El," panggil seseorang yang berdiri tak jauh dari Eliza.
Eliza menatap ke arah orang yang baru saja memanggilnya. Seorang pria dengan sebuah bola basket di tangannya.
Pria itu berjalan menghampiri Aliya.
"El, gue gabut nih, main basket yuk!" ajak pria itu.
"Eliza lagi malas, Kak Rey," jawab Eliza.
Rey, atau Reyhan itulah nama pria tersebut, ia adalah tetangga rumah Eliza sekaligus sepupunya. Rey masuk ke halaman belakang Eliza melalui pagar yang menjadi pintu penghubung halaman belakang rumahnya dengan Eliza.
Rey menatap sebuah jam pria yang dipegang Eliza, perlahan ia mendudukkan tubuhnya di samping Eliza. Wajah Eliza yang terlihat murung membuatnya mengerti apa yang sedang dirasakan Eliza.
"Masih suka sama Zein?" tanya Rey.
Eliza menolehkan kepalanya, menatap Rey. "Iya," jawab Eliza singkat sambil menganggukkan kepalanya.
Selain tetangga rumah dan juga sepupunya, Rey juga adalah kakak kelas Eliza, sewaktu Eliza kelas X, Rey kelas XII, dan sekarang Rey sedang menempuh pendidikan di sebuah perguruan tinggi.
"Trus dianya?" tanya Rey lagi.
Belum ada jawaban dari Eliza. "Nggak suka?" tebak Rey.
"Belum," jawab Eliza meralat ucapan Rey.
"Nggak, berarti," balas Rey.
"Belum, Kak," ucap Eliza dengan penekaan.
"El, lo udah hampir dua tahun loh ngejar dia," ucap Rey.
Tak heran jika Rey tau bahwa Eliza menyukai Zein dan sering mengejar-ngejarnya, karena hampir seluruh sekolah tahu akan hal itu. Rey sedikit heran dengan adik sepupunya itu, tak pernah sekalipun Eliza berhenti untuk mengejar pria yang tak membalas cintanya.
"Udah, nggak usah galau-galauan deh, mending main basket yuk!" ajak Rey, ia berdiri dari duduknya dan mendribblekan bola beberapa kali.
"Tapi, Kak—" ucapan Eliza terpotong.
"Harus nurut sama orang yang lebih tua," tegas Rey, tak mau menerima penolakan.
Eliza membuang nafasnya. Sepertinya ia harus nurut kepada Rey, mungkin saja setelah bermain basket moodnya akan lebih baik. "Iya, Kek ...." jawab Eliza bernada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dipisahkan Untuk Memantaskan
Teen FictionSebuah kisah yang menceritakan perjuangan Eliza mengejar cinta pertamanya yang selalu berujung penolakan. Zein, Seseorang yang bertahun-tahun dikejar oleh Eliza, namun tak sekalipun Zein membalas cintanya dan bahkan membencinya. Eliza tak pernah men...