Chapter 16 : Kesadaran Zein

46 7 2
                                    

Assalamualaikum

Jangan lupa tinggalkan jejak, happy reading

****

Eliza mendudukkan tubuhnya di kursi belajarnya, tangan kanannya membuka laci meja belajar dan mengambil sesuatu dari dalam sana.

Eliza menahan air matanya yang hendak berguguran saat menatap sesuatu yang baru saja ia ambil. Sebuah foto, foto seseorang yang sangat ia cintai, namun akan ia lupakan. Ya, itu adalah foto Zein.

Sangat sulit bagi Eliza untuk bisa melupakan Zein, karena Zein adalah cinta pertamanya. Zein sudah masuk terlalu dalam ke dalam hatinya sehingga membuatnya sulit sekali untuk bisa dilupakan.

Menurut Eliza, tidak ada laki-laki lain yang seperfect Zein. Ia tak akan bisa menemukan laki-laki lain selain Zein.

Sungguh, move on dari Zein adalah hal yang sangat sulit, tapi Eliza tak ada pilihan lain. Ia tak bisa mengejar Zein lagi, saat ia berniat untuk mengejar Zein, ia teringat kembali saat dimana Zein memohon kepadanya agar ia tak mengejar Zein lagi.

"Eliza juga capek, Kak Zein," teriak Eliza dan membuat air matanya merembes keluar.

Eliza merobek gambar Zein menjadi dua bagian dan membuangnya sembarang," Eliza capek ... Eliza udah berusaha buat nggak peduli sama Kak Zein lagi, tapi hati Eliza sakit kalo liat Kak Zein sama cewek lain," ungkap Eliza disertai tangisannya.

Eliza berdiri dari duduknya kemudian berjalan dan tak sengaja menyenggol kursi yang baru saja didudukinya sehingga kursi itu pun terjatuh.

"Brakkkk"

Suara itu menggema di seluruh kamar bahkan sampai ke luar kamar Eliza.

Eliza duduk di lantai dengan bersandar di dinding, ia menekuk lututnya dan merebahkan kepalanya ke atas lutut. Eliza mulai menangis sejadi-jadinya, menumpahkan rasa sakitnya.

Mendengar suara jatuh dan suara tangisan Eliza, sontak saja Ayana yang baru membukakan pintu saat kedatangan Dinda berlari menuju kamar Eliza dan diikuti Dinda dari belakang. Raut Wajah khawatir terlihat jelas di wajah mereka berdua dikala membuka pintu kamar dan langsung melihat Eliza yang sedang menangis.

Ayana perlahan mendekati Eliza dan duduk di sampingnya. Ia kemudian memeluk Eliza dan membuat Eliza sadar dengan kedatangan ibunya, tangis Eliza semakin mengencang di dalam pelukan ibunya. Ayana membelai pelan punggung Eliza. Mencoba memberikan ketenangan kepada putrinya.

Sedangkan Dinda beralih mengambil gelas berisi air yang ada di atas nakas, Ia lalu duduk di dekat Eliza. Hatinya bertanya-tanya, apa yang sebenarnya telah terjadi pada Eliza? Kenapa Eliza menangis seperti ini? Namun ia tak bisa menanyakannya langsung kepada Eliza, ini bukan waktu yang pas.

Tangis Eliza mulai mereda, Eliza keluar dari pelukan ibunya, tangannya menyapu kedua belah mata yang baru saja mengeluarkan begitu banyak air mata.

Ayana menyelipkan rambut Eliza yang berantakan pada daun telinga Eliza.

Dinda menyerahkan gelas kepada Eliza. Dengan tangan yang sedikit gemetar, Eliza mengambil gelas tersebut dan meminumnya perlahan.

"Gimana? Sekarang udah tenang?" tanya Ayana dengan suara pelan, hatinya begitu khawatir.

Eliza mengangguk dan berkata, "Eliza udah tenang, Bun."

"Sekarang, apa Bunda boleh tau kenapa Eliza nangis seperti ini?" tanya Ayana, ia sangat berharap Eliza akan membagi lukanya.

Eliza diam tak bergeming.

Mata Ayana tak sengaja menangkap sebuah foto yang tergeletak tak jauh darinya. Ia mengambil foto tersebut yang menurutnya baru saja dirobek Eliza. Foto tersebut hanya menyisakan sepenggal wajah laki-laki.

Dipisahkan Untuk Memantaskan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang