Chapter 14 : Berhenti Mengejarnya

30 7 0
                                    

Assalamualaikum, happy reading.

****

Beberapa kali Zein meninju setir mobilnya dengan tangannya, darah dari tangannya semakin mengalir dan ia hiraukan.

Zein sangat frustasi sekarang, ia sangat marah dengan perilaku Ayahnya itu. Ia meremas-remas rambutnya hingga acak-acakan.

"Berani-beraninya dia udah hianatin Mama," sesar Zein.

Nada dering terdengar dari ponsel milik Zein. Zein mengambil ponselnya dari kantong celana, terdapat sebuah panggilan suara dari Dr.Agus yang juga adalah kakak sepupunya.

Zein menghapus ia mata yang tadi sempat mengalir di wajahnya, lalu meminum air mineral yang ada di dashboard untuk mengurangi suaranya yang terdengar serak karena habis menangis.

"Halo Zein," ucap seseorang dari sebrang sana.

"Iya, Kak," jawab Zein.

"Tadi ibu lo periksa kesehatan bulanan, karna dia buru-buru jadi dia nggak sempet ngambil hasilnya, lo bisa kesini gak, ada yang mau gue bicaraain juga, soalnya tadi gue telpon papah lo tapi nggak diangkat," ucap Dokter Agus.

"Iya, Kak," jawab Zein singkat dan telpon pun diakhiri.

Zein memperbaiki rambutnya yang acak-acakan agar terlihat lebih rapi dan segera menjalankan mobilnya menuju Rumah Sakit.

Tak lama kemudian Zein sampai di Rumah Sakit, setelah memarkirkan mobilnya, ia berjalan menuju ruangan Dokter Agus.

Zein membuka pintu dan masuk, dilihatnya Dokter Agus tengah menunggunya dengan sebuah kertas hasil pemeriksaan kesehatan ibunya.

Dokter Agus menyuruh Zein duduk di hadapannya, tangannya menyerahkan kertas tersebut kepada Zein.

"Begini Zein," Dokter Agus menarik nafasnya, merasa berat menyampaikan hal ini kepada Zein. "Jadi, ibu lo memiliki penyakit jantung," sambung Dokter Agus.

Deg! Jantung Zein terasa berhenti berdetak saat mendengar ucapan Dokter Agus yang sangat mengejutkannya.

"Saran gue, makanan Tante Shofia dijaga, jangan terlalu stres, dan kalo ada kabar yang buruk tolong jangan langsung ceritakan pada beliau, karna bisa saja hal tersebut memicu serangan jantung," pesan Dokter Agus.

Pikiran Zein langsung teringat dengan penghianatan yang dilakukan ayahnya. Bagaimana ini, apa yang harus dilakukannya, Zein menjadi bimbang.

"Zein," panggil Dokter Agus sekaligus menyadarkan Zein.

"I-iya, kak," jawab Zein sembari mengangguk.

****

Zein kembali ke mobilnya, ia tak menjalankan mobilnya, ia hanya duduk dengan pandangan hampa, ucapan Dokter Agus menggema di ingatan dan membuat dadanya sesak.

Ia mencoba menahan air matanya yang ingin menetes. Tangannya mencubit pergelangan tangannya sendiri untuk memastikan bahwa semua ini hanyalah mimpi. Namun tidak, semuanya benar-benar terjadi.

Untuk saat ini Zein merasa ia harus menyembunyikan penghianatan ayahnya dari ibunya, karena dirasa kesehatan ibunya adalah yang terpenting. Ia tak ingin setelah ibunya tau tentang penghianatan ayahnya, ibunya akan bertambah sakit, ia tak ingin hal itu terjadi.

****

Eliza berjalan gontai menuju kamarnya, pandangannya hampa.

Ayana memandangi Eliza dengan perasaan bingung, Eliza bahkan tak menghiraukan Ayana saat berjalan melewatinya.

"Eliza kenapa?" batin Ayana sedikit khawatir.

"Eliza, kamu kenapa sayang?" tanya Ayana yang tak mendapat sahutan dari Eliza.

Dipisahkan Untuk Memantaskan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang