Assalamualaikum, maaf ya updatenya lama. Happy reading.
****
Eliza dan Dinda baru saja sampai di parkiran sekolah, lalu masing-masing memarkikan motor maticnya. Mereka berdua berjalan berdampingan, Eliza menatap kesana-kemari, seperti sedang mencari sesuatu, pandangannya terhenti saat menangkap sosok yang sedang dicarinya.
"Kak Zein ..." seru Eliza bersemangat.
Eliza mulai melangkahkan kakinya, berjalan ke arah Zein, namun Dinda langsung mengurungkan niat Eliza tersebut dengan langsung menarik tangan Eliza.
Eliza terhenti dan membalikkan tubuhnya menatap Dinda. "Kenapa Din, gue mau beri semangat dulu ke kak Zein, biar dia makin semangat jalanin hari ini," ungkap Eliza.
"Lo lupa?" tanya Dinda.
Sebelumnya Eliza telah memberitahukan Dinda tentang saran dari Rey, dan mulai hari ini ia akan mulai menjalankannya, namun baru hari pertama Eliza sudah melupakan itu semua.
Eliza menepuk pelan jidatnya karena baru saja ingat. "Hampir lupa, Din," ucap Eliza. "Tapi sayang banget kalo nggak disapa," sambungnya dengan suara lirih.
Dinda menarik tangan Eliza dan membawanya pergi menuju kelas mereka. Eliza berjalan gontai, mengikuti arah jalan Dinda. Rasanya hari ini ia sangat tidak bersemangat karena tak bisa menyapa sang pangerannya.
Di sisi lain, Zein menatap ke arah Eliza yang seperti terpaksa berjalan di tarik Dinda. Ia sedikit heran, tak biasanya Eliza tidak menyapanya di pagi hari, biasanya Eliza selalu muncul di hadapannya untuk sekedar menyapanya atau pun memberikan semangat kepadanya, tapi hari ini hal itu tak terjadi. Namun ia merasa bagus akan hal tersebut.
****
Suasana kantin hari ini tak ramai seperti biasanya, sehingga banyak tempat duduk yang kosong.
Eliza berjalan bersama Dinda dengan nampan yang berisi makanan. Langkah Eliza menuju ke suatu tempat, tempat di mana Zein dan teman-temannya sedang menikmati makan siang mereka. Rencananya Eliza ingin bergabung dengan mereka, namun rencana itu pupus saat Dinda menarik lengan Eliza, mengingatkan kembali tentang sikap yang harus Eliza rubah terhadap Zein.
"Tanpa di sadari, kaki ini selalu berjalan ingin menghampiri sang pujaan hati," lirih Eliza.
Dinda menghela nafas mendengar ucapan syahdu dari sahabatnya ini. Mereka berdua kemudian duduk di kursi yang lumayan jauh dari tempat Zein, agar Eliza tak terlalu terfokus kepada Zein.
"Tumben ratu halu nggak ikut gabung di sini," ucap Rafa saat melihat Eliza yang sedang makan.
"Bagus deh."
"Eitttts, ada Reya, sini duduk samping gue," ajak Rafa saat mendapati Reya yang hendak berlalu dari sampingnya dengan tangan membawa nampan makanan.
Reya terhenti, menatap Zein yang tak berucap sepatah katapun, dilihatnya Zein sangat sibuk menyantap makanannya. Ia tak menyia-nyiakan kesempatan ini, kesempatan untuk mendekati Zein, namun ia tak akan bersikap agresif seperti dulu.
Perlahan Reya menaruh nampannya di atas meja lalu duduk di kursi samping Rafa yang juga berhadapan langsung dengan Zein.
Sambil makan, Reya berbincang dengan Rafa, sesekali matanya melirik ke arah orang yang ada dihadapannya, yaitu Zein. Namun tak sekalipun Zein menatap ke arahnya.
Di sisi lain, Eliza merasa sangat panas sekali, ia sangat cemburu melihat Reya yang bisa duduk berhadapan dengan Zein. Rasanya ia ingin sekali menghentikan rencana merubah sikap ini.
"Dinda ... " lirih Eliza.
"Iya, gue tau," balas Dinda. "Nggak usah diliatin, fokus makan," sambungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dipisahkan Untuk Memantaskan
Teen FictionSebuah kisah yang menceritakan perjuangan Eliza mengejar cinta pertamanya yang selalu berujung penolakan. Zein, Seseorang yang bertahun-tahun dikejar oleh Eliza, namun tak sekalipun Zein membalas cintanya dan bahkan membencinya. Eliza tak pernah men...