BAB V

6 0 0
                                    

Kepulan asap rokok mengudara, beraneka ragam ponsel terletak di atas meja. Sejumlah makanan ringan dihidangkan, serta bergelas gelas varian kopi memenuhi meja untuk kapasitas enam orang yang sekarang diisi tujuh orang. Sejak pertemuannya dengan Hayu pada makan malam hari itu Daru belum pulang ke rumah orang tuanya sama sekali. Ia tahu, ia pasti akan dicecar oleh Mauren dan Farid terkait dengan kencan buta yang sudah dilakukan olehnya. Ia benar benar tidak tahu harus menjawab apa. Alih alih pulang ia lebih milih untuk nongkrong bersama teman temannya, sebut saja Krisna, Dewa, Jeremy, Raditya, Hans, dan Reynold.

Berbagai topik telah dibahas mulai bisnis properti, eksport import, bahan bakar, politik dalam dan luar negeri, masalah inflasi dan deflasi, hingga berbagai acara sosial yang mereka adakan selama pandemi covid-19 berlangsung hingga saat ini. Meski banyak bacot mengkritik pemerintah di sana sini, setidaknya mereka juga telah menyumbangkan sejumlah dana untuk pusat kesehatan dan warga yang terdampak langsung selama pandemi.

"So, siapa nih yang tahun ini mau nikah?" tanya Hans membuka topik percakapan lain.

Beberapa orang segera terkekeh, bukan karena lucu, namun karena itu adalah topik paling kompleks sepanjang sejarah peradaban manusia. Seperti yang pernah Soren Kierkegaard, filusuf asal Denmark katakan bahwa menikah atau tidak menikah tetap akan menyesal.

"Reynold..." Jeremy melempar pandangan pada Reynold. "Twice."

"Shut up Jer..." Reynold tertawa. "One is fucking enough."

"I guess Dewa and Daru choose to remain silent." Hans melirik dengan smirk nakalnya.

"Minta doanya aja." Dewa tersenyum tipis, sebenarnya tidak terlalu bermasalah saat mereka menyinggung soal hal ini karena ia juga yang paling muda dibandingkan yang lainnya. "Semoga next years."

"Aamiin." Serentak semua orang mengamini.

"Come on Ru, its already four years. Masa lo belum move on juga." Sindir Jeremy telak yang segera disikut oleh Reynold. Bukan karena sekadar meledek Daru tapi lebih karena kehadiran Krisna yang ada di sana, kakak dari mantan Daru. "Maksud gue membuka lembaran baru..."

"Lo nggak mau membuka lembaran baru dengan istri baru Hans?" tanya Reynold berusaha mengalihkan pembicaraan. "Kan sunah."

"Sunah kan di agama ente Pak." Seloroh Hans membalas Reynold pertanyaan Reynold. "Nih, Mas Radit aja nih yang poligami."

"Oh, iya Dit. Status lo tu gimana sih?" tanya Reynold antusias.

"Status apa?" Raditya pura pura tidak tahu. "Ya gua masih beristri yaa."

Jeremy menggeleng gelengkan kepalanya. "Kalian betahnya melajang."

"Daripada lo pacaran mulu, nggak nikah nikah. Maunya enaknya doang lo." Sindir Krisna keras sambil tersenyum manis.

"Yeee..." elak Jeremy.

"Makin malem pembahasan makin berat aja nih. Gue mau pamit udah di telepon sama ISTRI nih." Ucap Hans berdiri dari tempat duduknya. Nyatanya jam dinding sudah menunjukkan pukul dua belas lewat.

Saat waktu berangsung angsur bergerak perlahan semakin pagi, dan dingin semakin menyergap, satu persatu dari mereka meninggalkan meja, lalu pulang menuju rumah mereka. Sekarang udara dipenuhi dengan kebisuan bersama aroma khas hasil percampuran sisa hujan tadi sore dengan tanah yang beraspal. Daru masih di sana meneguk kopinya bersama dengan Krisna yang memandang Daru dengan begitu serius.

"Jeremy bener Ru. Udah empat tahun, udah waktunya lo memulai mencari pasangan baru." Krisna sendiri telah menikah pertengahan tahun lalu, akan membahagiakan juga jika Daru juga naik ke pelaminan.

Your Destiny is My ChoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang