.
.
.
|Limerence;|
Sudah tiga minggu Adelio terus menyembunyikan kedekatannya dengan Ezra dari keluarga, dirinya juga selalu diam jika sejujurnya ia tahu bahwa Ezra bukanlah 'manusia' seperti yang ia kenal.
Ia punya kelebihan.
"Ezra, Lio punya temen baru di kelas."
"Oh ya? Siapa namanya?"
Bibir tipis itu di usap lembut. "Aciel-!!"
Setelah berterima kasih karena sudah membersihkan remahan biskuit di sudut bibirnya, Lio kembali melahap makanan yang masih tersisa.
". . . Aciel?"
"Iya! Ezra tau?"
Pria yang lebih tua itu menunduk, menggenggam satu telapak tangan yang lebih kecil darinya. Mengelusnya lembut, seakan takut jika ia terlalu kasar akan menghasilkan luka yang mendalam.
"Kamu masih ga inget ya?"
Lirihan dengan suara serak itu menghentikan Lio dari aktifitasnya, kedua alis yang memang sudah terbentuk cantik itu mengerut sedih.
"Ezra kenapa? Lio ada salah?"
Ezra menggeleng, mendongak menatap wajah manis pemuda di sampingnya. Genggaman erat yang terasa nyaman tak ia lepaskan sedikitpun.
"Mau ikut keliling?"
"Lio kan masih sekolah, nanti di cari guru."
"Gak akan, percaya sama aku."
"E-eum . . O-okay."
Semuanya berkabut, pemandangan atap sekolah yang di penuhi dengan bangku dan meja bekas sudah tak ada di hadapannya.
Hanya hamparan rumput dengan satu pohon besar yang sejuk dan berangin.
Ini dimana? Apakah Lio pernah berkunjung ke tempat ini? Tapi dirinya merasa familiar.
"Udah inget?"
Adelio menggeleng polos.
"Coba kita deketin pohon itu, sini tangan kamu."
Dengan sedikit ragu lengan putih sehalus sutera itu terulur untuk di genggam, setiap langkah yang ia ambil menumbuhkan bunga kecil yang cantik dan bersinar.
"Gapapa, ga usah takut."
Tapi ketika langkah Ezra menyusul, bunga itu langsung busuk dan mati. Rumput yang ia pijak berubah menghitam ketika sudah subur dengan kehadiran Adelio.
"Pohon apa ini? Kenapa gede banget? Lio gak pernah liat."
Ezra tersenyum miris. "Lio . . . Please . . Jangan gini."
Baru Adelio ingin bertanya, kehadiran sosok lain menginterupsi mereka. Aura yang bercampur menghasilkan bayangan naga hitam dengan angsa putih yang cantik di belakangnya.
Adelio kenal dia.
Aciel!
" . . Ini apa? Kenapa? Dimana? Kok ada Aciel? Ezra . . Lio belum mati, kan?"
"Dia, kamu masih gak inget?"
Adelio menggeleng, pemuda manis itu bertambah bingung ketika melihat teman baru di kelasnya justru mendecih tak suka.
"Betapa reinkarnasi semenyebalkan ini." Gumaman Aciel bisa Lio dengar dengan mudah.
"Sebaiknya kita kasih tau tempat lain."
Hamparan rumput dengan pohon besar itu berganti dengan suatu desa yang berisi beberapa ras manusia aneh, mereka bersayap tapi mempunyai postur manusia sungguhan.
Ada yang mempunyai tanduk, atau badan berbulu.
Rumah itu terlihat samgat familiar, hatinya juga mulai bergemuruh ribut.
"Ezra . . . I-ini apa?" Adelio memeluk lengan kekar itu dengan erat, wajahnya setengah ia sembunyikan di belakang tubuh yang lebih besar.
Aciel maju melangkah, bayangan dua hewan yang bertolak belakang itu sudah menghilang, sekarang anak itu merubah dirinya menjadi berpakaian sederhana.
"Mama ingat?"
"A-ah? M-mmama? Aciel tinggal di sini?"
Ezra tersenyum simpul, mengelus lembut lengan halus di pelukannya. "Kita keluarga, Lio. Kamu istriku."
|Limerence;|
.
.
.
Tbc
Kl baca cerita yg di tulis dulu suka ngerasa cringe bngt njim, tpi semga terhibur

KAMU SEDANG MEMBACA
Limerence; ✔
Fantasy[ Boyslove ] Adelio tak pernah menduga jika dirinya bukanlah manusia yang selama ini ia kenal, saat pria itu datang dan sekejap merubah kehidupannya. Apakah kehidupannya benar benar sebuah hukuman dari tuhan? GAK USAH ANGGEP SERIUS NIH CERITA, bias...